(48)

2.5K 416 34
                                    

"Kakak cinta sama kamu." Senyum bahagia tercetak jelas di wajah Kak Rendra sekarang, senyumnnya bahkan bisa membuat gue lupa dari mana gue mendapatkan keberanian untuk mengecup Kak Rendra lebih dulu.

"Apa kalimat ini yang mau kamu denger dari dulu?" Gue mengangguk semangat.

Kalimat ini sangat penting, kalimat ini yang terus membuat gue meragu selama, kalimat yang harus gue perjelasan dengan perasaan menunggu cukup lama karena memang kalimat Kak Rendra barusan sepenting itu.

"Bagi perempuan kalimat kaya gini tu penting, sangat malah." Gue kembali memeluk Kak Rendra sangking bahagianya, gue mau nangis sangking kesenengan.

"Kalian para perempuan terlalu mengedepankan perasaan, bukannya cuma dari sikap udah bisa menjelaskan semuanya, perasaan laki-laki itu tulus atau enggak, kalian bisa menilainya sendiri." Ck.

"Karena perempuan selalu pake perasaan makanya kalau kalian laki-laki bikin salah gampang buat dimaafin, kalau semua perempuan didunia ini lebih mengedepankan otak, kalian semua akan berakhir babak belur."

Kak Rendra dan para kaumnya harusnya banyak bersyukur, kalau bukan karena kami yang para perempuan memutuskan sesuatu pake hati, mereka semua akan banyak kehilangan dan semakin banyak juga laki-laki diluar sana yang hidup dalam penyesalan.

"Jadi sekarang Kakak yang salah lagi?" Yah yah kenapa malah kaya gini ujung-ujung.

"Aya gak ngomong Kakak salah, Aya cuma--- ah udahlah, Aya gak mau ngajak Kakak berantem sekarang." Perasaan gue udah cukup baik karena pengakuan Kak Rendra jadi jangan ngebuat mood gue rusak lagi cuma untuk ngebahas hal yang bisa ditunda dulu.

"Maaf Kakak butuh waktu lama." Gue mengangguk cepat, gak masalah seberapa gue nunggu asalkan yang gue tunggu itu pasti kedatangannya.

.
.
.

"Jadi apa keputusan Kakak berubah lagi?" Tanya Iky menatap gue dengan tatapan menintimidasinya.

Kak Rendra yang memang duduk disamping Iky menatap gue dengan senyum tertahan sedangkan Iky sendiri menatap gue sama Kak Rendra bergantian dengan tatapan gak habis pikirnya.

"Kalian berdua itu nyusahin tahu gak? Jadi sekarang Iky harus apa? Batalin lagi pindahannya padahal semuanya hampor beres Iky urus?" Wajah kesal Iky terlihat jelas, senyuman gue sama Kak Rendra bahkan gak mampu membuat senyum Iky ikut mengembang.

"Kan yang penting belum pindahan Dek, gak repot dong." Gue cengengesan.

"Wah, Kakak bener-bener, pindahan diri mah belum tapi semua persiapannya udah, apa Kakak mau Iky nyari kampus lain sekarang?" Gue tertawa garis dengan tangan mulai menggaruki kepala gue gak gatal.

"Ya maaf Dek! Gak sengaja." Dan Iky langsung bangkit dari duduknya begitu mendengar ucapan gue.

"Makanya kalau udah menyangkut perasaan yang masih ngegantung, jadi suka ngambil keputusan langsung, ribet jadinya." Iky marah beneran kayanya.

"Mas juga, udah tahu Kak Aya nyusahin tapi kenapa terus Mas gantung, katakanlah Mas gak peduli sama Kak Aya, tapi apa Mas sama sekali gak mikirin beban Iky? Berat Mas." Ck! Ini yang Kakak kandungnya Iky siapa?

"Kenapa Kak Rendra harus mentingin kamu lebih dulu? Yang istrinya siapa?" Tanya gue ikut bangkit menatap Iky kesal.

"Andai Mas Rendra beneran Kakak kandung Iky mungkin gak akan seribet ini, andai tapi kenyataan memang terkadang seolah tamparan hidup, kudu sadarkan diri sesegera mungkin." Wah ngajak ribut ni anak.

"Kalau ka--"

"Kalian berdua bisa stop? Sampai kapan Kakak harus berdiri diantara perdebatan kalian?" Potong Kak Rendra menatap gue sama Iky bergantian.

"Mas minta maaf, akan Mas bantu sebisa mungkin." Kak Rendra nepuk pelan bahu Iky dan Iky mendudukkan tubuhnya balik disamping Kak Rendra.

"Kamu bahagia kalau Kakak bahagiakan Dek? Yaudah jangan banyak tanya." Gue balik duduk juga.

"Ini terakhir kalinya, beneran terakhir kalinya ya Kak? Kalau Kakak berubah pikiran dan berencana pindah lagi, urus sendiri." Gue mengedipkan mata setuju.

Yang namanya saudara itu berantem mah wajar tapi percaya sama gue, lo gak akan bisa sakit hati sama saudara kandung lo sendiri, lo gak akan mendendam, seberapa parahpun perdebatan lo berdua, setelah menit bahkan jam atau hari berlalu, semuanya akan sama seperti semula.

Saudara itu adalah keluarga tertulus yang gak pernah pamrih, dia ada disaat lo butuh, entah itu saudara yang lebih tua atau lebih muda dari lo, kedekatan kalian gak akan berkurang atau berbeda dari sebelumnya cuma karena perdebatan sesaat.

"Kalau gitu Iky keluar sebentar, Kakak mau nitip apaan? Mas mau nitip sekalian?" Gue memutar mata mikir mau nitip apa.

"Susu kotak ya Dek, yang biasa." Iky melirik gue sekilas dan menghembuskan nafas dalam, lagi-lagi gue hanya bisa menyunggingkan cengengesan gue.

"Ada lagi?" Gue menggeleng cepat, itu aja gue udah berharap kalau Iky gak akan lupa.

"Yudah Iky jalan sekarang, kalau ada tambahan kabarin." Mendapat angggukan gue sama Kak Rendra, Iky keluar dari rumah dan gue sama Kak Rendra juga bangkit naik ke atas masuk ke kamar.

"Kakak mau beberes lebih dulu atau Aya dulu?" Tanya gue memegang handuk gue sendiri.

"Kamu duluan, kasian kalau handuknya di taruh lagi, tar disangka kamu PHP." Hah? Apa hubungannya handuk sama PHP? Ini yang gila siapa?

"Seminggu gak ketemu ternyata otak Kakak makin bobrok." Dan satu sentilan mendarat di kening gue.

"Mulut Ay! Inget yang didepan kamu sekarang suami, bukan cuma seorang Kakak, sahabat apalagi dikira cuma anak temen Bunda." Ya ya gak perlu di ingetin sebegitunya juga.

"Ribet banget." Mengabaikan tatapan kesal Kak Rendra, gue masuk ke kamar mandi dan bertapa cukup lama, jangan tanya gue ngapain, mulai dari ngabisin air sama nyikatin dinding sama lantai kamar mandi juga gue jabanin.

Hampir setengah jam lebih, gue keluar dari kamar mandi dengan wajah yang jauh lebih seger, muka gue seger tapi muka yang nungguim gue keluar mendadak berubah suram, ini kenapa lagi?

"Kakak kenapa?" Tanya gue yang membuat Kak Rendra bangkit dari duduknya dan berjalan mendekat ke arah gue.

"Kenapa?" Tanya gue gugup, jangan aneh-aneh.

"Barusan Iky nelfon dan Kakak yang ngangkat panggilannya." Yah kirain gue apaan? Yaudah sih gak papa, angkat aja.

"Terus? Iky bilang apa?" Tanya gue jauh lebih santai.

"Iky nanya, susu ibu hamil yang biasa kosong, kamu mau yang lain?" Dan terjawab sudah kenapa raut wajah Kak Rendra berubah.

In My World (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang