Bohong, San tak kembali ke kamarnya, ia justru duduk dipagar beton pembatas area panti dengan area luar. Matanya memandang lurus kedepan, tapi otaknya berkeliaran kemana-mana. Ucapan Mingi tadi cukup menganggu.
"Gimana sih rasanya jadi anak orang kaya?"
"Seru ga sih kalo masa depan udah ditata rapi sama orang tua?"
Dan apa-apaan perumpamaan kapal tadi? Mingi hanya melihat dari sebelah sisi yang dapat dilihat, ia tak berusaha meletakkan dirinya disisi lain untuk melihat dari sudut pandang yang berbeda. Mungkin memang, hidup bergelimang harta orang tua adalah anugerah, tapi pernahkan terpikir apakah ia benar-benar menikmati hidupnya itu? San bahkan tak pernah bisa menjadi dirinya sendiri, kapal yang disediakan untuk nya adalah kapal rancangan orang tuanya tanpa ada campur tangannya, ia hidup sesuai jalan yang sudah dipilih orang tuanya. Bahkan mungkin jauh sebelum dirinya lahir kedua orang tuanya sudah menuliskan apa saja yang akan ia lakukan nanti.
Apa Mingi berpikir menyenangkan hidup diatur seperti itu? Apa menyenangkan lahir hanya untuk jadi perbandingan dengan sang Adik yang nyatanya memang jauh lebih pintar? Menyenangkan menjadi anak bodoh dan tidak berguna?
Bahkan diumur 25 ini San masih hidup di bawah bayang-bayang kedua orang tuanya, ia sudah melakukan berbagai macam kenakalan agar mereka menyerah dan lepas tangan perihal hidupnya. Tapi sekarang lihatlah, bukannya bebas ia justru dimasukkan kedalam panti sosial.
San ingin seperti teman-teman nya yang sudah hidup sendiri di apartemen dan rumah masing-masing, San ingin membangun masa depannya sendiri dan berjalan dengan kedua kakinya. Karna apa gunanya sebuah kesuksesan jika tidak bisa menjadi diri sendiri? Bukankah kesuksesan paling tinggi adalah menjadi diri sendiri?
"San." Ia melirik sinis, menemukan Yunho dan Mingi disana
"Maaf ya soal yang tadi, aku beneran cuma pengen nanya aja ga maksud nyinggung kamu." San tebak ini pasti ulah Yunho si pembaca pikiran
"Sans."
"Sans?"
"Santai."
"Oke, yuk." Mingi menarik tangan kekasihnya untuk duduk diatas pagar seperti yang San lakukan.
"Lah?" San bingung
"Kan tadi kamu nyuruh santai."
"Hadeh serah deh."
—————
Tok tok tok
"SANNN~"
"SANN?? HALLO? SUDAH PAGII! YUNHO BILANG BANGUNIN SAN!"
San tersenyum dalam tidurnya saat mendengar suara itu, meskipun nyawanya belum terkumpul semua tapi ia sudah bisa mengenali suara halus itu milik siapa.
"Wooyoung!" San memanggil dengan suara seraknya
"Huh?" Sisulung Kim itu terkekeh mendengar suara Wooyoung dari luar
"Wuyongieee!"
"San uda bangun?"
"Udahh~"
"Kenapa ga keluar?"
"Masi ngantuk~"
"Yunho bilang bangun San."
"Wuyo masuk dulu sini!"
"Pintunya dikunci."
"Kata siapa?"
"Kata Baba, semua pintu harus dikunci." San mengusap wajahnya "Engga! Pintu San ga dikunci, coba aja." Memamg sejak tinggal disana, San tak pernah mengunci pintu kamarnya, entahlah, mungkin karna sudah terbiasa dirumah.