Membuat Gavino Percaya

1.8K 62 0
                                    

Jangan mengada-ngada, lo masih sayang sama gue kan? Makanya lo bilang begitu.

~Gavino Bastian~

***

Nadine, Ansya, dan Cavilla sedang berada di kelas. Mereka tidak tau harus berbuat apa selain yang Cavilla lakukan tadi pagi. Mereka berpikir dengan keras, mereka harus bagaimana lagi? Rumit sekali.

"Apa gue bilang semuanya ke Gavino aja?" usul Cavilla membuat Ansya dan Nadine meliriknya.

"Yakin? Emang bakal dipercaya?" tanya Ansya yang tidak yakin.

"Semoga saja, walau gue enggak yakin," jawab Cavilla dengan ragu.

"Lo ragu? Kenapa mau lakuin ini itu?" tanya Nadine tetapi Cavilla hanya menggeleng.

Nadine menghela napas panjang. Pikirannya ikut berantakkan hanya karna memikirkan Gavino agar percaya dengan semua ini, begitu pun Ansya dan yang lainnya yang ikut kepusingan.

Gavino berubah seakan-akan ia telah menjadi seorang setan yang tidak tau berterima kasih. Padahal Cavilla sudah melakukan banyak hal untuknya selama mereka berpacaran, Tarasya? Hanya ingin balas dendam saja kepadanya.

"Yasudah, lo coba bilang ke dia." putus Nadine yang sudah semakin pusing dengan semua ini.

"O-"

"Tapi," sela Nadine, "Kalau dia enggak percaya, biarin aja, kita pantau dari jauh."

Cavilla mengangguk cepat tanda sangat setuju dengan keputusan terakhir ini. Mau bagaimanapun, Gavino pernah membuatnya bahagia dan dia adalah sahabat Nadine.

***

Bel pulang sekolah sudah berbunyi dan para siswa mau pun siswi mulai berhamburan keluar kelas mereka dengan berlarian. Mungkin, di antara mereka tidak ada yang pulang, ada yang berpacaran, nongkrong bersama teman-teman, atau mungkin kerja kelompok.

Cavilla berada di depan gerbang menunggu ayah menjemputnya. Nadine dan Bagas sudah pulang lebih dahulu, Gio dan Tevan, ntah mereka ada dimana Cavilla tidak tau. Cavilla menunduk sembari bersenandung kecil untuk menghibur dirinya.

Namun, tiba-tiba mobil terhenti di depan Cavilla. Cavilla yakin itu ayahnya yang menjemput dirinya.

"Ay-Vin?" ucapan Cavilla yang tidak selesai beruabah menjadi ke kagetan.

Kenapa Cavilla terkejut? Pasalnya mobil yang ia kira itu ayahnya ternyata adalah Gavino yang bersama Tarasya di sana.

"Jam 7, gue jemput."

Cavilla langsung memasang wajah bingungnya. Baru saja Cavilla ingin bertanya, mobil yang Gavino kendarain sudah melesat duluan dengan kencang.

"Jam 7?" beo Cavilla lalu menggaruk pipinya yang tidak gatal.

"La!" ruah Tevan yang berada di lorong sekolah sambil berlari mendekatinya.

Cavilla berbalik dan tersenyum kepada Tevan seraya melambai-lambaikan tangannya kepada Tevan. Tevan yang sudah berada di hadapan Cavilla langsung memeluk Cavilla seraya tiba-tiba. Itu membuat Cavilla terkejut dibuatnya.

"K-kenapa?" gagap Cavilla.

Tevan melepaskan pelukannya dan menatap Cavilla khawatir. Cavilla dibuat kebingungan hari ini.

"Lo enggak apa-apa?" tanya Tevan.

"Hah?" bingung Cavilla.

"Tadi Gavino," ujar Tevan memberi clue.

"Oh, enggak apa-apa, kok." ucap Cavilla lalu tersenyum dan itu membuat Tevan meresa lega.

"Pulang bareng gue, yuk!" ajak Tevan dan diterima dengan Cavilla.

Kalau menunggu ayahnya pasti akan lama dan kemungkinan tidak akan menjemputnya.

***

Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, tetapi Cavilla masih tertidur di kasur empuk nan nyamannya. Rambut yang sudah berantakan dan baju yang mulai kusut itulah yang menggambarkan keadaannya sekarang.

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukkan pintu membuat Cavilla terusik tidurnya dan segera membuka matanya. Ia beranjak dari kasur dan membuka pintu yang ternyata Gavino sudah ada di hadapannya.

"Ga-Gavino," gagap Cavilla seraya menatap Gavino.

"Belum siap?" tanya Gavino yang melihat penampilan Cavilla yang berantakan.

"O-oh, jadi ... lo ngajak gue pergi? Kemana?" tanya Cavilla.

"Mamah nanyain lo," ujar Gavino dan Cavilla langsung menutup pintu kamarnya.

Tok! Tok! Tok!

"Ayolah, bantu gue!" rengek Gavino.

"Gue lagi ganti baju!" teriak Cavilla dengan kencang membuat Gavino bernapas lega.

***

Di dalam mobil Gavino kini semha terasa canggung karna tidak sama seperti dulu lagi. Seperti dulu, saat dimana semua masih terlihat manis dan begitu sangat indah juga berwarna.

Bukan hanya canggung, tetapi sekarang juga terasa asing bagi mereka masing-masing.

"Gav," panggil Cavilla mencoba menghapuskan seluruh kecanggungan ini.

"Apa?" sahut Gavino dengan nada dingin.

Cavilla mengumpulkan napas dan keberaniannya untuk berbicara tentang semua kepada Gavino.

"Tarasya adalah Anatasya," ujar Cavilla memberitahu.

Gavino langsung menatap Cavilla, "Tau dari mana Anatasya?" tanyanya dengan serius.

"Gue tau dari sepupu, Tama!" seru Cavilla mencoba menyakinkan Gavino tentang semua ini.

"Lalu?" tanya Gavino yang sepertinya kurang tertarik dengan pembicaraan ini.

Cavilla menarik napas dalam-dalam lalu menceritakan semuanya tanpa ada yang dilebih-lebihkan sama sekali olehnya. Gavino hanya mendengarkan dan sesekali mengangukan kepalanya.

"Percaya?" tanya Cavilla yang penuh harapan agar Gavino percaya kepadanya walau hanya kali ini saja dan terakhir kalinya.

"Enggak," jawab Gavino, "Jangan mengada-ngada, lo masih sayang sama gue 'kan? Makanya lo bilang begitu."

Cavilla menggeleng-gelengkan kepala dengan kencang.

"Ini beneran!"

"Yang bener aja? Tarasya dan Anatasya itu beda," ujar Gavino yang masih tidak percaya, "Lo ngarang,"

"Gue enggak sejahat itu buat ngarang drama macam ini," kesal Cavilla.

"Turunin gue di sini!" perintah Cavilla.

"Enggak," tolak Gavino.

"Gue bilang turunin!" teriak Cavilla membuat Gavino dengan tiba-tiba memberhentikan mobilnya.

Untung saja tidak ada yang luka karna mereka memakai sabuk pengaman dan keadaan sedang sepi.


Dengan cepat Cavilla melepaskan sabuk pengamannya dan pergi dari sana. Gavino tidak mengejar Cavilla, tetapi pulang kembali ke rumahnya.

Sungguh, Cavilla sangat kesal. Sekarang ia harus meminta tolong kepada temannya untuk menjemputnya di sana dan segera membawanya untuk pulang ke rumah dengan selamat.

Aku Benci Orang Ketiga! (LENGKAP!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang