Explore 8 Kenangan

180 18 0
                                    

Ini tidak benar !! Mungkin air putih yang ku minum tadi membuatku berhalusinasi karena air itu pastinya sudah berada sangat lama di sini atau tempat ini kembali mempermainkanku seperti sebelumnya.

"Apa kau merindukanku ?" tanya gadis di sofa tersebut, ia tersenyum kepadaku

"Tidak.. Kau tidak nyata, kau bagian dari setan-setan yang ada di bangunan ini !" setelah berkata begitu aku langsung menuju pintu dan hendak membukanya untuk berlari keluar namun, pintu ini tidak mau terbuka. Aku berusaha terus memutar grendel pintu lalu kemudian menghempaskan tubuhku berkali-kali tapi tetap saja pintu tersebut tidak mau terbuka

"Kumohon biarkan aku sendiri.... kumohon.. tolong biarkan aku keluar dari sini" dengan masih berada di dekat pintu aku menangis memohon padanya agar melepaskanku, rasanya aku sudah tidak sanggup lagi menghadapi ini semua.

"Kenapa kau masih meragukanku ? ini aku kekasihmu dulu, aku selalu ingin bertemu denganmu seperti sekarang ini" jawab gadis itu, terlihat perubahan di wajahnya menjadi sedih dan kecewa

Aku selalu memimpikan ia hidup kembali dan bersamaku selamanya  tapi bukan begini, Ia memang mirip tapi ini bukan dia, aku sangat yakin kekasihku tidak mungkin di tempat bangsat ini ia sudah tenang di alam sana

"Diaaam ! Kau bukan dia, kau hanya setan bangsat penghuni tempat ini !" aku berteriak penuh amarah padanya lalu dengan kasar aku mengambil alat piringan hitam kuno yang berada di meja dan berniat hendak melemparkan barang itu ke gadis tersebut.

Namun gerakan tanganku yang berposisi hendak melempar ke arahnya terhenti, aku tidak bisa melakukannya... ia tampak begitu mirip dengan kekasihku seakan-akan itu memang dia. Wajahnya, cara dia menatapku, suaranya yang lembut, rambut hitam panjangnya yang lurus dan indah semuanya benar-benar sama. Aku kemudian jatuh terduduk di lantai dengan memejamkan mata.

Aku jadi teringat kenangan di saat ia masih hidup dan saat setelah ia pergi meninggalkanku untuk selamanya.

Kami sudah saling mengenal sejak kecil dan selalu bermain bersama hingga kami tumbuh remaja, bahkan meskipun ia pindah dari kawasan perumahanku ke kawasan lainnya kami tetap berhubungan dengan baik malah lebih akrab dari sebelumnya.

Aku menyatakan perasaanku padanya saat kelas 2 SMA dan aku masih ingat wajahnya yang memerah saat ia menerimaku. Tentu saja hubungan asmara kami tidak selalu berjalan dengan mulus namun, berkat saling pengertian dan tetap menjaga komitmen satu sama lain, kami tetap bersama hingga kami lulus dari sekolah dan memasuki dunia kerja. Sepertinya tidak akan ada yang dapat memisahkan kami apalagi baik itu keluargaku maupun keluarganya juga sudah saling mengenal, kami akan hidup bersama dan bahagia selamanya.

Lalu tibalah malam itu, kami baru pulang dari salah satu mall yang berada di kota kami. Kondisi jalan saat itu cukup ramai karena malam minggu, aku membawa motorku berjalan agak ke pinggir kanan jalan. Kemudian sebuah motor melaju kencang dari arah belakang kami lalu bersenggolan dari samping saat ia hendak menyalip. Tentunya dapat di tebak apa yang terjadi selanjutnya, kami jatuh bersamaan. Aku terbentur di aspal yang gelap itu lalu terseret jauh dari motorku, sebelum aku tidak sadarkan diri aku sempat melihat keadaan kekasihku, kepalanya tepat berada di beton pembatas jalan. Helm yang di gunakannya terlempar entah kemana (mungkin karena ia tidak memasang tali pengaman pada helm yang sedikit longgar di kepalanya), helmku sendiri juga tidak ku pasang tali pengamannya dan memang agak sedikit longgar sehingga terlepas dari kepalaku saat kecelakaan itu terjadi.

Ketika berada di rumah sakit aku mendengar kabar bahwa ia telah meninggal dunia akibat benturan hebat di kepala. Aku sangat terpukul mendengarnya, sementara orang yang menabrak kami tewas terlindas oleh mobil jeep yang melewati jalan tersebut.

Aku selalu bertanya pada Tuhan kenapa tidak membawaku ikut pergi bersamanya di alam sana. Lima bulan setelah kekasihku meninggal dunia, masalah mulai berdatangan menimpaku. Aku di PHK dari pekerjaanku akibat keuntungan perusahaan di tempatku bekerja menurun drastis bahkan terancam bangkrut, tidak berapa lama kemudian bapakku yang sebelumnya bekerja sebagai pelaut juga tidak dapat melanjutkan pekerjaannya akibat surat-surat jalan untuk menaiki dan bertugas di kapal sudah mati sedangkan kami tidak memiliki uang lagi untuk menghidupkan kembali surat itu. Jangankan mengurus surat tersebut untuk bayar tagihan air, listrik bahkan makan saja kadang hampir terancam.

Explore (Jelajah) [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang