"Hai, Luhan" sapaan hangat di malam hari membuat Luhan tersenyum. Benar kata Hyeon, di saat Luhan tidak memikirkan tentangnya, Sehun datang dengan senyum manisnya. Sehun datang dengan sapaan hangatnya. Sehun bahkan datang dan memeluk tangannya erat. Menyatukan kehangatan dalam genggaman yang membuat pikiran kacaunya mereda. "Sedang memikirkan sesuatu?" Mata Luhan tidak lepas dari dua tangan yang saling menyatu. Matanya tersenyum, begitu juga dengan bibirnya yang terlihat senyum simpul dan begitu damai di sana.
"Ya..." anggukan singkat Luhan berikan dan Sehun pun beralih meraih pipi Luhan. Meraih dan sedikit mengusapnya pelan di sana. Malam yang dingin bahkan masih terasa hangat di hati Luhan.
"Apapun itu, ceritakanlah. Aku bisa membantumu" senyuman tipis itu, Luhan mengenalinya. Seolah Luhan sudah pernah mengenal lama sebelumnya. Mengenal bagaimana Sehun yang tersenyum padanya, mengenal Sehun yang begitu lembut padanya. Luhan seolah mengingat, namun Luhan juga tidak mengerti ingatan apa itu.
"Sangat panjang. Mungkin kau bisa bosan mendengarnya. Lebih panjang dari dongeng anak-anak, lebih membosankan dari novel tak berujung, lebih menyedihkan dari semua cerita yang pernah ada" Luhan melihat Sehun yang terkekeh di sana. Melihat senyum itu, Luhan benar-benar merasa kerinduan yang tiada tara. Hatinya berdenyut dan tangannya pun meraih jemari Sehun. "Apa kita pernah mengenal sebelumnya? Aku tidak pernah percaya dengan hal seperti itu, tapi entahlah, hati ini terus mengatakan aku pernah hidup denganmu di masa lalu" Luhan seolah menerawang dan di sana usapan lembut di kepalanya pun ia terima, membuat ia mendongak dan menatap Sehun yang masih tersenyum.
"Pelan-pelan, kau akan tahu perlahan. Sekarang mulailah ceritamu yang lebih panjang dari dongeng, lebih membosankan dari novel, dan lebih menyedihkan dari cerita apapun" saat tersenyum, mata Sehun terlihat menyendu, Sehun tahu, namun Sehun ingin Luhan mengatakan semuanya padanya.
"Sudah sepuluh tahun..." Luhan memulainya. Bercerita pada Sehun di tengah dinginnya malam di saat dirinya bekerja paruh waktu. Sepi di sana dan membuat mereka duduk di tempat terdekat dengan kasir. "Tidak, mungkin tujuh? Entahlah, aku tidak ingin menghitungnya, semua penyiksaan yang aku alami benar-benar membuatku ingin segera mengakhirinya" mata mereka bertemu dan jemari mereka masih terpaut satu sama lain.
"Apa yang terjadi selama itu?"
"Kau masih ingat saat aku masih berusia sepuluh? Saat dinginnya malam membuatku harus terduduk di depan tokomu dan berakhir kau membawaku ke rumah sakit. Kau pergi, namun kau masih sempat menitipkanku pada temanmu, paman...tapi entahlah, usia kita tidak terlalu jauh sekarang, aku tidak bisa memanggilmu seperti itu" Sehun mengangguk dan kemudian menatap Luhan dalam.
"Panggil aku dengan namaku. Maafkan aku karena ulahku, kau harus tersiksa. Ada batas yang tidak boleh aku lewati, aku tidak boleh melewati batasan yang telah dibuat" Luhan mengangguk, seolah Luhan begitu paham dengan maksud perkataan Sehun. Luhan berusaha memahami tiap kata, Luhan percaya dengan apapun yang Sehun katakan karena hatinya yang mengatakan demikian. Jika Luhan tidak percaya, Luhan akan takut kemudian. Seolah itu semua ada dalam kenangannya dan akan menjadi kenyataan.
"Aku awalnya bersyukur, tapi semuanya sia-sia. Bukan disiksa secara fisik, semua siksaan itu mempengaruhi pikiran dan hatiku. Mungkin jika disiksa secara fisik, aku masih bisa mengatasinya, hidup 10 tahun semasa kecil, siksaan seperti itu menjadi hal biasa bagiku. Tapi siksaan yang menghancurkan mentalku, aku tidak terbiasa dengan hal itu" tangannya diremat kuat. Entah perasaan dari mana, namun Luhan seolah tahu jika saat ini Sehun marah, marah akan suatu hal yang menyangkut dirinya di tahun-tahun yang menyedihkan.
"Bahkan ketika aku ingin mengakhirinya, dia tetap mengurungku dalam sangkar imajinernya. Aku terkekang. Semua tindakanku seolah tidak ada di matanya. Semua perkataanku seolah semu di telinganya. Hanya perkataan satu orang yang terasa begitu nyata di telinganya. Hanya keberadaan satu orang yang sangat nyata di matanya. Satu orang yang membuatku tidak bisa menahannya dan satu orang itu yang membuat pikiranku kacau, Baekhyun" Luhan menangis, Luhan tidak sanggup menahannya. Di depan Sehun, Luhan tidak ingin menahannya. Luhan ingin Sehun melihat bagaimana dirinya menangis dan sakit seperti sekarang. Berharap dengan hal itu, Sehun mengerti dan bisa menenangkannya. Hanya sebatas itu keinginan Luhan. "Bahkan beberapa hari lalu, dia datang menemuiku dan meminta untuk menjaga orang itu. Dia sudah dewasa, mengapa aku harus menjaganya?" Pertanyaan itu membuat Sehun langsung memeluk Luhan erat. Tangis Luhan pecah dan isakan terdengar cukup keras dalam dekapan Sehun.
KAMU SEDANG MEMBACA
綺麗な花 (Kirei na Hana) [HunHan]
FanfictionHanya sebuah kisah di mana sebuah bunga indah tidak selamanya megah terlihat. Sebuah kisah di mana bunga indah pun memiliki sisi rapuhnya. Hanya mampu memohon untuk tetap hidup untuk esok hari ataupun mati di tangan iblis baik hati. HunHan story