Explore 9 Kelaparan

161 16 0
                                    

Aku kembali menangis dengan posisi yang sudah meringkuk di lantai. Cukup lama aku menangis terisak-isak di lantai ruangan tersebut karena terkenang akan kekasihku, keluargaku, masalah-masalahku serta keadaan ku yang menyedihkan sekarang.

Perlahan aku mulai menggerakkan tubuhku untuk duduk bersandar pada sofa. Aku keluarkan ponsel dari tas pinggangku, kemudian melihat-lihat foto kekasihku di galeri ponsel dengan penuh tanda tanya besar dalam pikiranku.

Apakah tadi itu benar arwah dari kekasihku ? ia hadir untuk memberiku semangat agar tetap berjuang keluar dari tempat ini

Jika benar, mengapa arwahnya bisa berada di sini ? bukankah seharusnya berdasarkan ajaran agama yang aku yakini ia sudah berada di alam lain yang berbeda ? Tidak sudah pasti itu bukan dia, itu pasti setan penunggu tempat ini yang menyerupainya, tapi jika ia salah satu dari setan di bangunan ini mengapa aku masih hidup sampai sekarang ? bukankah seharusnya setan itu sudah membunuhku seperti teman-temanku yang lain ?

Lambat laun mataku mulai terasa berat, aku masih berusaha untuk tetap sadar dengan terus menatap layar ponselku sembari memikirkan kejadian yang baru saja terjadi, namun aku benar-benar tidak sanggup lagi menahan beratnya kelopak mataku, aku pun terlelap dengan sendirinya.

"Braaak !"

Pintu ruangan ini mendadak terbuka, menampilkan seorang pria sedang berdiri membelakangiku dengan posisi kepala berlawanan arah dari tubuhnya, menghadap ke arahku. Matanya yang putih menatapku dengan sangat mengerikan dan gigi kotornya terlihat menghiasi bagian dalam mulutnya yang sedang menyeringai lebar itu.

"Mengapa kalian meninggalkanku ?" tanyanya dengan suara berat yang menakutkan

"Ma- maafkan aku lil, aa-aku tidak bermaksud meninggalkanmu" jawabku dengan tergagap akibat ketakutan yang sudah menguasaiku, keringat dingin pun mulai membanjiri tubuhku

"Kau harus mati !!" setelah berkata begitu, kakinya mendadak melayang tidak menyentuh lantai kemudian melesat ke arahku dengan sangat cepat

"Aaaaaaaaaaaaaa.... !!!!"

"Hhah-Hah hah ..." Nafasku terengah-engah akibat mimpi buruk yang telah membangunkanku

"Jalil.." kataku dengan suara sedikit mendesah dan pelan sambil menutupkan wajahku dengan telapak tangan. Posisiku masih bersandar di sofa. Aku mulai merasakan pegal pada tubuhku akibat tertidur dengan posisi ini, entah sudah berapa lama aku tertidur. Ponselku tampak teronggok di lantai tidak jauh dariku, mungkin ponsel itu terlepas dari tanganku ketika aku terlelap. Aku mulai melihat ke arah pintu dengan perasaan tegang namun pintu itu masih tertutup, itu memang hanya mimpi pikirku.

Rasa lapar yang teramat sangat mulai timbul dalam diriku, aku pun mulai membuka tas Selempang Ditra yang ku ambil saat ia sudah tewas di dapur dengan harapan menemukan makanan di dalamnya namun, apa yang aku temukan hanyalah kamera mungil berwarna silver yang ia gunakan untuk merekam video explore kami, senter kecil ( aku menduga ini adalah senter cadangan, karena senternya yang ia pakai tidak ku ketahui berada di mana, mungkin tertinggal saat melarikan diri dari Jalil, sebab aku merasa tidak melihatnya memegang senter lagi setelah berada di ruangan tidur), power bank, pisau lipat kecil yang unik, mancis, earphone, dan sebuah ponsel android miliknya. Aku tidak memeriksa tasku sendiri karena barang yang kubawa juga tidak jauh berbeda dari yang di bawa Ditra.

Aku mulai berpikir betapa bodoh dan sembrononya kami tidak membawa persiapan dengan matang, bahkan makanan saja untuk bekal sebagai perjalanan jauh kemari tidak kami bawa. Aku benar-benar merasa kelaparan namun untuk keluar dari ruangan ini aku sangat takut, jadi aku berusaha tidak menghiraukan rasa laparku dengan melihat ponsel,

01.15
30 Juli 1942

tampilan layar depan ponselku menunjukan waktu yang janggal, hal ini membuatku ketakutan. Aku segera mematikan ponselku  dan menaruhnya ke tas yang melekat pada pinggangku, pisau lipat kecil milik Ditra sudah berada di tanganku, menempelkan benda tersebut pada pergelangan tanganku yang satunya.

Dinginnya tepian pisau yang tajam itu terasa di pergelanganku. Aku mencoba untuk mengirisnya, tapi aku tidak bisa. Aku tidak mampu membuat pisau itu bergerak mengiris tanganku melainkan hanya diam terpaku di situ saja

"Dasar pengecut ! kau hanya perlu mengirisnya dan merasakan sakit hanya untuk sesaat lalu semua ini akan berakhir !" dengan suara setengah berbisik aku memaki diriku sendiri

Aku tidak bisa.. percuma saja pikirku, jadi pisau itu hanya ku pegang dalam genggamanku untuk berjaga-jaga.
Seiring berlalunya sang waktu, rasa laparku semakin menghebat meskipun aku sudah meminum air yang tersisa setengah pada botol besar yang ada di ruangan ini hingga habis, itu tetap tidak bisa menghilangkan rasa laparku. Aku sendiri juga heran mengapa rasa lapar ini begitu menghebat padahal aku belum berhari-hari berada di sini. Tapi yang jelas saat ini aku memang sangat membutuhkan makanan.

Tidak ada pilihan lain, jika aku tidak mampu membunuh diriku maka itu artinya aku harus bertahan hidup dan keluar dari sini. Aku tidak akan membiarkan setan-setan ataupun kelaparan ini membunuhku.

Aku mulai bangkit
melihat-lihat ke sekeliling ruangan ini dan mencari-cari setiap sudutnya siapa tahu ada makanan di sana.

Tidak ada apapun yang bisa di makan di sini, aku juga mulai berpikir

Memangnya di tempat ini ada makanan ?

Oh ya... Ada kulkas besar di dapur tempat Ditra yang malang tewas sebelumnya tapi... haruskah aku kembali ke sana ? Setelah apa yang ku lewati sebelumnya.. mungkin di atas sini juga ada dapur hanya saja aku tidak tahu di mana letaknya.

Lagi pula pintu tidak dapat di buka sebelumnya jadi bagaimana aku bisa keluar dari ruangan ini untuk mencari makanan ?

Aku mendekati pintu itu untuk mencoba membukanya dan berharap pintu tersebut dapat di buka, tanganku yang gemetaran memutar grendel pintu

Kreeek

Pintu bisa di buka kembali, hal ini membuat hatiku senang bercampur takut. Lalu aku mulai melongokan kepalaku seperti sebelumnya, dari celah pintu yang sedikit itu. Kiri kanan lorong kosong

Perlahan-lahan aku keluar, lorong suram yang panjang seakan tidak berujung ini menjadi pemandanganku kembali. Dengan langkah-langkah cepat dan waspada aku terus bergerak ke depan, dadaku berdebar-debar sangat kencang betapa takutnya aku menyusuri lorong ini sendirian sementara rasa lapar terus membelit perutku begitu erat

Aku kemudian membuka perlahan pintu ruangan yang berada di kanan lorong tidak terlalu jauh dari ruangan yang ku tinggalkan sebelumnya.

"Ngiiiiik" suara pintu itu berdecit membuka.

Ruangan ini tampak lebih lengang dari ruangan-ruangan lainnya dengan karpet merah terhampar di lantai ruangan, tidak ada apapun di sini. Pada dindingnya yang menghadap pintu masuk terdapat kata-kata

DEMI TUHAN TOLONG SELAMATKAN KAMI

Kata-kata itu sepertinya di tulis dengan darah yang telah mengering. Pemandangan ini membuatku merasa terancam pada ruangan ini. Akupun menutup kembali pintunya dan terus berjalan di lorong, mencari ruangan ajaib yang menyimpan banyak makanan di dalamnya.

Aku kembali membuka pintu ruangan lain di sebelah kiri lorong, setelah cukup jauh meninggalkan ruangan kosong berkarpet merah tadi. Pada ruangan ini terdapat meja belajar berwarna putih berada dekat dengan pintu. Di sudut meja terdapat lampu belajar bersinar terang menyinari ruangan ini, ada juga mesin ketik terletak di tengah meja tersebut bersama kertas yang berserakan memenuhi meja dan lantai ruangan. Rak di meja itu berisi dengan dua buah buku, patung-patung tentara kecil dan jam weker yang menunjukan pukul satu lewat lima belas menit !! papan tulis putih tampak terpampang di dinding tidak jauh dari meja berlampu itu. Sebuah brankas besi yang tertutup pada meja kecil di sudut ruangan ini menarik perhatianku

Apa isinya ? Apakah ada makanan di dalam ? Atau benda berharga lainnya seperti emas dan tumpukan uang ?Aku pun melangkah ke dekat brankas itu. Saat ku coba membukanya ternyata benda itu terkunci. Lagi pula.. tidak mungkin makanan di taruh di sini dan kalaupun itu uang dan emas, apa gunanya sekarang ? pikirku. Aku tinggalkan brankas tersebut menuju meja belajar, ku tarik lacinya ada tumpukan kertas dengan sebuah kunci di atasnya. Ini mungkin kunci brankas itu pikirku, aku mengambil kunci tersebut dan mencoba membuka brankasnya.

Bersambung Ke Explore 10

Explore (Jelajah) [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang