(30)

2.5K 448 43
                                    

Gue menutup pintu kamar gue dan turun ke dapur untuk nyusulin Iky, awalnya gue pikir Iky udah turun dari tadi begitu gue suruh makan tapi ternyata, gue gak nemuin Iky dimanapun, setelah pemakaman Bunda, Iky beneran ngebuat gue khawatir.

"Din, kamu ngeliat Iky gak? Mbak gak cariin gak ada." Tanya gue ke Dinda, Dinda Adiknya Mas Galang.

"Tadi Dinda liat Mas Iky udah naik ke atas Mbak, mungkin dikamarnya." Gue menengadah menatap kearah kamar Iky sekarang, apa Iky beneran gak turun sama sekali dari semalam?

"Heumm, oya Din, kalian nginepkan?" Tanya gue memastikan, banyak saudara gue yang udah pada pulang kecuali Dinda sama keluarganya.

"Dinda sama Mas Bintang kayanya enggak Mbak, besok kebetulan ada syukuran lahirannya anak Mas Langit sama Bunga, mungkin Ayah, Bunda sama Mas Galang yang nginep." Gue menghela nafas dalam tapi tetap mengiyakan ucapan Dinda.

"Yaudah tar sebelum pulang kabarin Mbak dulu." Setelah mendapat anggukan Dinda, gue berniat balik naik ke atas untuk nemuin Iky sebelum kehadiran Mas Galang menghalangi jalan gue.

"Kamu baik?" Tanya Mas Galang menatap gue sangat menelisik.

"Apa keadaan Aya sekarang keliatan baik?" Tanya gue balik, apa keadaan gue baik setelah kepergian Bunda? Apa keadaan gue bisa lebih baik kalau setiap kali gue ngeliat Mas Galang, setiap kali itu juga gue selalu inget kelancangannya dia?

Gue gak mau memperburuk keadaan makanya gue diam, gue gak ngungkit kelancangan Mas Galang lagi bukan karena gue gak bisa tapi gue sadar, ada ikatan persaudaraan yang tetap harus gue jaga.

Gue diam juga bukan berarti gue bisa melupakan kesalahannya secepat itu, banyak yang harus gue pikirin sekarang, gue cuma gak mau ngurusin hal yang gak penting kalau cuma untuk mancing emosi gue lagi, gue lagi gampang meledak soalnya.

"Mas min__"

"Gak perlu." Mengabaikan Mas Galang, gue berjalan melewati Mas Galang dan masuk ke kamar Iky, pintu gue buka perlahan dan yang gue dapati adalah Iky duduk tertunduk dengan Kak Rendra yang ikut duduk disampingnya.

"Kita semua kehilangan Ky, Kak Aya dan Mas juga, kita semua kehilangan." Ucap Kak Rendra nepuk pelan bahu Iky, seberapa dewasapun sikap dan pemikiran Iky, nyatanya umur gak bisa nipu, Iky tetap yang paling terpuruk setelah kepergian Bunda.

"Kamu gak kasian sama diri kamu sendiri? Kamu gak kasian sama Kakak kamu? Dia khawatir Ky, Mas juga khawatir." Gue masih mendengarkan.

"Tadi malam, Kak Aya sama sekali gak bisa tidur, bukan cuma karena merasa kehilangan Bunda tapi dia khawatir dengan keadaan kamu, hampir satu jam sekali Kak Aya membuka pintu kamar kamu apa kamu sadar?" Iky menegakkan kepalanya setelah ucapan Kak Rendra barusan.

"Mas tahu kalian berdua ngerasa kehilangan tapi bukannya kalian berdua harusnya saling menguatkan? Kak Aya khawatir ke kamu tapi apa kamu gak khawatir sama keadaan Kakak kamu sekarang?" Gue menengadah menatap langit-langit sebelum benar-benar masuk ke kamar Iky.

"Dek! Ayo turun makan dulu?" Ajak gue mengulurkan tangan gue ke Iky, Iky juga sangat berharga untuk gue.

Iky menatap uluran tangan gue untuk sesaat sebelum meraih tangan gue dan bangkit dari duduknya, menatap gue lama sebelum beberapa detik kemudian Iky malah memeluk gue dengan tiba-tiba.

"Iky minta maaf karena ngebuat Kakak khawatir." Gumam Iky mengeratkan dekapannya.

"Gak ada Kakak yang gak khawatir sama Adiknya, udah gak perlu minta maaf, sekarang ayo turun, makan dulu." Ajak gue ulang.

Iky melepaskan dekapannya dan mengangguk pelan, Iky turun lebih dulu meninggalkan gue sama Kak Rendra berdua di kamar, gue menatap Kak Rendra ikut menelisik sekarang.

"Kenapa kamu nantap Kakak kaya gitu?" Kak Rendra malah mulai memperhatikan tubuhnya sendiri dari pantulan cermin.

"Gimana Kakak bisa tahu kalau Aya ngeliatin Iky di kamarnya hampir satu jam sekali?" Gue pikir Kak Rendra gak tahu, setelah pemakaman Bunda, rumah memang masih cukup rame semalam, orang pada sibuk mana sempat ngurusin gue sama Iky?

"Itu karena kamu juga terlalu khawatir sama Iky makanya gak sadar kalau Kakak terus merhatiin kamu." Kak Rendra mengusap lengan gue.

"Semuanya akan membaik Ay." Gue mengangguk cepat, heumm, gue juga percaya kalau semuanya akan membaik, entah itu menyangkut keadaan keluarga atau menyangkut perasaan gue.

"Ayo turun makan dulu, kamu juga belum makan apapun." Gue sebenernya mau tapi kalau gue ketemu lagi sama Mas Galang dibawah, perasaan gue balakan balik kesal.

"Kenapa?" Tanya Kak Rendra karena gue belum berniat turun sama sekali.

"Kak! Aya risih ketemu Mas Galang dibawah, Kakak tahu, tatapannya itu bener-bener bikin kesal, bersikap seolah-olah sangat khawatir tapi nyatanya di gak sepeduli itu sama perasaan Aya sedikitpun." Gue gak bisa nyembunyiin raut kekesalan gue.

"Jadi kamu mau nahan laper cuma karena takut ketemu Galang?" Ya gak gini juga maksudnya, gue gak takut tapi gue males ketemu itu orang.

"Males Kak bukan takut." Gue jawab tegas.

"Males? Kamu takut Ay, kamu takut makanya kamu berniat menghindar? Tapi mau sampai kapan? Memang apa ini semua salah kamu?" Ya bukan gue, dia yang seenak jidatnya ngadu sama Bunda jadi bukannya dia yang salah?

"Kak! Bisakan kita gak ngebahas tu orang? Aya gak mau berdebat sama Kakak cuma karena dia." Gue lagi males udah itu aja, gue juga tahu kalau gue gak mungkin menghindar selamanya tapi untuk sekarang gue beneran males, ogah.

"Jadi kamu maunya gimana? Gak makan? Kelaperan? Terus anak kita gimana? Apa dia harus ngertiin alasan Mamanya yang katanya lagi males ngeliat muka orang?" Hah? Sebegitunya banget suami gue Ya Allah.

"Kakak ngancem Aya pake anak kita?" Oke kalau ini pembalasan Kak Rendra karena selama ini gue pake alasan anak kalau mau sesuatu, Kak Rendra berhasil.

"Kakak ngomong kenyataan Ay! Anak kita gak harus ikut menderita karena kamukan?" Ngenes banget bahasanya Kak, jadi ngerasa bersalah.

"Jadi maksud Kakak sekarang Aya itu jahat? Iya?" Tanya gue berkaca-kaca, ah lagi-lagi, labil bener Ay.

"Kakak cuma mau kamu lebih mikirin kesehatan kamu, tadi kamu bisa ngingetin Iky tapi nyatanya kamu juga sama, alasan kamu males makan yang gak bisa Kakak terima, apa itu jelas?" Kak Rendra mengusap pipi gue pelan.

"Jadi sekarang Kakak mau Aya gimana? Turun makan tapi tar nanti ketemu itu orang di bawah? Gitu?" Tega banget.

"Turun makan tapi sambil merhatiin muka Kakak, bukannya itu yang kamu lakuin dikamar dulu?" Hah? Kak Rendra juga tahu?

In My World (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang