Awal

3.3K 350 27
                                    

.
AGHISA

Awal

- - -

Ghisa menghela nafasnya berat, sudah akan sebulan tinggal disini tapi Ghisa tak berhasil menemukannya. Tangannya menutup wajahnya, kemudian bergerak menyugar rambutnya frustasi. Ghisa gak tau lagi harus mencarinya kemana. Hampir semua bagian rumah ini Ghisa telusuri tapi Ghisa belum juga menemukannya.

Ghisa menegak waktu pintu kamarnya diketuk. Pintu itu terbuka dan menampilkan Mama yang selalu terlihat tenang tapi menyiratkan ketegasan itu. "Ghis, ayo makan" ajaknya.

Ghisa mengangguk, seraya mengekor dibelakang Mama. Ghisa bimbang sekarang, menimbang haruskah dia bertanya pada Mama tentang barangnya yang hilang. Tapi Ghisa juga takut untuk melakukannya.

Ghisa menelan ludahnya, menekan dadanya untuk menyiapkan dirinya. "Hmm...Maa" panggilnya pada akhirnya.

Mama melirik Ghisa, tapi kemudian melanjutkan langkahnya. "Mama, ada liat kotak warna kuning waktu pindah gak?"

Pertanyaan dari Ghisa sontak membuat Mama menghentikan langkahnya. Ghisa panik, apalagi waktu Mama mengeratkan pegangannya di tiang tangga. Ghisa memejamkan matanya, siap menerima makian Mama.

"Liat"

Di luar dugaan, Mamanya berkata dengan tenang namun tajam seperti biasanya. Ghisa segera membuka matanya bersamaan Mama yang berbalik dan Ghisa menemukan senyum disana. Bukan itu bukan senyum tulus seorang ibu pada anaknya. Itu terlihat dipaksakan, dan Ghisa takut melihatnya.

"Mama udah liat isinya"

Deg.

Waktu itu juga Ghisa merasa jantungnya akan jatuh kebawah. Ghisa mengepalkan tangannya menanti reaksi Mama berikutnya dengan debar luar biasa kencang sampai sakit yang luar biasa juga menyerang dadanya.

"Isinya sampah kan? Dan Mama udah buang"

Hatinya mencelos.

Ghisa rasa kehilangan dunianya, dan yang merenggut paksa adalah Mamanya sendiri. Ghisa sudah merasakan perih di matanya, dan ia yakin satu kata dari Mamanya bisa membuat tangisnya luruh saat itu juga. Dan untuk itu Ghisa memutuskan untuk diam tanpa melawan.

Tangannya terangkat, memukul-mukul pelan dadanya yang terasa sesak. Dalam hati ia merapalkan

"Tahan... Tahan.. Tahan"

- - -

Selama Ghisa tinggal di rumah barunya, sesering itu Ghisa mengunjungi mini market yang sebenarnya cukup jauh dari perumahannya. Jika dibandingkan dengan mini market depan komplek, mini market ini lebih jauh. Tapi Ghisa tau jalan yang membuatnya lebih dekat, dengan melewati gang sempit dan rumah warga.

Ya, karena memang Mini market ini terletak di perkampungan warga di sebelah perumahannya.

Ini cuman alasan sebenarnya.

Iya, alasan jika Ghisa terlambat pulang, alasan jika Ghisa tak ingin pulang, alasan Ghisa kabur sementara. Ghisa selalu menjadikan tempat ini sebagai pelarian.

Termasuk sekarang ini, menghabiskan lebih dari tiga bungkus susu kotak tanpa rasa. Ghisa memilih berhenti di kotak yang ke empat itupun tak dihabiskannya.

Perut Ghisa terasa penuh setelahnya, tapi tak menahannya untuk tak membuka bungkus jelly di kantong belanjaannya. Tangan Ghisa membuang semua sampahnya sebelum benar-benar pergi.

Hari memang sudah malam, dan Ghisa tak peduli. Lagipula Mama gak akan pulang karena menemani Ayah-ah Ghisa belum terbiasa menyebutnya begitu, Om Heri ayah tirinya tengah melakukan perjalanan bisnis dan Mama ikut.

Ghisa berdecih mengingatnya, sepertinya Mama tengah mencoba jadi isteri yang baik.

Kenapa tak dari dulu? Pikirnya.

Jalanan warga ini memang hanya kecil, bahkan sepertinya hanya cukup untuk satu atau dua motor saja. Tapi Ghisa yakin jalan ini aman. Mengingat dia sudah beberapa kali melewati dimalam hari dan dia pulang dengan selamat.

Tapi kali sepertinya tak begitu. Karena Ghisa mendengar suara ribut orang-orang berlari. Ingat! Orang-orang. Karena Ghisa bisa mendengar banyaknya langkah kaki yang terdengar ribut ditelinganya.

Entah, mungkin karena kaget dan terpaku atau mungkin sebagian dari dirinya merasa takut sampai kakinya berhenti ditempatnya berpijak sekarang. Hati Ghisa tersentak saat seseorang muncul dari arah belokan depan.

Langit malam dan pencahayaan yang minim membuat Ghisa tak bisa melihat sosok jangkung yang tengah berlari kearahnya. Ghisa menyipit mencoba menghindar bersamaan dengan dia yang tersungkur kedepan.

Ghisa kaget.

Cowok itu tampak mengumpat kecil dan mencoba berdiri yang nampaknya kesusahan karena kelelahan. Ghisa bingung ditempat. Jarak dia dan cowok itu memang dekat, sangat dekat malah. Karena dia yang tersungkur di depannya.

"Anjing" umpatnya lagi.

Kakinya bergetar karena mungkin terus berlari dan harus jatuh. Ghisa meneliti wajah orang yang tengah kesusahan berdiri itu. Ghisa sudah terpikir siapa ini, tapi dia gak yakin karena memang disini cukup gelap.

"ANTA, WOI MAU LARI KEMANA LO?"

Dan satu panggilan membuat Ghisa Yakin siapa cowok ini. Ghisa panik sekarang dan tampaknya cowok itu juga waktu beberapa orang muncul dari belokan yang sama.

Orang-orang itu makin dekat. Ghisa jadi makin panik, dan cowok itu juga. Di saat orang - orang makin dekat, disaat itu juga Ghisa terus berpikir. Sampai akhirnya si cowok berseru dengan pasrahnya disana juga ia mengambil keputusan.

"Pergi!"

Kata itu keluar bersamaan dengan Ghisa yang melepas sepatunya dan melempar sebelah sepatunya. Tepat. Lemparannya tepat mengenai salah satu wajah keemapt orang disana.

Disaat itu juga Ghisa mengambil kesempatan, menarik cowok itu berdiri dan melarikan diri sama-sama.

- - -

Hai

Kita ketemu lagiiii

Gimana?

Seneng?

Aku sih iyaa








A G H I S ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang