15 • Rendezvous

230 66 113
                                    

Tanpa ragu, pemuda itu mengangguk. Ia tahu, jika Hana benar-benar berubah menjadi gadis keji pun, gadis itu tidak mungkin memanggil tanpa alasan.

"Mama Rima minta aku untuk bawa kamu pulang."

"Ck." Mengetahui sang ibu lagi-lagi turut terlibat, ia mendecak tak suka, "untuk apa?"

Hana kembali menunduk.

"Mama bilang ... kita harus segera menikah."

Apa-apaan itu?

Bukankah urusan seperti ini menyangkut masa depannya, keputusannya? Rima seharusnya percaya bahwa ia bisa mengurusi hidupnya sendiri. Jangan-jangan Rima lupa kalau usia Ray telah melewati kepala dua.

"Mama bertindak terlalu jauh," gerutu Ray.

Hana mengerti sekali perasaan pemuda idaman itu. Ray tidak suka diatur. Hidupnya yang bebas terusik oleh campur tangan sang ibu, dan sekarang dia ikut memperkeruh.

"Aku gak maksud bebanin kamu, tapi pesan mama Rima ini udah terlalu lama aku tunda-tunda. Aku gak mau bikin beliau tambah kecewa."

Ray bangkit berdiri. Memerhatikan gestur Hana yang tidak sesemangat sebelumnya.

Hei, selain untuk dirinya sendiri, Hana juga mengorbankan kesabarannya untuk dia. Yang kesulitan menghadapi ibunya adalah gadis ini.

"Hm. Kalo gitu kita cari jalan tengahnya."

Binarnya meredup. "Kamu datang?"

Sembari menggeleng, Ray mengambil waktunya. Pemuda itu menatap Hana, mendapatkan secercah solusi terbaik untuk sementara waktu.

Aku harus tetap berjuang. Jangan goyah, teguhnya.

Dia harus berusaha untuk masa depannya, untuk Azzura.

"Maaf, aku harus minta tolong lagi sama kamu." Pandangannya serius.

"Sampaikan ke mama Rima. Aku akan ke sana secepatnya setelah masalahku reda. Kali ini, mama bisa pegang omongan aku."

"Okay,"  sahut gadis itu pelan.

Ray menggoyangkan kunci mobilnya, "aku udah boleh pulang?"

Sekujur tubuhnya dingin, padahal udara malam tak begitu kencang. Hana tidak ingin menerka-nerka tentang tanggapan Ray ke depannya. Yang pasti dia merasa kesempatannya menipis untuk ke sekian kali.

"Ya. Thank you udah datang ke sini."

Ray melayangkan senyum singkat. Berniat langsung melakukan kendaraan roda empatnya.

"Ray."

"Hm?"

Ah, tubuhnya bekerja sendiri. Dijauhkannya tubuhnya, merutuki gejolak aneh yang menggebu di dadanya. Menahan pergelangan pemuda itu dan berpikir tentang keinginan untuk mengecup pipi Ray, beruntung Hana tidak benar-benar melakukannya. Atau Ray malah akan membencinya.

Telanjur jatuh pada perasaan, dirinya memang keterlaluan.

"Hati-hati di jalan, ya?"

Singkat sekali. Dengan anggukan, Ray langsung berlalu. Bersamaan dengan itu, bibir Sahana memetakan sudut yang sama dengan sabit di langit malam.

Ray tidak menangkap perasaannya dari salam itu. Pesan terakhirnya sebatas basa-basi di telinga. Hana tak sampai hati menandaskan potongan kalimat yang terputus. Biar ia rahasiakan rapat-rapat.

Hati-hati di jalan, ya. Karena jalan kita sudah berbeda, aku tidak akan berbuat banyak selain menunggu dan ikut alur.

🌹🌹🌹

La Vie en Rose | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang