Di era teknologi yang semakin maju, penggunaan virtual reality (VR) merambah ke berbagai sektor hiburan, termasuk dunia perfilman. Teknologi holografik terbaru memungkinkan penonton untuk ikut serta dan berperan dalam film yang ditayangkan di bioskop. Penonton dapat mengambil peran sebagai figuran yang berinteraksi dengan pemeran utama, memberikan pengalaman mendekatkan diri dengan selebriti idola mereka. Konsep ini telah membuat banyak penggemar film memekik kegirangan, merasakan sensasi berada dalam dunia film favorit mereka. Namun, tidak semua genre film mendapat sambutan hangat. Film horor, misalnya, sepi peminat karena tidak banyak orang yang tertarik untuk merasakan sensasi dihantui atau menjadi korban dalam skenario mengerikan. Ketakutan akan kematian tragis dan penggunaan untuk momen lompatan ketakutan bagi pemeran utama membuat banyak penonton menghindari genre ini. Akibatnya, produksi film horor menjadi lebih sedikit. Di tengah-tengah antusiasme banyak penggemar yang ingin merasakan dunia baru melalui VR, Elisa Collins, seorang mahasiswa arsitektur tahun kedua, merupakan seorang yang terbiasa melihat mahkluk-makhluk tak kasat mata disekitarnya mecingkan matanya. "Sutradara Graham benar-benar gila. Film horor sangat tidak diminati pengguna VR, mengapa dia menggunakan VR untuk film itu," gerutu seorang penonton di sebelahnya. Elisa mengulum bibirnya mendengar komentar itu, matanya terpaku pada poster film horor baru yang menarik perhatiannya. Terinspirasi dari BL novel "To Be a Heartthrob in Horror Movie".
17 parts