Sesak. Itulah yang di rasakan oleh kedua insan yang ada dalam lift itu. Kurangnya udara yang masuk membuat mereka terpaksa harus menghemat oksigen. Keadaan di lift itu masih gelap, namun Chika sekarang sudah lumayan tenang di pelukan Arya.
"Atur nafas lo, ya," ucap Arya panik karena Chika yang kesulitan untuk bernapas.
"Huh ..., hah ..., hah ...." Chika tidak bisa mengatur nafasnya membuat Arya mengibas-ngibaskan tangannya pada Chika.
"Ssst, tarik nafas ...., buang ...," ucap Arya menginstruksi. Namun tetap saja deru nafas Chika masih tetap tidak beraturan. Arya melerai pelukan mereka berusaha memberi Chika ruang untuk bernafas.
"Nyender dulu ya," ucap Arya seraya membantu Chika untuk bersandar.
"Janganhh perhhghii ... Hiks ...," ucap Chika dengan susah payah.
"Nggak pergi kok, gue janji, ya? Nih pegang," ucap Arya memegang pundak Chika untuk menenangkannya lalu memberikan hp Chika ke pemiliknya.
"Woi! Buka!" teriak Arya menggedor-gedor pintu lift.
"Woi! Ini gimana sih?! Kenapa liftnya belum bener?!" teriak Arya lagi. Arya rasa melakukan hal ini hanya sia-sia. Dia pun memutuskan untuk kembali lagi ke Chika. Tapi ia menemukan Chika dengan kondisi tidak sadarkan diri dan hpnya yang tergeletak di lantai.
"Chika! Chik? Chika?" ucap Arya panik dan menepuk-nepuk pipi Chika.
Bagaimana ini? Chika pasti tidak sadarkan diri karena kesulitan untuk bernafas? Apa yang harus Arya lakukan? Arya harus gerak cepat kalau tidak nyawa Chika akan melayang. Nafas buatan? Nafas buatan ... NAFAS BUATAN?!! No, no, no, no, tidak! Arya tidak akan melakukannya! Itu sama saja dia mencium Chika. Tapi hanya itu cara yang bisa dia lakukan. Kalau tidak? Tidak, tidak, tidak. Arya tidak bisa kehilangan Chika, dan dia tidak akan sanggup kehilangannya. Dia harus mencium, eh ralat, memberi nafas buatan untuk Chika. Ini semua untuk kebaikannya.Arya menatap wajah Chika. Wajahnya pucat pasi, keringatnya bercucuran, dan masih bernafas. Wajah Chika tidak terlalu jelas karena senter hp berada di lantai lift. Kini jantung Arya berpacu dua puluh kali lipat. Ia harus menyelamatkan Chika. Arya mendekatkan wajahnya dengan Chika bersiap untuk memberi nafas buatan. Semakin dekat jarak wajah mereka maka semakin cepat detak jantung Arya. Jarak wajah mereka semakin dekat ... Semakin dekat ... Semakin dekat ... Dan ...
Klik!
Lampu menyala lalu pintu lift terbuka. Membuat Arya tidak jadi memberi nafas buatan untuk Chika.
"Arya! Lo gapapa kan?" tanya Bintang segera menghampiri Arya.
"Gapapa, kita harus nyelamatin Chika dulu!" sahut Arya kemudian menggendong Chika keluar dari lift menuju sofa yang berada di luar. Kenyataannya Arya baik-baik saja, hanya pusing sedikit karena kekurangan oksigen.
Semua anggota U-SIX berkumpul di sana. Ya, di sofa itu, mereka semua menunggu Chika sadar. Saat ini Arya sedang khawatir dengan Chika yang tak kunjung membuka matanya. Meskipun kini Chika telah di bantu dengan alat pernapasan, tapi Chika tetap belum sadar.
Hal itu membuat Arya semakin gelisah dengan keadaan Chika. Dia merasa bodoh dan tidak becus menjaga Chika. Arya terus memandang wajah pucat Chika yang masih menggunakan alat pernapasan.
Wajah cantik Chika tidak berubah meskipun kini pucat. Ia tidak tahu apa kelebihan gadis ini sehingga membuatnya menjadi gila? Ia tidak tahu kenapa gadis ini membuatnya jatuh cinta? Yang pasti saat ini hanya rasa bersalah yang tengah menyerang hati dan pikiran Arya."Udahlah Ar, dia pasti baik-baik aja," ucap Bayu menepuk pelan bahu Arya.
"Tapi dia belum sadar juga," balas Arya."Nanti pasti bakal sadar, sabar ya." Sekali lagi Bayu menepuk bahu Arya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ArKa (End)
RomanceTypo bertebaran! Belum di revisi!!! "Tadi pas gue pegang lo, lo bilang bukan mahrom tuh maksudnya apa?" Mendapat pertanyaan tersebut membuat Chika menoleh dan melihat mata Arya sekilas. Entah mengapa ia tidak kuat jika harus menatap pria itu. "Itu...