10 • Inisial R

301 80 184
                                    

Dibalik datarnya ekspresi Azzura saat ini, ia tak sabar bertemu salah satu penulis novel best seller se-Indonesia itu. Apalagi baru-baru ini ia selesai membaca cerita pertamanya.

Untuk pertama kalinya, suara pemuda itu memenuhi ruangan.

"Terima kasih. Semoga projek kita bisa berjalan dengan baik, ya."

Sontak, diangkatnya wajah menatap sang pemilik suara.

Gebu-gebu dari dadanya hilang entah kemana. Tangan Azzura melemas, ia terbata.

"Ri-on?"

"Azzura." Sepasang kaki yang baru saja tiba di kantor Larose Publishing itu melemas. Ada sebagian hatinya yang bergetar.

Mendengar sapaan asing dari Azzura, Ray menimpali, "Rion?"

"Ah, iya. Kenalkan, aku Rion. Lebih lengkapnya Orion adalah nama asliku," katanya dengan mata yang tetap mengarah ke gadis yang sama.

Ray mengambil sedikit waktu untuk menanggapi situasinya. Dua orang ini bersitatap dengan tatapan yang berbeda.

Perempuan antara dua pemuda tersebut tak bereaksi banyak. Keduanya maniknya terpaku menatap Rion. Belum bisa mempercayai apa yang baru saja ia lihat.

"Kalian saling kenal?" Si supervisor tidak menutupi rasa ingin tahunya.

"Bisa dibilang begitu. Dulu, kami-"

"Teman kuliah." Sebelum Rion menyelesaikan kalimatnya, Azzura keburu memberi jawaban spontannya.

Rion tersenyum simpul mendengarnya, "ya. Teman kuliah. Kebetulan waktu itu ada ambil satu mata kuliah yang sama."

Meski masih menaruh curiga terhadap kecanggungan mereka, Ray berusaha percaya dan tidak memusingkan apapun.

"Oh, bagus! Kebetulan juga, Azzura ini editor kami. Jadi pas kalo kalian saling kenal, bakal lebih mudah."

Mudah? Rion terkekeh.

"Iya, semoga begitu." Ia tidak bisa berharap terlalu banyak.

"Jadi, mulai darimana?" tanya Rion mencairkan suasana.

"Mungkin baca naskah, biar saling tahu premis dan alur ceritanya. Kamu bawa file naskah jadinya?"

"Bawa," respon penulis muda itu sembari menggoyangkan flashdisk di tangannya.

"Oke." Ray berganti fokus ke Azzura, "Ra, tolong kamu cek dulu, ya."

Pikirannya meracau kemana-mana. Untung saja Azzura cepat kembali ke kesadarannya.
"Baik, akan aku kerjakan. Mari."

Azzura membawa Rion, klien barunya itu, ke meja editing-nya. Belum ada semenit ia duduk, Rion terlebih dahulu berbicara.

"Azzura, ki-"

"Maaf. Naskahnya yang mana?"

"Yang ini." Dia menunjuk salah satu file dari flashdisk yang terbaca di perangkat canggih itu. Setelahnya, ia tidak menyerah untuk kembali membelokkan topik pembicaraan mereka.

"Ra, aku tau-"

"Baik kalau begitu. Aku bakal baca naskahnya dulu, ya. Nanti kalau ada kesalahan pengetikkan, plot hole, dan lain sebagainya, akan dikabarkan."

Rion menghela napas berat. Gadis ini keras kepala dan sedikit menyebalkan sekarang.

"Azzura," panggil Rion. Rautnya serius.

Dirinya yang sedang menjelajahi naskah menegang. Cicitan ragu keluar dari bibirnya ketika secara tak sadar ia sudah kembali melihat ke wajah Rion.

"Ya?"

La Vie en Rose | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang