19 • Melawan Restu

223 55 103
                                    

Hana menata pelafalannya di depan Rima. Sedikit 'menyenangkan' Rima untuk saat ini.

"Hana dengan senang hati menjalaninya, tapi untuk sementara .... " Hana bersitatap dengan Ray. Kalimatnya menggantung di langit-langit rumah.

"Hana perlu waktu berpikir, Ma."

🌹🌹🌹

Featured Song

🌹🌹🌹

Rumah besar itu kehilangan seluruh warna.

Sejak Hana menjawab pernyataan Rima dengan satu kalimat, tak ada satu pun suara yang terdengar. Empat sosok dewasa bergerak ke penjuru yang berbeda-beda, sibuk dengan problematika masing-masing.

Bahkan hingga langit mulai menggelap, atmosfer serba salah tidak terelakkan.

Hana, Ray, dan Azzura berdiri di pintu utama kediaman Arkanais.

"Kalian sudah pada mau pulang?"

Ibu satu anak itu bergantian melihat ketiga muda-mudi.

Ray mewakili. "Sepertinya begitu, Ma."

Mendengar itu, Rima membuang helaan napas berat.

"Hana juga?"

Yang ditanya mengangguk kaku. "Iya, Ma."

"Kamu pergi sendiri? Bukankah lebih baik kalau kamu menginap? Sekalian kalau lagi gak ada Ray, Mama gak bisa cerita ke siapa-siapa."

Di mata Ray, Hana terlihat cemas. Tak tahu perihal apa.

"Em, maaf, Ma. Kayaknya untuk sekarang aku lebih baik pulang."

Gugup, Hana membenarkan posisi tote bag floral di pundak.

Ia sadar jawabannya tidak menunjukan kejelasan, tapi bagaimana lagi? Dirinya sedang kusut memikirkan hal lain di luar dalih-dalih yang lebih baik dari itu.

Kerutan tercipta di ujung-ujung kelopaknya. Rima berusaha mewajari, meski yang hatinya dengan kurang ajar meminta sebaliknya.

"Tidak apa-apa." Rima mencoba tersenyum seraya menyabitkan mata. Tanpa ia ketahui, kedua alisnya malah menurun.

"Dari dulu, penolakan itu selalu ada, ya."

Saat merasa sudah cukup pun, aku masih harus merasakannya. Harusnya sekarang aku terbiasa, pikirnya.

Sahana membeku di tempat. Perasaannya semakin memburuk setelah Rima menandaskan bagiannya.

Yang tengah dia hadapi adalah Rima. Hana tidak buta akan apa saja yang dilalui sosok ibu keduanya itu.

Tahun-tahun pernah menjadi sulit untuk seorang setegar Rima.

"Mama Rima."

Kalimat demi kalimat Hana merapuh. Demi mengobati perasaan Rima juga untuk kebaikan hatinya sendiri, berada di kediaman Ray lumayan tepat juga. Mungkin.

Sebab bagi Hana, jika serumit ini, bermalam di mana saja akan sama saja.

"Mungkin udah terlalu malam untuk pulang. Aku pikir gak ada salahnya juga bermalam di sini, sama Mama Rima."

Hana paksakan untuk menarik bibir ke atas.

Bukan, tentu bukan karena ia tak ikhlas menerima tawaran terbuka dari Rima. Ini hanya soal dirinya yang masih merasa tidak enak hati sempat-sempatnya menolak itu pertama tadi. Padahal kondisinya sedang ruwet.

La Vie en Rose | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang