Flower 17

103 22 17
                                    

"Luhan..." entah suara itu nyata atau hanya halusinasinya, belakangan Luhan selalu mendengar namanya dipanggil oleh suara yang sudah lama tidak ia dengar, bahkan karena terlalu lama menunggu, Luhan nyaris melupakan semua itu, namun kembali lagi, Luhan tidak pernah bisa melupakannya.

"Bisakah hentikan menyiksaku seperti ini?" Berbisik pada udara yang begitu kencang bertiup. Meremat keras dadanya yang selama ini terasa begitu sakit.

Luhan lelah, walaupun mulutnya terus mengatakan bahwa ia tidak akan pernah lelah untuk menunggu, namun hatinya sudah begitu lelah, tubuhnya bahkan harus menjadi korban atas penantiannya. Tubuh yang semakin kurus menjadi tanda bahwa hatinya sudah tidak kuat lagi menunggu. Walau ada seseorang yang berwajah sama di sampingnya, namun Luhan merindukan Sehun, bukan yang lain. Luhan hanya ingin Sehun datang barang beberapa saat untuk melihatnya.

Luhan hanya ingin melihat Sehun beberapa menit saja. Luhan berjanji, Luhan tidak akan egois dan setelah itu Luhan akan mampu menahan kesendiriannya lagi. Tapi, Luhan hanya memohon, untuk dapat bertahan, Luhan harus bertemu dengan Sehun. Tapi bagaimana dengan Sehun?

Sehun tidak pernah datang kepadanya.

"Apa Sehun melupakanku?" Kerap kali, pertanyaan itu muncul di benaknya. Namun dengan cepat ia menghilangkan pikiran negatif itu agar dirinya mampu bertahan lebih lama. Agar hatinya mampu menahan sakit itu lebih lama. Agar tubuhnya mampu berdiri tegak di saat mereka dapat bertemu kembali.

"Jika mungkin....jika memang Sehun melupakanku, maka tak apa, aku...aku akan menunggunya lagi..." mencoba tersenyum pada langit yang terlihat mendung.

"Luhan..." ketika dirinya ingin menyendiri, seseorang akan datang kepadanya. Menyapanya dengan suara yang masih asing di telinganya. Seseorang yang baru beberapa waktu ia kenal dan selalu ada bersamanya.

"Bian, kau datang?" Mencoba tersenyum sebisanya dan di hadapannya Bian pun sudah mengulurkan tangannya, mengusap pelan kepala Luhan dan menatap Luhan begitu teduh.

"Jangan memaksakan dirimu. Kau bisa ceritakan semuanya padaku" belakangan, Bian memang selalu ada untuk Luhan. Namun Luhan masih tidak bisa membuka dirinya pada siapapun, kepada Bian ataupun kepada Hyeon. Luhan hanya ingin menutupi kesedihannya walau mungkin mereka berdua sudah tahu bagaimana Luhan hanya dengan melihat raut wajah Luhan.

"Kau ingin kopi atau jus?" Kebetulan Bian akan selalu datang di sela Luhan melakukan pekerjaannya dan berakhir Bian akan menunggu Luhan menyelesaikan pekerjaannya di hari itu dan kemudian mengajak Luhan untuk pulang bersama. Memang selalu seperti itu setelah mereka bertemu di waktu lalu.

"Kopi, apapun itu asal jangan terlalu pahit" Luhan mengangguk dan kemudian mulai meracik kopinya, mengerjakannya sendiri karena memang hanya dirinya yang bekerja di hari itu. Untungnya pelanggan yang datang tidak terlalu banyak sehingga Luhan bisa beristirahat di sela-sela dirinya bekerja.

"Sudah siap, kau ingin menungguku lagi?" Bian mengangguk dan Luhan pun tersenyum tipis di sana. Sedikit anggukan juga Luhan berikan dan Luhan pun duduk di hadapan Bian.

"Ada apa?" Pertanyaan Bian membuat Luhan menggeleng singkat dan kemudian menatap Bian cukup dalam.

"Tidak, hanya saja kau mengingatkanku pada seseorang. Jauh sebelumnya, aku memiliki seorang sahabat. Seharusnya dia sangat perhatian dan selalu ada di sampingku, tapi semua itu harus sirna karena takdir yang tidak mengizinkannya. Aku ingin selalu bersamanya" perkataan Luhan membuat Bian terdiam dan kemudian di sana Bian pun meraih tangan Luhan dan mengusapnya pelan.

"Jangan sesali semua itu. Bukankah lebih baik membuka lembaran baru?" Luhan menggeleng sesaat dan kemudian menatap Bian kembali.

"Tidak, aku tidak bisa melakukannya. Bagaimana aku bisa melupakan semuanya. Sahabatku menyimpan rasa pada orang yang aku sukai, begitu juga sekarang, sahabatku masih seperti itu"

綺麗な花 (Kirei na Hana) [HunHan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang