🍁
- memulai -
End.
________
Dalam hidup mungkin Vito sudah mengalami banyak luka dan bahagia secara bergantian, atau bahkan berteman baik soal itu. Entah lah sudah beberapa kali dirinya jatuh dan kembali diberikan kesempatan untuk bangkit sebagai waktu memperbaiki segala hal yang sempat menjeratnya masuk kedalam ke-egoisan, duka dan luka terbesar dalam hidupnya, yang mengutuknya menjadi sosok yang sempat sangat keras. Vito mengalami dan melalui berbagai macam lika-liku kejahatan yang sempat singgah didalam kehidupannya.
Tahun demi tahun tanpa sadar sudah berlalu dengan cukup cepat, seiring dengan tumbuh dewasanya dia bersama dengan berbagai cerita yang sempat hampir stuck di satu titik. Ya, hampir. Pada kenyataannya Vito berani melangkah pergi dari sana, dari masa terburuknya, seperti ; sendiri, tersisihkan atau mengasingkan dengan hal yang tak pernah kalah dalam egonya. Dia berani, karena hari itu Vito memulai chapter yang baru dengan beberapa orang baru di hidupnya.
Sekarang Vito benar-benar menjadi sosoknya yang baru, bukan Vito yang kecil tumbuh dengan hangatnya keluarga, atau bukan juga Vito yang tumbuh dewasa dengan perasaan yang menghantam kuat, rasa marah, kecewa, duka, keras kepala dan luka, tapi sekarang dirinya seolah terlahir kembali, sebagai Alvito Fadrian Shakell dengan berbagi perubahan yang ada menghidupkannya lagi.
Jika dilihat, sudah banyak sekali perjalanan yang tak terduga olehnya dilalui dengan sempurna, Vito tak menyesali dimana dia pernah ada di situasi kala itu, bagi Vito—seandainya saja dia tak pernah ada di sana, mungkin dia tak akan pernah berada di titik sekarang, di sini dengan orang-orang yang dia sayang pula.
Boleh kah Vito bangga dengan dirinya sendiri? Bangga karena berani memulainya lagi.
Suara ketukan pintu membuyarkan sedikit cerita panjang tentang perjalanannya, dia menurunkan kaki yang sedari tadi nangkring—ah ralat, berselonjor dengan nyaman bertemu pada meja, "Ya, masuk." Suaranya lantang seraya membenarkan kemejanya, bersamaan dengan seseorang yang berjalan mendekat padanya.
"Laporan buat besok."
Vito mengangguk, ia menerima satu berkas yang Amel berikan. Matanya mengikuti gerak langkah Amel yang mengarah pada sofa mengambil duduk di sana. Vito menghela nafasnya, memilih untuk menaruh berkasnya, "Gue bakal ngerasa lebih enak liat lo selonjoran di rumah sambil nonton series di Netflik, nyemil nikmati kehamilan lo di rumah Mle daripada di sini, begah banget gue liatnya." Ungkapnya, menyusul Amel duduk seraya memberikan segelas air putih pada sahabatnya, yang sebentar lagi menjelma sebagai sosok ibu. "Enggak capek apa? Lagian gue udah bilang juga, ada Nanda yang bisa handle pekerjaan lo."
"Berisik ah."
"Demi kebaikan lo, kalau enggak menyangkut ponakan gue juga bodo amat mel." Dengsunya, sebenarnya Amel juga tidak kalah keras kepala dari padanya, entah sudah berapa kali mengatakan pada Amel untuk mengambil cuti saja, toh Vito tak memaksakan Amel untuk tetap berangkat ke kantor.
"Iya, bawel banget sih om Vito. Lagian bosen juga gue di rumah, ya lo tau sendiri kan, Ariel sekarang masih di Singapore. Seandainya gue enggak mampu gue juga enggak akan disini kali, lo masih liat gue wara-wiri di shakell.company ini berarti gue masih mampu. Sekarang pertanyaannya gini, lo mampu enggak bos?! Gue sih mampu." Jelasnya, Vito hanya menggeleng tak paham dengan tingkah sahabat yang sudah Vito anggap sebagaimana kakaknya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERTAUT [SELESAI]
FanfictionBertaut, jiwa manusia dan egoisnya menyatu, belajar memahami dan juga menerima. Bahwa ; masa lalu adalah perihal damai untuk masa depan.