[ 9 ]

1.1K 138 36
                                    


🍁

- Menyapa, datang untuk pergi -

.
.

________

"Piccolo Latte satu." Kepala Vito terangkat dengan satu gerakan, dia terdiam beku kala tahu siapa yang datang, matanya menatap wanita cantik yang sudah duduk di stool bar menghadapnya langsung tanpa ragu sekalipun. Memberi senyum seakan semuanya tak pernah ada kata usai diantara mereka.

Pancaran bahagia, atau sedikit tercampur luka—lebih tepatnya tak enak dapat Vito baca. Wanita ini, Mira mantannya, seorang yang sudah mengganti statusnya menjadi istri pebasket handal. Gamers cantik yang Vito kenal beberapa tahun, sempat merasakan bahagia dan luka dalam kurung waktu cukup lama, ya dia mantannya.

Vito masih betah—betah memandanginya, Mira yang dengan rambut pendek yang baru kali pertama Vito lihat, boleh jujur? Sungguh, dia cantik. Terlihat lebih begitu dewasa, lebih menawan. Vito suka. Vito menggeleng pelan, membuang jauh berbagai pikirannya, membuang kisahnya yang sudah usai lama pula. Sosok Mira tak lagi berhak ia harapkan lebih.

Beberapa hari lalu Vito memilih pergi menghindari segala hal mengenai Amirah Fatin, tapi lagi-lagi soal kehidupan memang tidak pernah ada jeda rahasia, lihatlah sosoknya ada dihadapannya.

Vito menghela nafasnya begitu dalam, dia harus sadar satu hal bahwasanya hubungan yang paling jelas didepan mata adalah Mira pelanggan yang harus Vito layani. "Apa tadi?"

"Piccolo latte." Vito mengangguk mengiyakannya. Memilih untuk menyelesaikan pesanan Mira, "Kenapa lo enggak dateng?" Pertanyaan itu menghentikan pergerakan Vito sejenak, kemudian Vito hanya terkekeh pelan menanggapi.

"Gue nunggu."

"Sorry."

Hanya sebatas kata maaf, selebihnya Vito hanya fokus dengan apa yang harus dirinya kerjakan. Sedang Mira hanya memperhatikan Vito tanpa banyak bicara, sebenarnya ia pun tak mengerti mengapa dia dibawa kesini oleh keinginannya—tempat yang jadi keputusan untuk berjalan sendiri-sendiri.

Mira, gamers cantik itu bahkan membutuhkan waktu 30 menit untuk berhasil membuatnya duduk dihadapan Vito yang fokus. Siapa yang payah sekarang? "Piccolo Latte." Ucap Vito mengulang pesanan Mira, mendorongnya pelan ke hadapan mantannya ini.

"Thanks." Vito mengangguk mengiyakannya, ia ingin beranjak sebelum tangan Mira menahannya untuk tetap. Kilas Vito menatap mata Mira, mata yang sudah lama tak menjadi candunya, "Gue mau ngobrol sebentar drun."

"Gue kerja."

"Enggak akan lama kok, toh cafe lagi enggak begitu ramai." Lagi-lagi Vito menatapnya lekat, kemudian helaan nafasnya terdengar begitu lemah dan pasrah, ia mengangguk menyetujui. Mungkin memang ada hal yang ingin Mira sampaikan.

"Duluan, gue nyusul."

Senyum Mira mengembang, ia mengangguk membawa Piccolo Latte miliknya hasil tangan Vito. Mendahuluinya berlalu, meninggalkan Vito yang masih betah ditempat. Kembali, Vito menghela nafasnya menepuk bahu Mas Iwan untuk berpamitan ke depan.

Meski sebenarnya berat dalam situasi sekarang, tapi hatinya ingin langkahnya bergerak mendekati sosok Mira yang sudah duduk dengan santainya, di meja dekat jendela yang menjadi favorit-nya, selalu. Vito menggeleng pelan, masih sama kebiasaan pemilihan tempat yang Mira suka, tak berubah.

BERTAUT [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang