Sedari awal aku ingin mengatakannya, tapi kamu yang terlanjur menghindar
.
.
.
Nala terpaksa berhenti dan meneduhkan dirinya, ia sudah tidak mampu menerjang hujan yang terlalu deras. Tubuhnya sedikit kedinginan dan menggigil. Inilah akibatnya bila tidak mendengar ocehan Sakti, tentang seberapa pentingnya mengisi jok motor dengan sendal dan mantel.
Sekarang jadilah ia menunggu hujan reda disini, angkringan yang diisi dengan seorang ibu-ibu. Lampu yang bersinar orange dan hangatnya beberapa wadah berisikan gorengan.
Nala membalas beberapa chat dari Sana, Sakti, Bani, dan Meta.
Sana yang menanyakan posisinya, Sakti yang keras kepala ingin menyusul tapi Nala tidak berniat memberitahukan lokasinya, Bani yang sebenarnya malah menanyakan hal aneh apakah jalan raya didepannya ada lubang, dan Meta yang menyuruhnya agar lebih baik berteduh.
Suasananya sangat sepi, hanya terdengar suara kendaraan berlalu lalang. Nala tidak pintar membuat topik, itulah sebabnya ia hanya bisa menjawab beberapa pertanyaan dari ibu penjaga angkringan.
Pikirannya melayang, entah memikirkan apa. Baru sekarang posisinya sendirian, biasanya selalu ada Sakti atau teman-temannya. Ada banyak kegelisahan dalam dirinya, dan masih tidak diketahui penyebabnya. Nala mulai ragu dengan semua keputusan yang sudah berjalan, sekarang rasanya hanya ingin mendekap dirinya sendiri dulu.
Tidak tau apa yang diinginkanya, selama ini Nala hanya tersenyum untuk semua orang, bahagia agar tidak dikhawatirkan. Nala selalu ada untuk semua yang membutuhkannya, tanpa perduli apakah dirinya sendiri ingin dalam situasi itu.
Overthinking yang mengesalkan.
30 menit berlalu, belum ada tanda-tanda hujan akan berhenti. Nala bahkan sampai menghabiskan dua gelas teh hangat dan memakan beberapa gorengan.
Angannya mulai beralih, memikirkan hal apa yang akan dia lakukan saat sudah sampai di kost nanti.
"Nala?"
Nala masih sibuk bermain dengan imajinasinya, membayangkan berendam dibathub dengan air hangat, mencium lilin aromaterapi, dan--
"Nala Adya? Kamu lagi melamum?" Panggil orang itu lagi, kali ini dia sambil menggoyangkan bahu Nala agar segera sadar.
Nala menoleh, memeriksa siapa orang yang baru saja mengganggu aktivitas halunya. "Kak Bani? Kakak ngapain disini?" Siapa yang tidak heran kalau manusia disebelahnya ini selalu muncul tiba-tiba
Bani memamerkan tubuhnya yang basah kuyup. "Mau sauna, ikut ga?" Tawarnya datar.
"Dih gajelas" sewot Nala dan kembali mengatur rencananya saat sudah sampai dikost.
Bani mengambil posisi duduk disebelah Nala, ikut memesan teh hangat dan mencomot bakwan. "Udah dari tadi Nal?" Tanya Bani membuka topik.
"Mau sejam kali aku disini, capek banget pengen cepet-cepet balik" Nala mulai mengeluh gelisah. Dari tadi ia hanya berdiam diri, dan sekarang akhirnya ada yang mengajaknya berbicara.
"Kost kamu dimana emang?"
Nala mulai menjelaskan secara rinci belokan menuju kostnya, gadis itu terlalu pelupa untuk mengingat alamat kost sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hollowness ❄ [✔]
Teen Fiction- Done - Entah takdir atau kebetulan, aku ingin mengetahui segalanya tentangmu, tanpa melepaskan dia. Sebut saja aku pemeran antagonisnya - Nala Aku dan kamu adalah takdir, lalu dia adalah penyusupnya - Sakti Kalau kita hanya sebuah kebetulan, lanta...