Paginya, Yunho harus dengan besar hati pergi kekamar San untuk membangunkannya lagi, menunggu nya bersiap-siap dan pergi bersama menuju lapang utama tempat semua orang tengah berkumpul. Seharusnya San ke kantin untuk sarapan, tapi pemuda itu sudah terlambat.
"Duhh kaya anak TK." Keluhnya sambil mengacak-ngacak rambut frustasi. Tidak satupun gerakan sang instruktur yang ia ikuti, dirinya hanya sibuk mendecis sambil mengeluh ini dan itu, hingga pandangannya kembali dipertemukan dengan Wooyoung yang kini sangat bersemangat mengikuti senam pagi ini, ah atau mungkin ia sudah hafal dengan gerakannya. Dan tanpa disadari tubuhnya mengikuti gerakan yang Wooyoung lakukan
"Semangat banget." Kekeh Yunho, San segera mengalihkan pandangannya
"Sirik ae lu bangsat!" Yunho diam, bukan kah itu terlalu kasar?
"Ehh sorry Yun, kebiasaan." Pemuda tinggi itu mengangguk sambil tersenyum, dirinya cukup mengerti pasti sulit bagi San untuk meninggalkan cara berbicara nya sehari-hari di kota.
Selesai dengan senam mereka lanjut dengan kegiatan lain, sedangkan San pergi ke kantin untuk sarapan atas perintah Seonghwa. Disana sepi, tidak ada siapapun, San benar-benar sendirian.
"Serem juga kalo begini." Ucapnya sambil mengambil tiga buah sandwich, karena ia tidak akan merasa kenyang jika hanya memakan satu. San juga mengisi paper cup dengan kopi yang disediakan disana, setelahnya San keluar dan duduk di pinggiran koridor yang berhadapan langsung dengan kebun outdoor tempat mereka menanam berbagai jenis tumbuh-tumbuhan.
"Not bad." Ucapnya setelah menghabiskan satu sandwich dan dilanjutkan dengan sandwich yang kedua.
"Pengurus baru?" San terdiam beberapa detik sebelum mengangkat kepalanya untuk melihat siapa orang yang bertanya dengan nada sombongnya.
"Huh?" San menjawab sambil menautkan alisnya kesal
"Owh, lo dari mana?"
"Dari mana? Ya dari tadi lah gue disini."
"Bukan tolol, maksud gue lo dari kota mana? Kenapa sampe mau kerja disini?" San mulai kesal, pria berperawakan seperti preman pasar ini benar-benar sangat menyebalkan.
"Ateez, napa lo?"
"Owh dulu gue pernah kesana." San memalingkan wajahnya, apa-apaan percakapan ini?
"Dahlah, ga peduli gue lo mau pernah kesana apa kaga." San bangkit dari duduknya sambil membawa sisa sandwich dan juga kopinya, terlalu menyebalkan jika harus berada didekat preman pasar itu.
"Liat kan? Gue yang paling berani disini? Hahaha." San berbalik dan menemukan pria itu yang tengah dikerumuni para penghuni lain
"Tsk, dikira keren apa?" San menggelengkan kepalanya tidak ingin ambil pusing dengan pria yang ternyata cuma pansos.
—————
Hari ini San bertugas untuk mengawasi para mitra di bengkel, yaa para penghuni panti sosial ternyata dipanggil dengan sebutan mitra.
"Pak San." San melirik tak senang, embel-embel Pak itu terlalu tua untuk dirinya yang bahkan belum menikah
"Kak San, jangan Pak."
"Tapi biasanya pengurus disini dipanggil Pak." Protes wanita berambut pendek itu
"Ya kalo sama gu- saya manggil Kak!"
"Iya deh Kak, itu mesin buat ngisi angin ban nya ga bisa dipake."
"Kok ga bisa?" Wanita itu menaikkan kedua bahunya, lalu dengan berat hati San berdiri dari duduknya dan menghampiri sekumpulan orang yang tengah sibuk menatap sekeliling generator tersebut seolah kesalahan terjadi pada mesin tersebut dan bukannya otak mereka.
