🍁- Sewindu, pertemuan yang hilang -
.
._________
Disini, tumpahan tangis tahun kemarin rasanya masih bisa tergambar dengan jelas. Sesaknya masih amat terasa, telinganya juga masih bersedia mendengarkan jeritan kala tubuh kakunya menyapa tanah dan mulai ditimbun, matanya masih bisa melihat lemahnya lelaki yang selalu kokoh dengan hidupnya. Bahkan air matanya masih mampu menetes berkali-kali dihadapan pusaran yang selalu terjaga. Disini—Raja Alvino Shakell mengakhirinya, memilih tempat beristirahatnya.
Rambut yang tergerai dimainkan oleh angin yang menyapa dengan cukup kasar, diterbangkan dengan keras tanpa memperdulikan berapa waktu yang dibutuhkan wanita cantik ini untuk hair stylish. Tapi dia—Shani tak peduli, terkesan tak masalah dengan perbuatan angin yang menyapa dengan tak cukup baik. Kakinya masih menapak kokoh dalam diamnya, menatap pusaran yang sekarang tertutup rumput hijau yang segar tersiram air dan taburan bunga mawar yang masih wangi menyeruak menyapa hidungnya.
Dia Shani, kembali datang menatap sendu tanpa suara, untuk beberapa menit sendiri disini dalam sunyi, membiarkan hatinya yang banyak bertanya. Masih setia memeluk tubuhnya sendiri yang ditusuk angin lumayan terasa dingin, merasakan kesepiannya disini, di tempat yang paling menyedihkan, tempat perpisahan paling nyata dan menakutkan, dihadapan mantan suaminya.
Shani benci disini, tetapi dia selalu datang dengan alasan rindu. Shani benci hatinya hancur disini, tapi selalu kembali dengan alasan menjemput pertemuan yang lama tak pernah tersampaikan.
"Mas, kamu apa kabar?" Suara Shani tercekat hebat. 10 tahun sudah hidupnya tanpa Vino, tapi 10 tahun sudah bayangan Vino masih mampu masuk dalam kehidupannya lebih dominan. Segalanya masih boleh tentang Vino, bahkan diantara Shani dan Gracio, dengan senang hati dia menaruh Vino diantaranya, ditengahnya.
"Aku kangen kamu mas." Lirih Shani. Wanita ini mengela nafasnya, menyembunyikan anak rambut dibelakang telinga, "Udah lama yah enggak saling ngobrol. Lucu banget, perpisahan antara kita aku yang buat, kamu bilang 'aku sayang kamu Shan, enggak papa kalau kamu mau pergi, aku pengen kamu bahagia, itu aja' iya mas, Aku bahagia, tapi enggak sesempurna yang aku damba. Dulu kita saling keras yah? Keras soal lanjut atau berhenti, kamu pilih bertahan meski aku berontak, pada akhirnya titik anatara kita adalah pisah. Kamu inget enggak? Kamu bilang apapun hubungan kita setelahnya, kamu bakal tetep jadi lelaki yang enggak akan pergi dari aku, eh—kamu malah yang benar-benar ninggalin, kamu pergi ninggalin lukanya. Kami bohongin aku dan bohongin Vito anak kita." Tutur Shani dengan begitu lirih, isak tangisnya tak tertahan. Dirinya semakin memeluk tubuhnya sendiri, mendekap ruang Vino yang ia percayai ada di sisi nya kini.
Vino tak benar-benar pergi, dia hanya berpindah tempat—itulah yang dia dengar dari Gracio, suaminya dulu ketika awal kematian Vino. Ya, Shani percaya, Vino masih disini untuk menjaganya, mengawasinya dan memberikan kasih sayangnya.
Vino ada, dan Shani percaya.
"Mas, maaf.."
Air matanya tak pernah mampu Shani tahan ketika ada dihadapan Vino. Rasanya sesak dan hilang selalu menghantam hatinya. Seandainya saja waktu bisa diputar, Shani ingin ada disisi lelaki itu ketika dalam masa sakitnya, jika tau waktu Vino tak lebih lama darinya hari itu, Shani ingin sejenak berbicara dari hati ke hati, saling beradu argumen dengan Vino. Ya—Shani ingin barang sejenak.
"Maafin aku karena enggak bisa jadi Bunda yang baik buat Vito. Maaf aku ingkar janji, maaf enggak jadi sosok yang selalu kamu inginkan—dulu."
"Mas, kamu tau? aku gagal." Shani mengangkat kepalanya menatap langit yang tak begitu cerah, senyumnya getir, suaranya lirih, hatinya berontak. Bibirnya bergetar hebat, menyadari betapa gagalnya dia menjadi seorang wanita dengan dua peran, istri dan seorang ibu. "Ya, aku gagal mas." Lirihnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERTAUT [SELESAI]
FanfictionBertaut, jiwa manusia dan egoisnya menyatu, belajar memahami dan juga menerima. Bahwa ; masa lalu adalah perihal damai untuk masa depan.