10½ • Yang Terlupakan

281 72 196
                                    

Flashback Part
Yang Terlupakan: Rion & Azzura

🌹🌹🌹

Denpasar, 2015

Seluruh mikrofon dan headphone tertata rapi di tempat semula. Begitupula dengan audio mixer yang sudah dimatikan. Terakhir, Azzura merapikan berkas skrip di lemari arsip. Bibirnya melengkung ke atas ketika menyelesaikan pekerjaannya.

"Pukul empat sore. Ruangan ini seharusnya gak dipakai lagi." Gadis 18 tahun itu bermonolog.

Beberapa menit yang lalu, mereka telah menyelesaikan sesi siaran Universitas Udayana yang terakhir hari ini.

Siaran? Yep.

Karena minatnya dengan dunia kepenulisan, Azzura tidak ragu untuk mendaftar ke unit radio komunitas di universitas ini. Memang bukan penyiar, tapi sebagai seorang script writer*.

Sebelum pulang, Azzura memutuskan untuk rehat sejenak. Mungkin sekedar membaca beberapa bab buku yang ia pinjam dari perpustakaan.

Lambat-lambat, terdengar suara pintu berderit. Pelakunya bernapas lega, berjongkok dengan posisi bersandar di balik pintu.

Kegiatan menenangkan dirinya terganggu oleh karena bunyi gesekan kertas berulang di sekitarnya. Ia memalingkan muka. Matanya terbuka lebih lebar.

"Eh?"

Dia tidak sendiri di sini?

Pemuda itu segera berdiri gugup. Tindakannya mengakibatkan sosok lain itu ikut menoleh kepadanya.

Tadi Azzura semacam merasakan ada pergerakkan lain di ruangan itu, namun ia menganggapnya halusinasi.

Sekarang ketika benar-benar sadar, siapa laki-laki muda yang ada bersamanya? Sejak kapan ada mahasiswa lain yang berada di sini?

"Anu- hai." Yang ditatap Azzura bereaksi.

Gadis Bali itu menaikkan bingkai kacamata. Kelopaknya mengedip dua kali.

Bertatap-tatapan agak lama, remaja tersebut bergumam.

"Sorry, aku ganggu, ya?"

"Gak. Ruangan ini kan bukan punyaku, siapa aja bebas masuk."

Ia terkesima dengan gaya Azzura yang apa adanya, lalu menjulurkan tangannya ke dekat dara manis itu.

"Oh, iya. Kenalin aku Orion."

Jabatnya menggantung sementara waktu, tak kunjung disambut.

"Aku Frederica Azzura." Ia berangguk dengan sopan. Dia kembali mengarahkan matanya ke deretan kata di genggamnya. Mengabaikan segala hal.

"Nama yang bagus. Salam kenal, Frederica."

Baiklah, panggilan itu terdengar tidak cocok di telinganya. Sama sekali tidak nyaman dan terasa asing.

"Panggil Azzura aja," sarannya.

"Azzura? Kamu bisa panggil aku Rion aja kalo gitu."

Rion menyentuh kursi di seberang Azzura. "Aku boleh duduk di sini?"

"Silakan."

Mereka berakhir tanpa suara. Azzura tidak menggubrisnya. Lagi-lagi Rion memulai obrolan.

"Anggota UKM ini, ya?"

Azzura membatasi halaman buku yang ia baca.

"Iya."

Meninjau dari gelagat Rion, Azzura mengutarakan rasa ingin tahunya.

La Vie en Rose | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang