Explore 13 Menuju Cahaya

105 14 0
                                    

Saat membuka mataku semuanya terlihat gelap, di mana aku ? Pikirku. Aku bangkit untuk duduk dari posisi tengkurapku sambil menyentuh kepalaku yang terasa sedikit pusing sekaligus berusaha mengingat kembali apa yang sebelumnya terjadi. Ah Ya... Aku ingat sekarang, aku berada di lorong bangunan kuno yang ada di tengah hutan, tapi kenapa semuanya gelap ? apa aku sudah mati dan menjadi bagian dari tempat ini ? Aku mulai bergerak bersandar pada dinding lorong setelah sebelumnya aku jatuh tidak sadarkan diri.

Tanganku mulai merogoh kedalam tas pinggangku untuk mengambil ponselku dan berniat menyalakan senternya, namun saat ku coba hidupkan ponselku, tidak ada reaksi apapun. Apakah habis baterai ? pikirku, aku mengembalikan ponselku ke dalam tas pinggang tersebut lalu tanganku merogoh ke dalam tas selempang Ditra dan menyentuh suatu benda berbentuk tabung kecil. Aku tarik keluar benda tersebut, ternyata itu sebuah senter kecil. Segera saja langsung aku nyalakan, cahaya putih dari senter kecil itu pun menyinari gelapnya ruangan ini

Aku mengarahkan senter tersebut ke sekitarku dan sempat terkejut ketika cahaya senterku menyinari tubuh yang terbaring kaku berlumuran darah, letaknya tidak terlalu jauh dariku. Itu jasad Ismet.. aku mencoba berdiri dan bergerak terhuyung-huyung menuju ke jasad tersebut sambil memegang erat pisauku untuk berjaga-jaga jika mayat itu bangkit dan menyerangku secara mendadak. Aku melihat dengan pandangan nanar pada tubuh Ismet yang berada di lantai lorong dengan wajah, leher, serta dadanya penuh dengan luka tikaman.

Jika ia kerasukan kemudian setan tersebut keluar dari tubuhnya, apakah ia sebenarnya masih hidup dan dapat sadar kembali ? Apakah setan kepala melayang itu hanya merasuki Ismet saja dan tidak membunuhnya ? Bila memang begitu, itu artinya akulah yang telah membunuh temanku sendiri... Tapi walau bagaimanapun ia berusaha membunuhku, tindakanku sudah benar aku tidak perlu merasa bersalah, lagi pula bisa saja Ismet di rasuki oleh setan tersebut setelah ia tewas kan... Pikirku sambil menepis rasa bersalahku.

Perasaan lapar dan hausku sudah timbul kembali, kali ini lebih menghebat dari sebelumnya. Oh Tuhan kenapa rasa dahaga dan lapar ini masih saja ada ! jeritku dalam hati.

Aku menatap lama pada jasad Ismet yang ada di hadapanku.
Sebuah pikiran gila pun terlintas dalam benakku membuatku bertanya dalam hati

Sanggupkah aku memakan jasad temanku ini ?

Tunggu sebentar, bukankah aku sudah berada di lantai pertama ? itu artinya... ruang dapur dengan pintu merah marun itu berada di lorong ini bukan ? Ah..!! Tapi jaraknya cukup jauh dari tempatku sekarang, bila aku pergi untuk menemukan pintu merah marun itu ke sana, aku harus melewati jalan berantakan yang ku lalui bersama Ismet sebelumnya dan mungkin saja berbagai setan yang ikut mengejar kami di lorong atau ruangan di sana masih ada, berhadapan dengan makhluk-makhluk jahanam itu dalam kondisi kelaparan dan kehausan begini bukanlah ide yang bagus. Belum lagi sekarang lampu pada bangunan sialan ini juga sudah padam, membuat semuanya menjadi gelap seperti waktu pertama kali kami kemari.

Secara fisik, sepertinya aku merasa tidak sanggup untuk berjalan sejauh itu, karena aku sendiri merasakan tubuhku sudah sangat lemas seperti orang kekurangan air dan makan selama berhari-hari.

Posisiku kini sudah kembali duduk bersandar pada tembok lorong di dekat jasad tersebut dengan Pikiranku yang semakin kacau, pada saat yang bersamaan pula pandanganku sudah mulai kabur sementara rasa lapar dan haus ini terus meningkat. Akal sehatku perlahan-lahan mulai menghilang. Sebuah bisikan dari alam bawah sadarku terus mengatakan :

Makan saja, kau harus tetap hidup

hilangkan keraguanmu ! jika kau tidak memakannya kau akan mati kelaparan di sini !

Makan, makan, makan, makan, makan, makan !

"Mhmmm... Haaaah..." Aku menghela nafas panjang.

Explore (Jelajah) [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang