realness

1.5K 307 81
                                    

Hari-hari yang Taehyung lewati setelahnya begitu hambar. Semakin lama semakin dingin dan tak tersentuh lagi. Jiyeon berhasil membuatnya menjadi pria yang lebih dingin daripada sebelumnya.

Begitu juga yang terjadi dengan Jiyeon, kadangkala, di waktu-waktu menyedihkannya, gadis itu memeluk kedua lututnya sendiri, membenamkan wajahnya yang terisak pilu. Rasa bersalah selalu menggerogotinya kala sendiri dan sunyi.

Berhari-hari ia menyibukkan diri dengan pekerjaannya, berharap bisa melenyapkan bayang-bayang Taehyung yang menghantuinya, semakin membuat Jiyeon terpuruk dalam dosanya.

Ingin rasanya mengucapkan kata maaf pada Taehyung, untuk membuatnya lepas dari rasa bersalah. Tapi ribuan maaf pun tidak akan pernah sudi Taehyung berikan untuknya, terlebih hanya untuk rasa egois Jiyeon, pikir gadis itu. Ini adalah hukuman yang tepat untuknya. Raut wajah Taehyung terakhir mereka bertemu tak bisa lepas dari pikirannya. Ia pantas dihujam rasa sakit karena rasa bersalahnya sendiri.

Mengkhianati Taehyung dengan cara paling keji, padahal pria itu hanya menawarkan hati. Jiyeon tertawa sinis, sepicik itu dirinya.

Jiyeon masih sangat ingat cara pria itu memintanya mengeringkan rambut, membuatkan susu strawberry kesukaannya, dan roti isi untuk sarapan pagi.

Bukan karena Taehyung memperlakukannya dengan buruk, pria itu terlanjur nyaman hingga berlaku semanja itu padanya. Hal yang baru Jiyeon sadari saat Taehyung tidak lagi di sisi.

Setelah semua yang sudah terjadi di antara mereka, Jiyeon berharap Taehyung bisa menemukan kebahagiannya sendiri. Dan melupakan Jiyeon yang menabur racun di hati lembut pria itu. Taehyung yang rapuh dan memasang topeng paling tangguh.

Ponselnya berdering singkat, menandakan notifikasi sebuah pesan. Dengan malas, gadis tu meraih ponsel di atas ranjang, tidak jauh darinya.


Jimin
Aku sudah menemukan informasi mengenai orangtuamu.
Temui aku jam 9 pagi di Ardor cafe.


Jantung Jiyeon berdegup selepas membaca pesan dari Jimin. Setelah lima tahun yang mengerikan, akhirnya kedua orangtuanya berhasil dilacak. Bukan, bukannya Jiyeon ingin memaksa mereka untuk kembali, gadis itu hanya ingin mengetahui keberadaan orangtuanya, memastikan jika mereka baik-baik saja. Bagaimanpun juga, mereka tetaplah orangtuanya.


...


Taehyung berdiri di balkon kamarnya, rasa sesaknya tak kunjung lepas meski berkali-kali menghela napas.

Dari atas sini, Taehyung bisa melihat jalanan Seoul yang masih ramai meski sudah dini hari. Beda sekali dengan keadaannya sekarang, sepi dan sendiri.

Lalu pandangannya jatuh pada segelas susu hangat di tangan, tidak—tidak lagi hangat, mengingat dirinya sudah berdiri nyaris satu jam di sini.

Kenapa rasanya tidak semanis dan senikmat yang biasa Jiyeon buat? Taehyung memasukan takarannya sesuai dengan yang Jiyeon lakukan, mengaduk dua puluh satu kali searah jarum jam. Tapi rasanya masih begitu jauh dengan susu strawberry yang selalu Taehyung minum saat Jiyeon bersamanya.

Apa semua warna dan rasa yang Taehyung miliki juga terbawa oleh gadis itu? Gadis yang mengkhianatinya dengan cara yang tidak pernah Taehyung pikirkan sebelumnya.

Kenapa semua yang ia miliki tidak pernah bertahan hingga akhir? Kenapa mereka datang dan membuat Taehyung terbuai sebelum pergi tanpa menoleh lagi? Kenapa semua yang Taehyung ingini tidak pernah menaruh peduli?

Dan kini ia kembali sendiri, memang lebih baik dari awal Taehyung tidak pernah membuka hati. Rasanya begitu sakit saat Jiyeon mengkhianati, padahal saat orangtuanya pun tidak menginginkannya lagi, Taehyung masih bisa berdiri dan membuktikan jika ia bisa lebih baik dan bersinar tanpa orangtua yang membuangnya. Tapi saat Jiyeon yang meninggalkannya, rasanya begitu mengerikan. Sepertinya Taehyung terlalu banyak menaruh harap sehingga saat harapan itu patah, Taehyung jatuh tanpa bisa dicegah.


Secret Agent Of Despatch✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang