🍁
- Menerima -
.
.________
"Drun, lo dateng kan? Acaranya udah mulai, lo dimana?" Vito menutup matanya mendengar rentetan pertanyaan yang Aran berikan lewat sambungan telepon. Sudah ke-tiga kalinya Aran menelfon hanya untuk menanyakan dirinya ada dimana sekarang.
"Iya, bentar lagi nyampe."
"Drun, kalau lu enggak dateng juga enggak papa, ini acara pernikahannya juga bakal tetep jal-" Dengan sepihak Vito memutuskan sambungan telepon dari Aran. Meng-locknya juga sedikit mendorong iPhone nya. Ia sudah tidak peduli dengan apa yang akan Aran sampaikan, soal sabar dan enggak papa yang tak ada arti. Vito tau itu, dia berusaha untuk tak apa-apa, sejak seminggu yang lalu bahkan, tapi tak semudah yang keluar dari mulut banyak orang, enggak papa ; konon.
Hari ini-bukan-sebenarnya Vito bukan menghindari, atau tak mau menghadirinya. Pernikahan Mira, dia sangat ingin datang hanya sekedar mengatakan selamat, selamat bahagia juga selamat tinggal. Karena hari ini artinya berakhir, Vito tak boleh mengungkit atau bahkan parahnya mengharapkan sosok Amirah Fatin-gadis yang mengajarkan bagaimana jatuh cinta. Semuanya selesai, benar-benar selesai.
Vito sudah siap datang, tapi lagi dia dilanda rasa ragu. Hingga disinilah sekarang, di kedai kopi yang letaknya tak begitu jauh dari gedung tempat dimana pesta pernikahan Mira dan Florence berlangsung. Iya, disini-sendiri. Diam dengan segala pikiran juga perasaannya, dan bahkan cappucino yang sedari tadi ia pesan tak sekali ia sentuh.
Mungkin pilihannya ada disini merupakan pilihan yang tepat, tak mengacaukan pesta, tak juga memberatkan hatinya hanya untuk menuruti permintaan Mira yang ingin dirinya datang.
Sebenarnya untuk apa? Mengatakan padanya bahwa dia sudah menemukan pengganti, atau dia hari ini bahagia? Vito tak butuh, sungguh. Dengan undangan yang pertama kali ia dapat itu sudah sangat menjelaskannya, bahwa Vito kalah dan payah.
"Huuh!" Helaan nafasnya terasa berat keluar begitu saja, menenggelamkan wajah pada lipatan tangan diatas meja. Vito tak tau, apakah ini bentuk belum move on? Vito sendiri senang Mira menikah, tetapi dia juga sedikit tak rela, ya hanya sedikit.
Bagi Vito peran Mira cukup baik dalam hidupnya, beberapa tahun merasakan bahagia bersama gadis gamers itu, hingga pada akhirnya memilih pisah juga. 'Yang datang akan pergi, itu hukum alam.'
"Vito."
Hanya satu gerakan Vito mengangkat kepalanya, menatap gadis yang memiringkan kepalanya, terlihat menggemaskan, dia gadis di hadapannya-Chika—terkekeh pelan melihat Vito. "Oh my God, enggak dimana-dimana ketemunya elo mulu, dunia sempit banget." Ujar Chika, Vito membenarkan posisi duduknya, menatap Chika. Ya—sekarang Vito percaya jika dunia memang begitu sempit, setelah mengenal Chika lingkungannya seolah berdekatan dengan gadis ini.
"Lo bener, dunia sempit banget. Anyway, ngapain disini?" Tanpa dipersilahkan Chika mengambil duduk di kursi berhadapan dengan Vito, "Gue pulang kuliah, kampus gue kebetulan deket sini, Uranus lo pasti tau. Harusnya ada kelas lagi sampai malam tapi mendadak dosennya enggak bisa, yaudah gue kesini aja, niatnya mau nyicil tugas eh ketemu elo, gue pikir tadi bukan lo, ternyata bener." Vito tersenyum tipis, mengangguk mendengar penjelasan Chika, entahlah gadis ini semakin bawel saja rasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERTAUT [SELESAI]
FanfictionBertaut, jiwa manusia dan egoisnya menyatu, belajar memahami dan juga menerima. Bahwa ; masa lalu adalah perihal damai untuk masa depan.