eightteen - deep

1.2K 189 0
                                    

Semua orang merindukan senyuman itu. Keceriaan Jungkook dan juga suara tertawanya. Ini adalah minggu pertama setelah pemakaman sang ayah dan kondisi Jungkook belum juga berubah.

Yoongi sedang memperhatikan Jungkook yang sedang duduk didepan psikiater yang sudah lama menanganinya, Eulji Hae Yi. Wanita itu dengan sabar berbicara dan melakukan pendekatan pada Jungkook. Tidak mudah, sampai detik ini pun masih belum. Jungkook masih sangat tertutup padanya.

"Jungkook-ah, apa kau tetap akan menyimpan semua itu didalam kepalamu sendiri?"

Jungkook tetap menunduk.

"Apa kau benar-benar bisa memendam semuanya sendiri?"

Jungkook tetap diam.

"Ingat semua orang yang sangat menyayangimu, hm?" bujuk Eulji untuk kesekian kalinya yang hanya dijawab dengan diamnya Jungkook.

"Orang-orang..." kalimat Jungkook terjeda dengan kedua jemari yang ia mainkan secara acak. Itu adalah ciri khas dari seseorang dengan keterbatasan seperti dirinya. Kesulitan fokus dan menemukan kata-kata.

Sayangnya, Jungkook kembali menunduk dan tidak melanjutkan kalimatnya.

Eulji tidak memaksa, dia mencoba untuk menyelami isi fikiran Jungkook. "Orang-orang juga selalu menyembunyikan masalahnya sendiri, Jungkook-ah. Tapi ada yang bisa dan ada yang tidak bisa. Ada yang harus disimpan sendiri, ada yang harus dibagi dengan orang lain"

Jungkook menggeleng keras beberapa kali, mencoba untuk memahami kalimat yang diucapkan oleh perempuan yang mungkin seusia kakaknya itu.

"Aku sangat percaya padamu, Jungkook-ah. Kau selama ini mencoba bertahan dan itu sangat bagus. Kau sudah mengerjakan hal yang baik. Lalu mengapa kau terus menunduk seperti ini? Tidak ada yang harus kau khawatirkan lagi" bujuk Eulji untuk kesekian kalinya.

"Orang-orang membenci Yoon Hyung, karena Jungkook"

Eulji tersenyum lembut dan menepuk bahu Jungkook beberapa kali, "apakah bagi Yoongi orang-orang itu sangat berarti sampai dia menyalahkanmu sebagai adiknya?" tanya Eulji yang mulai memancing isi hati Jungkook.

"Jungkook tidak tau. Yang jelas sakit sekali"

"Sakit? Dimana?"

Jungkook meremat dadanya sendiri dan ia mengangkat sedikit wajahnya meskipun poni rambut yang memanjang itu masih menutupi separuh wajah miliknya.

"Jungkook-ah, berapa hari kau tidak tidur? Astaga" Eulji yang setengah terkejut itu juga membuat Yoongi mendekat pada Jungkook.

"Kook, bagaimana bisa? Argh!" sesal Yoongi setelah melihat wajah kuyu Jungkook dengan kantung mata yang begitu hitam dan bola mata yang kemerahan. Menandakan Jungkook sangat lelah.

"Yoongi, aku rasa sampai disini saja dulu. Jungkook tidak mungkin mengikuti terapi lagi hari ini. Pastikan dia beristirahat cukup dan buat dia memikirkan hal yang menyenangkan. Itu saja untuk saat ini"

"Terima kasih"

***

"Sekali saja, lihat kemari, Kook" pinta Yoongi yang justru membuat Jungkook memejamkan kedua matanya.

Yoongi beralih untuk duduk dikursi belajar Jungkook sementara adiknya masih duduk dipinggir kasur dengan kepala yang masih saja menunduk.

"Apa lehermu tidak sakit menunduk terus seperti itu?" tanya Yoongi dengan nada bicara yang sedikit dibuat-buat tetapi hatinya juga sangat khawatir.

"Disini sakit" kata Jungkook sambil meremat kembali permukaan dadanya.

"Sekarang Jungkook bisa membayangkan bagaimana sakitnya Yoon Hyung melihat Jungkook kesakitan seperti itu?"

Jungkook membuka kelopak matanya dan melirik keatas, tepatnya mencoba untuk melihat wajah kakaknya.

"Apa karena ombak besar itu? Apa karena Hyung yang membuat Jungkook sakit seperti ini?"

Jungkook menggeleng. "Yoon Hyung akan hancur jika mengetahuinya. Jungkook tidak mau" jawab Jungkook dengan terbata seperti seorang yang autis pda umumnya.

"Kita saudara, bukan? Yoon Hyung juga tidak ingin Jungkook hancur. Jadi, jika kita hadapi berdua, maka kita bisa selalu kuat, benar begitu kan?"

Jungkook menggoyangkan badannya, wajahnya gelisah namun kerutan dialisnya menandakan dia tengah berfikir.

"Suara Yoon Hyung menenangkan hati Jungkook"

Yoongi tersenyum lucu, "Jungkook tidak akan kehilangan suara ini. Jungkook juga harus berjanji tidak akan meninggalkan Hyung, okay?"

"Nde"

Yoongi mengangguk yakin, "sekarang waktunya Jungkook untuk tidur". Setelahnya Yoongi menata tempat tidur dan membawa Jungkook ke dalam selimut.

Saat Yoongi akan meninggalkan Jungkook, tangan itu digenggam dan Yoongi harus berbalik dan bertanya, "ada apa?"

"Eulji Noona, apakah dia orang yang baik?" tanya Jungkook.

"Jungkook bertemu Eulji Noona setiap hari dan Eulji Noona sahabat Yoon Hyung sejak kuliah dulu. Dia adalah dokter sekaligus teman yang akan membantu Jungkook dan Yoon Hyung" ujar Yoongi.

"Yoongi Hyung menyukainya?"

"Ha? A, ti-tidak, Jung" jawab Yoongi dengan wajah yang gugup. Dia tidak menduga pertanyaan seperti itu terucap dari adiknya.

"Saudara selalu saling mengenal. Eulji Noona, mengatakan Jungkook bisa melihat keadaan hati Yoon Hyung hanya dengan menatap Yoon Hyung dan membaca wajah"

Yoongi terperangah, dalam hati ia bertanya mungkin ini adalah kemampuan Jungkook. Eulji memberitau bahwa Jungkook adalah sosok yang realistis, menyukai teka-teki, dan dia juga pandai membaca ekspresi orang lain. Dia memang terlihat seperti anak kecil dengan kebiasaan dan ekspresi wajah yang membingungkan namun Jungkook memiliki potensi dan kecerdasan yang lebih dibandingkan dengan orang lain disekelilingnya.

"Yoon Hyung dan Eulji Noona, kami berteman, Jungkook"

"Nde"

Jeda beberapa saat hingga Jungkook memberanikan diri untuk mengangkat kepala dan menatap Yoongi dengan tatapan penuh kasih sayangnya.

Hanya beberapa detik, lalu Jungkook menunduk lagi dan bersembunyi dibalik selimutnya.

Yoongi merasa ini adalah perkembangan yang sangat baik. Meski hanya sebentar Jungkook sudah berani menatapnya bahkan mencoba menerka isi hatinya tentang Eulji. Yoongi optimis untuk kesembuhan Jungkook.

Tidak masalah jika dia autis, disleksia, atau apapun. Dia tetap adiknya. Biarkan dunia menghinanya asalkan mereka masih tetap bersama. Tebus waktu yang terbuang, Yoongi, itu tekadnya sekarang.[]

Your Eyes Tell || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang