(2)

4.4K 502 23
                                    

FLASHBACK ON!

"Tiga bulan yang lalu"

"Yak yak yak sorry, telat, tadi dosennya nyuri waktu tambahan." Ucap gue masih mengusap dada ngos-ngosan.

"Memang sejak kapan kamu on time Ay? Bikin nunggu mulu." Protes Kak Rendra narik kursi kosong disampingnya.

"Memang ada Aya suruh tunggu? Enggakkan? Yang mau nunggu juga Kakak sendiri jadi gak usah pasang muka suram Kakak dimari." Balas gue gak mau kalah, gue meletakkan tas gue diatas meja dan duduk di kursi yang di tarik Kak Rendra barusan.

"Makanya gak usah marah-marah tar cepet tua, kalau Kakak merasa terbebani, jalan pulang sangat terbuka lebar." Cicit gue natap Kak Renda tersenyum tanpa dosa.

Lagian gue kemari juga bukan mau ketemu Kak Rendra, gue kemari karena mau ketemu tambatan hati gue, kalau merasa buang-buang waktu yaudah pulang sana, gak gue larang juga.

"Kakak pulang itu artinya kamu juga harus ikut pulang, gak tahu terimakasih memang, udah bagus Kakak mau izin sama Bunda kamu, kalau enggak udah disuruh pulang dari 20 menit yang lalu." Balas Kak Rendra lagi.

"Ho ho tengkyu lah kalau begitu, lagian sama Adik sendiri perhitungan banget." Gue nepuk lengan Kak Rendra cukup keras.

"Kakak anak tunggal, sejak kapan kamu diangkat anak sama Mama Papa?" Ish.

"Minum dulu Ay." Gue nerima uluran minum Kak Reihan masih menatap Kak Rendra kesal.

"Minum bekas gue kenapa lo kasih ni anak?" Hah? Bekas Kak Rendra? Kirain bekas Kak Reihan.

"Lo gak liat gelas gue udah kosong? Lagian kalian berdua bisa kalau ketemu gak usah ribut terus? Bukannya kalian kenal udah dari kecil? Lo juga Ren, kan gue udah bilang, Aya gue yang anter." Kali ini Kak Reihan yang protes.

"Karena gue kenal dari kecil makanya bosen gue ngeliatinnya." Gue langsung mukul lengan Kak Rendra.

"Mulut Kakak bener-bener, yaudah tunggu bentar Aya lepas rindu dulu tar Aya langsung ikut Kakak pulang, puaskan?" Gue mengedipkan mata gue sekali untuk Kak Rendra.

"Ck!" Kak Rendra ngambil balik minumnya dari tangan gue.

Walaupun gue sama Kak Rendra selalu berantem kalau ketemu tapi gue sama Kak Rendra juga tahu pasti kalau Kak Rendra penting untuk gue, begitupun sebaliknya, gue berarti untuk seorang Rendra.

"Kakak udah makan?" Tanya gue ke Kak Reihan.

"Udah, kamu?" Dan gue juga mengangguk pelan, memang terdengar membosankan tapi gue sama Kak Reihan juga layaknya pasangan lain diluar sana.

Cuma karena Ayah sama Bunda gak setuju gue pacaran sama Kak Reihan makanya setiap kali mau ketemu, gue butuh Kak Rendra sebagai pengawal gue, orang tua gue mempercayakan Kak Rendra untuk menjaga gue.

"Mau sampai kalian ngejadiin gue jembatan buat saling ketemu kaya gini?" Tanya Kak Rendra buka suara, gue sama Kak Reihan langsung beralih melirik Kak Rendra yang sekarang udah menatap kita berdua tajam.

"Sampai kita berdua dapet restu?" Ucap Kak Reihan seakan nanya balik.

"Kalau mau direstuin ya datengin orang tuanya, lo berdua kira gue banyak waktu luang buat nemenin lo berdua ngumbar cinta disini skripsi gue lebih penting?" Gue balik menatap Kak Rendra tajam sekarang.

"Berisik banget, yaudah ayo pulang." Ajak gue bangkit dari duduk gue lebih dulu.

"Kamu yakin mau pulang bareng Rendra? Gak mau bareng Kakak aja?" Tawar Kak Reihan nahan lengan gue.

"Gak papa Kak, lagian Aya izin keluarnya memang sama Kak Rendra, tar Bunda pasti nanyak banyak kalau gak ngeliat muka Kak Rendra yang nganter Aya pulang, gak papa ya?"

Gue gak mau nyari masalah dulu, gini aja udah cukup tenang untuk sekarang, lagian kita bertiga masih muda juga, gue sama Kak Reihan juga gak ngebet nikah jadi mengenai restu orang tua gue, biar pelan-pelan.

Alasan gue ngajak pulang Kak Rendra sekarang itu karena gue tahu, kalau Kak Rendra udah buka suara itu artinya Kak Rendra memang lagi buru-buru, kalau enggak, Kak Rendra akan duduk ditempat lain membiarkan gue sama Kak Reihan berdua.

Kak Rendra udah selayaknya Kakak kandung gue, ucapan Kak Reihan juga gak salah, gue mengenal Kak Rendra udah dari kecil, bahkan pertemuan gue sama Kak Reihan juga karena Kak Rendra, Kak Reihan sahabat Kak Rendra dari SD.

"Yaudah kalian hati-hati, Ren, gue titip Aya." Ucap Kak Reihan nepuk pelan bahu Kak Rendra.

"Ngomong apaan lo? Gila lo pelihara? Udah ayo Buruan." Kak Rendra narik tas gue dan dengan terpaksa gue mengikuti Kak Rendra keluar lebih dulu.

"Kakak gak bisa lebih santai gitu kalau sama Kak Rei? Katanya sahabatan." Tanya gue begitu gue duduk manis disamping kemudi.

"Kalau bukan Reihan orangnya, apa kamu pikir Kakak akan ngebantuin kalian berdua?" Tanya Kak Rendra dengan tatapan fokus ke arah jalan.

"Bener juga sih, tengkyu lagi lah kalau begitu, tolong mengemudi dengan aman Kak, Aya masih mau hidup, lulus terus nikah dulu." Gue tersenyum sumringah dan menyamankan posisi gue.

"Nikah? Memang ada yang mau nikah sama kamu? Laki-laki dewasa akan mikir ratusan kali kalau mau milih kamu jadi istri." Gue mengerutkan kening gue memalingkan wajah ke arah Kak Rendra.

"Kan ada Kak Rei?" Jawab gue bangga.

"Reihan mah otaknya masih bocah, labil begitu juga." Ck.

"Kalau Kak Reihan masih bocah labil, terus Kakak apa bedanya? Seumuran jugakan?" Pertanyaan gue yang membuat Kak Rendra tersenyum tipis.

"Lagian ya Kak, coba bayangin kalau Aya tar beneran nikah sama Kak Reihan, wah, misi memperbaiki keturunan bakalan sukses besar kayanya." Senyum gue bahkan terlihat jelas sekarang.

Kak Reihan itu sangat mendekati sempurna bagi gue, ganteng iya, tinggi iya, pinter iya, paket lengkap banget udah, masalahnya cuma satu, Kak Reihan udah sebagus itu kenapa bisa Bunda gak setuju gue sama Kak Rei coba? Padahal kan berkah.

"Kalau Aya beneran bisa sampai nikah sama Kak Reihan nanti, uwah, bakalan berkah banget itu." Mata gue berbinar cuma karena ngebayanginnya aja.

"Kalau Reihan berakhir nikah sama kamu, itu artinya Rei dalam masalah, bawa musibah."

In My World (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang