8. My Intuition

89 21 19
                                    

Jangan terlalu lama melihatnya, aku cemburu - Sakti.

.
Kali kedua, kalau nanti akan ada kata selanjutnya berarti ini adalah takdir - Nala.

.
Terserah, aku tidak perduli - Bani.

.

.

06.15

"Udah sampai belum dek?"

"Udah kok bu, habis ini check-in."

"Jangan lupa nanti kabarin Kak Sana kalo udah sampe, Ibu meeting dulu yaa"

"Ayay...captain!"

Nala menutup telfon dari Ibunya dan bersiap menuju tempat check-in. Tapi semakin dekat jarak antara dirinya dan kereta, semakin berat juga langkah-langkah selanjutnya.

Rasa ragu masih terus mengusik Nala, gravitasi juga menahan kakinya untuk pergi dan berjalan maju. "Okey, tiga menit lagi." Nala langsung berbalik arah menuju ruang tunggu.

Setiap detik yang terbuang membuat Nala benar-benar resah, ia menggertakan gigi dan menggoyangkan kakinya dengan kasar. Apakah begini saja akhirnya?

1 menit..

2 menit..

3 menit..

Belum ada tanda-tanda seseorang akan datang.

"I'm hopeless, selebihnya terserah kamu Sak" Nala mulai beranjak dari kursi dan berjalan menuju kereta.

Sepertinya gumaman Nala barusan mampu menarik tangan Sakti untuk lebih dekat dan menghampirinya.

"Nal, tunggu bentar" Sakti datang, tepat beberapa detik sebelum Nala memasuki gerbong kereta. Sakti terlihat terengah-engah dan mencoba untuk mengatur pernafasannya.

Sekarang posisinya berubah, semua keputusan ada ditangan Nala.

Mudahnya, bila Nala berbalik dan menemui Sakti berarti masih ada kesempatan untuk tetap bertahan, tapi kalau tidak mungkin jawaban akhir baginya adalah mundur.

Dan..

Nala dengan jelas mendengarnya. Suara yang sudah semingguan ini tidak pernah lewat lagi ditelinganya, suara yang terasa sangat hangat seperti pelukan, suara yang bisa membuatnya berubah drastis menjadi bocil. Suara itu melepas semua rasa keegoisan Nala untuk bersikap dingin.

Ia memilih untuk berhenti melangkah dan berbalik menemui suara yang memanggilnya. Nala merindukan Sakti.

"Kenapa baru dateng sih, mepet banget" seketika Nala amnesia kalau dirinya lah yang sedari awal tidak memberikan informasi.

Tawa Sakti pecah "hei, kamu yang ngehindar terus. Apa kabar hm?" menggemaskan. Untuk pertama kalinya Sakti mengacak-acak pucuk kepala bocil yang sedang manja seperti bayi.

Mungkin memang menyakitkan saat seseorang yang kamu sukai ternyata mendiamkan atau bahkan meninggalkanmu, tapi saat wujudnya hadir lagi kamu bahkan tidak mampu membalasnya dengan sebuah keegoisan, melainkan dengan perasaan rindu dan sapaan hangat.

Begitulah posisi Sakti sekarang, ia terlalu menyayangi bocilnya.

"Ga...ga baik, kamu tuh nyebelin! Dah ah mo minggat" rengek Nala sambil memasang wajah jutek.

"Janji, tiga hari lagi aku nyusulin kamu" ucapnya sambil memberi jari kelingking.

Nala ikut menautkan kelingkingnya sambil mendekat ke telinga Sakti dan berbisik "jangan deket-deket sama Andra, aku gasuka."

Hollowness ❄ [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang