Ruangan khusus pegawai itu hari ini disulap seakan menjadi auditorium pesta. Tulisan gantung, balon-balon, makanan serta minuman bersoda tampak meramaikan acara Thanksgiving tersebut.
"Bersulang!" Seorang laki-laki menyatukan gelas dengan teman-temannya, menimbulkan suara berdenting.
Ledakan confetti mengagetkan gadis yang belum terbiasa dengan suasana kerja barunya.
"Selamat untuk proyek novel kita! Aku yakin ini pasti akan jadi novel sukses!"
Rayen Arkanais, sang supervisor perusahaan, menyipitkan matanya. Perusahaan percetakan novel mereka ternyata cukup diminati dan populer di kalangan para novelis. Terbukti, baru saja mereka merilis perdana buku "Pluviophile" yang tengah menjadi perbincangan remaja.
"Yes! Mantap!" Gadis yang akrab disapa Carina itu mendekati Ray, "makan, makan, nih! Jangan lupa, bosku!"
Seisi ruangan tertawa menanggapinya. Sudah terbiasa jika mendengar kalimat candaan semacam itu keluar dari seorang Carina.
"Makan aja yang kamu pikirin, Rin," sahut seorang yang lain.
Masih berusaha meredakan tawanya, Carina mengedarkan pandangannya. Tak sengaja, matanya menangkap sosok yang tampak sedikit gugup di sudut tempat itu.
"Kenapa di sini sendirian, sih? Gabung, yuk!"
Tubuhnya sedikit terlonjak, terkejut dengan kehadiran Carina.
"Eh, iya. Gak apa, kok."
Sembari mengajak anak baru itu agar duduk di sisinya, Carina menghela napas.
"Wajar, sih. Masih baru." Wajahnya seakan ikut lelah.
Baru ia berpikir bahwa Carina ternyata bisa tenang juga, kalimat selanjutnya membatalkan semua persepsi.
"Yep, masih baru. Masih belum bisa rusuh dan ajeb-ajeb."
Setidaknya, kini suasana hatinya membaik dan Carina berhasil mencairkan rasa canggung.
Carina tersenyum manis, "oh iya, kamu Azzura, 'kan? Aku Carina. Kita selama sebulan ini jarang ngobrol, ya. Sibuk kerja."
"Iya. Frederica Azzura, panggil Azzura aja. Semoga kita bisa akrab sehabis ini. Mohon bantuannya juga, ya."
"Jangan formal gitu, ah! Santai aja," balas Carina seraya menyodorkan sekaleng minuman berwarna hitam ke arah lawan bicaranya.
Menerima pemberiaan gadis itu, Azzura sedikit meringis pelan. "Udah kebiasaan, Rin."
"Rin, di sini-"
Belum sempat menyampaikan pertanyaan untuk Carina, suara pengeras suara yang nyaring menganggu pendengaran mereka.
Ray, entah sejak kapan, sudah berdiri di belakang kursi Azzura.
"Ih, ganggu aja!" Decakan sebal sengaja Carina tujukan untuk pria tersebut.
Yang diajak bicara tidak menyahut.
"Nyanyi, yuk! Karaoke lagu lama bareng! Udah disetel mikrofon sama speaker-nya."Dasar atasan gila! Carina menggerutu sendiri. Mana ada atasan di tempat lain yang lebih sok akrab dengan pekerjanya dibandingkan dengan Ray.
"Azzura," panggilnya tiba-tiba.
Refleks, Azzura menatap Ray dengan tegang.
"Iya, ada apa, Kak?"
Sial. Ia terlalu gugup dan canggung sampai lupa bahwa ia tengah berada di acara sesantai ini.
"Udah aku bilangin, gak usah pakai 'Kak'. Kita seumuran, loh, Ra." Lucu juga melihat anak gadis ini. Ray tidak menyangka, ternyata Azzura benar-benar tidak cocok dengan acara dengan gaya kasual.
KAMU SEDANG MEMBACA
La Vie en Rose | ✔
Ficción GeneralHighest rank #1 sastraindonesia (12/06/2023) #1 azzura (02/10/2023) #2 kontrak (05/01/2024) #3 yaindonesia (04/01/2024) #3 bali (19/05/2023) #9 comfort (12/05/2023) #10 ray (13/09/2023) #26 kimsoohyun (29/05/2023) #27 kantor (12/05/2023) #27 mantan...