[ 1 ]

9.6K 239 23
                                    


🍁

- pertemuan, patah yang berhak tumbuh

______




"Huh! kalau mau bunuh diri itu yang elit dikit napa, nih minum dulu." Chika menatap kilas botol minuman itu, mendengus malas dengan apa yang Vito ucapkan, kemudian merebutnya dengan sedikit kasar.

Vito-lelaki itu menaikan kedua alisnya kemudian menggeleng pelan melihat tingkah gadis cantik ini. Vito memilih duduk di samping gadis yang hampir dirinya tabrak.

Ya hanya lewat kata hampir, mungkin hanya beberapa cm saja motor Vito menyentuh tubuh Chika, jika saja dirinya tak cepat mengerem, mengendalikan motornya dengan baik meskipun harus sedikit oleng, suara teriakan Chika yang menggema ditelinganya, Chika yang jongkok seraya menutup telinganya sendiri, sudah sangat cukup membangkitkan refleksi Vito atas kendali motornya.

Diam sejenak, tak ada yang mulai membuka suara, saling terjebak didalam situasi canggung dan bingung, apalagi konteks pertemuan mereka yang cukup menegangkan tadi, meski Vito bersyukur bahwa Chika tidak kenapa-kenapa.

Apalagi ketika melihat kondisi Chika, tangisan yang entah disebabkan oleh apa, tapi tentu Vito sangat yakin jika gadis disampingnya ini sedang tak baik-baik saja, membuat dia sedikit enggan bersuara.

Lama dalam diam, saling membiarkan angin dan suara bising kendaraan yang berkaitan membelah jarak diantara keduanya, pada akhirnya hembusan nafas Vito keluar begitu saja dengan kasar, "Emang masih zaman yah?" Pertanyaan yang lolos dari mulut Vito membuat Chika pun menoleh menatapnya heran.

"Apanya?"

"Ya itu tadi, putus cinta, trus milih buat bunuh diri karena patah hati. Masih zaman begitu?" Tebak Vito seraya membalas tatapan Chika-yang tajam, mata coklat yang memancar lebih dalam, menusuk tatapan Vito. Ia alihkan kembali kedepan, menatap sembarang arah, "Enggak banget tau." Lanjutnya, seraya menenggak susu milo kaleng yang sempat ia beli pula.

Chika jelas saja mendelik lebat mendengarnya, "Lagi siapa yang mau bunuh diri." Ketusnya.

"Lo lah, masa gue. Kan tadi lo yang ham.pir ketabrak. Untung enggak jadi, bisa pusing gue harus ganti rugi." Ucap Vito, menekankan kata hampir ditengah kalimatnya.

"Sok tau banget lo." Ucap Chika tak terima, Chika memainkan botol minuman yang tadi Vito berikan, "Siapa juga yang abis putus cinta, pacaran aja enggak." Lirih Chika yang masih mampu Vito dengar, lantas lelaki itu terkekeh pelan. Vito bahkan masih ingat beberapa menit yang lalu, bagaimana Chika menangis sampai tidak melihat kanan-kiri kala akan menyebrang barusan.

"Patah hati atau putus cinta kan enggak harus pacaran." Celetuknya, yang kembali mengundang tatapan maut dari Chika, Vito tentu saja meneguk ludahnya susah payah, "Ya-ya sorry."

"Trus kenapa lo nangis?"

Kembali Chika murung, "kalau enggak mau bilang juga enggak papa, itu privasi kan? Gue orang asing."

"Lo pernah ditinggal? Atau sakit hati, berhenti sebelum saling memulai?" Vito langsung memalingkan wajahnya, entahlah ini sebuah pernyataan atau pertanyaan, tapi rasanya memukul perasaannya. Entah kebetulan atau memang nasib orang sering kali sama soal urusan perasaan. "Gue -ya, gue sama dia-Jonathan, sebenarnya enggak ada hubungan apa-apa. Kita deket layaknya gue adalah milik dia, saling menjaga, tapi ternyata gue salah. Jonathan ngenalin ke gue soal calon tunangannya."

BERTAUT [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang