13. Be a Friend

907 230 25
                                    


AGHISA

12. Be a Friend

- - -

Ghisa menggoyangkan kakinya di bawah bangku sana. Kepalanya yang tertunduk tengah dipenuhi dengan Attaya, Bella dan Antariksa.

Tentang bagaimana kedua sahabatnya yang bisa melakukan ini padanya? Rasanya sesak kembali terasa begitu mengingat dirinya lah yang menjadi alasan Bella tak menjalin hubungan lebih dari teman dengan Atta.

Ghisa jadi berpikir, selama ini apa dirinya kurang memperlihatkan dukungannya terhadap keduanya?

Lalu, Antariksa.

Ah, Ghisa sampai lupa jika saat ini dirinya tengah menunggu cowok yang membawanya pergi itu. mengingat Anta yang membawanya kabur dari Atta dan Bella, Ghisa jadi teringat bahwa pastinya banyak anak sekolah yang melihatnya bersama Anta.

Ghisa menghela nafas pendek, matanya menangkap talapak tangan yang disimpan dipangkuannya. Ghisa terlalu larut dalam sedihnya tadi sampai dirinya tak sadar sejak di sekolah tadi tangan kanannya digenggam Anta. Cowok itu bahkan tak melepasnya didepan anak seni saat membawa tas Ghisa disana.

"Ghisa begooo" rutuk Ghisa memukul-mukul dua sisi kepalanya.

Ah, pastinya anak-anak tengah heboh sekarang.

"Kenapa?"

Suara yang akhir-akhir ini di dengar Ghisa membuatnya mendongkak. Lalu sosok Anta dengan dua kantong besar ditangannya didapatinya. Cowok itu masih sama, masih dengan kemeja sekolah yang terbuka, memperlihatkan kaos putih di dalamnya. Masih dengan tinggi yang menurutnya nyolot banget, karena jauh sekali dengannya.

Yang berbeda adalah jaket hitam yang selalu melekat kini tak dikenakannya. Kenapa? Karena jaket kebangsaannya itu kini terlilit dipinggang Ghisa. Jika bertanya kenapa lagi, maka jawabannya adalah karena Ghisa yang harus duduk dikursi penumpang motor Anta yang sama-sama tinggi.

"Ghis" panggilan itu menyadarkan Ghisa

"Hah?"

"Kenapa?" tanya Anta lagi, Ghisa menggeleng sebagai jawaban.

"Yaudah yuk" ajak Anta.

"Kemana?" sejak tadi Anta tak memberi tahu kemana sebenarnya tujuan mereka. Ghisa yang sedari tadi mengekor pada Anta juga lupa bertanya karena terlalu sibuk dengan sedihnya. "Pulang?" tanya Ghisa lagi.

Anta menggeleng. "Enggak" singkat lalu berjalan mendekati motor hitam kesayangannya.
Ghisa berdecak tapi tetap mengikuti Anta. Keningnya mengkerut begitu Anta yang menyerahkan dua kantung besar ditangannya. "Pegang!" perintahnya. Ghisa yang masih heran tak menerimanya, membuat Anta menghela nafas pelan.

"Pegangin Ghis, gak mungkin gue nyetir sambil pegang ini" ujarnya. Ghisa tak ada pilihan lain selain menerimanya.

Anta memakai helm nya, setelah menaiki motor. Tangannya kembali meraih kantong itu, memerintahkan Ghisa naik dibelakangnya. Ghisa sungguhan tak mengerti dirinya, seolah terhipnotis ia mengikuti semua perintah Anta tanpa bertanya, bahkan saat Anta yang berhenti di depan tempat sablon Ghisa masih memilih bungkam dan hanya menyaksikan interaksi Anta dan seseorang yang ia yakini adalah pemilik tempat ini.

"Bang!"Anta yang membuka kaca helm nya sedikit berteriak karena mereka yang tak turun dari motor. Ini gak sopan, tapi Anta bilang dia hanya sebentar dan Anta gak mau ribet dengan Ghisa yang harus turun naik motor.

Orang di warung itu tampak tergesa mendekat. "WOII Mas Bro."

"Dirumah ada siapa?"

"Ada anak-anak, Mas Bro. Mau ke rumah ya? Yaudah gue tutup dulu toko ya"

A G H I S ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang