Sheremetyevo Internasional Airport.
“Lan, kamu sama Rio ambil bagasi dulu, ya? Aku tunggu di coffee shop. Butuh kafein, nih!” Ayudia meraih sebuah paper bag, dan memakai tas selempang nya.
“Okey, Mbak. Siap!” Wulan, sang asisten dan Rio sang fotografer mengacungkan jempolnya.
Ayudia tersenyum lebar, bergerak meninggalkan keduanya. Ia melangkahkan kakinya dengan cepat ke arah coffee shop. Kepalanya benar-benar pusing karena jetlag. Sembari merapatkan mantelnya, ia meraih ponsel yang berada di tas selempang nya, dan mengaktifkannya.
Notifikasi chat, bahkan panggilan tak terjawab memenuhi layar ponselnya. Ia mengernyit, ada satu grup baru yang ada pada aplikasi WhatsApp nya. Memilih abai, dan mengembalikan ponsel ke dalam tasnya.
“один американо (odin americano = satu americano),” ucapnya di depan coffee bar. Ayudia benar-benar membutuhkan kopi untuk membuatnya tetap waras di kala otak dan tubuhnya mulai membeku.
“один эспрессо (Odin espresso = satu espresso),” ucap seorang lelaki di belakang Ayudia, membuatnya sontak menoleh ke belakang.
“Извините меня (izvineta venya = permisi),” lelaki di belakang Ayudia itu tersenyum sembari mengangguk sopan, meski hanya sekilas.
Ayudia terkesiap, tak menyangka akan bertemu dengan lelaki ini di sini. Dari puluhan negara, ratusan bandara, kenapa harus dia yang di sini? Ayudia segera menyingkir setelah mendapatkan cup kopinya. Ia memilih duduk di ujung coffee shop sembari menenangkan jantungnya yang masih saja berulah.
Meski nyatanya, lelaki itu benar-benar tak mengenali Ayudia, saat ini. Well, siapa sih kamu, Yu. Cuma cewek yang mampir lewat buat dia. Nggak ada artinya, nggak bakal diinget juga.
Dihembuskannya napasnya dalam-dalam, sebelum menyesap kafeinnya. Netranya tak lepas dari punggung lelaki di depan sana yang tengah sibuk dengan iPad nya.
“Ngeliatin siapa, sih, Mbak? Serius banget?” teguran Wulan membuat Ayudia otomatis mengalihkan pandangannya.
“Eh-oh, tuh! Nggak nyangka ketemu di sini!” Ayu menunjuk dengan dagunya, ke arah seseorang yang diamatinya sedari tadi.
Wulan dan Rio seketika menoleh, melihat ke arah yang dituju Ayudia.
“Siapa, sih, Mbak? Nggak jelas dari belakang.”
“Kayak Mahesa Bagaskara,” tebak Rio.
“Right!” Ayu mengarahkan telunjuknya ke arah Rio.
Mata Wulan seketika membulat, bahkan mulutnya juga terbuka, kembali mengamati seseorang di seberang sana dengan terang-terangan.
“Demi apah?! O-M-G, mimpi apa gue semalem, Mas Yo?” Wulan menyerahkan lengannya di depan wajah Rio. “Cubit, Mas Yo! Cubit, gue! Biar tahu, gue mimpi apa, enggak!” perintahnya yang segera dieksekusi oleh Rio tanpa basa-basi.
“Augh! Sialan, Lo, Mas Yo. Sakit, tau!” rutuknya, yang membuat Ayu dan Rio tergelak.
“Nggak nyangka bisa ketemu orangnya langsung, biasanya cuma lihat di papan reklame.” Wulan tak henti-hentinya menatap Mahesa dari belakang.