11 • Bukan Siapa-siapa

288 73 173
                                    

Ray membaringkan tubuhnya pelan di kasur lipatnya. Ia berusaha mengatur napas untuk mampir ke alam mimpi.

Meskipun mereka saling membelakangi, Ray tau gadis itu tidak baik-baik saja. Meskipun ia sudah berusaha memejamkan matanya, isakan gadis itu tetap terdengar di telinganya sepanjang malam.

🌹🌹🌹

"Ray, sarapannya udah."

Ray mengiakan. Tangannya telaten merapikan kerah kemeja di luar sweater kerah lebarnya. Menyadari ada pantulan Azzura di cermin tempatnya berkaca.

Gadis itu terlihat seperti biasa.

Belajar dari pengalaman, Ray tidak ingin terlihat begitu panik atau benar-benar mengkhawatirkan Azzura. Jika ingin mencari tau, perlu ketenangan dan pendekatan yang tepat.

Dan tentu, harus dengan pertanyaan yang terkesan "sewajarnya."

"Kamu udah lebih baik?"

"Ya."

Otaknya berputar menyusun kalimatnya sebaik mungkin agar tidak menyinggung Azzura.

"Kamu kemarin malam ke mana?"

Tubuhnya duduk di ujung sisi kasur. Mengusap bagian bawah matanya yang sedikit membengkak.

"Maaf, aku lagi gak mau bahas itu."

"Hm, oke."

Sepertinya memang tidak bisa. Lebih baik Ray berhenti menanyakannya.

Azzura tak banyak bicara. Yang ia lakukan sekarang adalah menunggu Ray bersiap, sarapan, dan pergi bersama.

"Diskusi projeknya gimana kemarin, Ra?"

Azzura mendelik. Tatapan tajamnya membuat Ray merinding.

"Aku salah tanya lagi, ya?"

Wajah ragu dari bujang Rima itu membuatnya merasa bersalah. Astaga, Azzura nyaris kehilangan pengendalian dirinya. Ray tidak tau apa-apa tentang masalahnya dengan Rion, ia tak seharusnya berlebihan.

"Soal itu lancar. Hari ini aku akan fokus selesaikan EYD naskahnya hingga terakhir biar tau perkembangan ke depannya."

"Kalau kamu, aku gak ragu," pujinya.

Azzura malah menggeleng. "Cuma menjalankan tugas sebagaimana harusnya."

Belum lama suasana mereka sedikit menghangat, dering dari salah satu telepon genggam di kamar itu menginsterupsi.

Si pemuda melirik singkat, tidak berniat menghentikan nada dering itu.

"Kenapa gak angkat teleponnya?" Azzura tau betul, nada itu bukan berasal dari miliknya.

Tertegak di dekat Azzura, Ray mengabaikannya.

"Nanti aja."

Azzura menaikkan alisnya. Mengapa Ray tampak sengaja tak mengangkatnya? Padahal dirinya belum mengecek alamat asal panggilan itu.

"Angkat aja, gak apa. Atau perlu aku keluar dulu?" Ray memberikan tanda-tanda penolakan.

Nada dering berulang menggema di ruang tidur sunyi. Apa Ray tidak terganggu berkali-kali dihubungi? Itu tidak mungkin, kecuali ...

Sudut kiri indera pengecapnya bergerak naik.

"Itu pasti dari Hana, 'kan?"

"Ya," balasnya pasrah.

Ray yakin tidak ada kemungkinan lain jika waktunya sepagi ini. Kebiasaan buruk gadis itu sejak kecil terbawa sampai sekarang. Azzura ada benarnya juga, mungkin sebaiknya ia lihat sekali lewat dulu.

La Vie en Rose | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang