CHAPTER 17

72 8 9
                                    

Sepulang sekolah, berita tidak enak kembali mengguncang hatiku. Ayah terbaring di ruang ICU saat perjalanan menjemputku disekolah. Itu yang di ceritakan ibu tiriku, tante Anna. Dengan tamparan keras di pipiku saat aku tiba di Rumah sakit.

Anna: "andai kamu tidak kesal padanya, dia gak akan menomerduakan aku dan anakku hanya untuk bujuk kamu tinggal bersama kami!"


Anna: "andai kamu tidak kesal padanya, dia gak akan menomerduakan aku dan anakku hanya untuk bujuk kamu tinggal bersama kami!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dewa: "tante, tenang... Rara sudah..."

Anna: "tenang kamu bilang? Suamiku kehabisan darah, dokter bilang benturanya sangat keras, dan hiks hiks, gara-gara anak ini susah menyetujui untuk tinggal bersama saya, dia antusias untuk membujuknya sampai kecelakaan ini terjadi"

Aku mematung tak bisa berkata apa-apa. Selain menangis dan menahan emosiku pada Tante Anna. Tak lama dari itu, dokter keluar dari ruang ICU.

Dokter: "Yang bernama Dilra yang mana?"

Dilra: "Saya dok" ucapku antusias

Dokter: "ikut saya"

Aku mengikuti dokter masuk kedalam ruangan Ayah. Disana Ayah sangat tersiksa, tapi alat-alat selang dan lain-lain sudah dilepas. Aku bahagia, mungkin ayah sudah lewat masa kritisnya. Aku tersenyum menggenggam tangan Ayah, ayah juga tersenyum padaku.

Ayah: "Dilra, dengerin Ayah"

Dilra: "iya, apa ayah?"

Ayah: "Ayah harap kamu mau tinggal bersama Anna dan adikmu di Rumah Ayah"

Dilra: "Iya, Dilra janji. Makanya Ayah harus sembuh, biar kita bisa kumpul lagi"

Ayah hanya tersenyum sambil mengusap kepalaku. Aku kembali sedih, ayah sangat terlihat pucat dan tanganya juga terasa dingin.

Ayah: "Tolong panggil Anna kesini"

Aku tersenyum mengangguk, dan memeluk Ayah sebentar, lalu keluar.
Diluar, aku langsung di datangi tante Anna.

Anna: "gimana? Ayah kamu sudah sadar?"

Aku tersenyum dan mengusap punggungnya.

Dilra: "sudah, Ayah mau ketemu Tante katanya"

Tante Anna sangat bahagia, ia langsung masuk ke ruangan Ayah. Tak lama dari itu, malah suara jeritan tangis Tante dari dalam. Saat aku dan Dewa akan masuk, kami di hadang oleh dua perawat, di susul dokter yang membawa Tante Anna keluar.

Tante: "Dilraaa, dia udah gak ada hiks hiks"

Kami berdua saling berpelukan, tante Anna juga menyesalkan bagaimana ia menjelaskan kepergian Ayah pada Boy anaknya.

Dilra: "Aku akan bantu jelaskan"

.................................................................

Di pemakaman, kami melepas Ayah dengan ikhlas. Air mata sudah kami habiskan sejak tadi di Rumah sakit. Jadi, sampai pemakaman, air mata kami sudah tak keluar lagi. Boy masih kecil, entah ia belum mengerti arti kehilangan, atau memang dia lebih kuat dari kami. Dia tidak menangis, hanya memainkan air di atas pusaran Ayah.

DEWA KELINCITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang