(46)

2.2K 415 23
                                    

"Kalian mau pindah kemana?" Tanya Kak Rendra yang entah sejak kapan udah duduk di ruang tamu gue.

Kak Rendra masuk dari mana? Gue gak perlu nanya pertanyaan bodoh itu karena kalau Iky dirumah, pintu memang gak harus gue kunci, gue ngunci pintu kalau memang sendiri.

"Mas kapan dateng?" Tanya Iky mengusap lengan gue pelan sembari menatap gue penuh maksud, gue ngerti dan gue menuruti.

"Apa itu penting sekarang? Ini masih rumah keluarga Kakak jugakan?" Jawaban Kak Rendra yang membuat gue menatap Kak Rendra gak percaya, apa gue gak salah denger?

"Keluarga? Seminggu ini Mas kemana aja?" Iky bukan tipe orang yang akan bersikap manis cuma karena permintaan gue.

"Iky gak akan basa-basi jadi maksud dan tujuan Mas dateng sekarang itu apa? Mas mau apalagi?" Tanya Iky to the point, tatapan Iky sekarang juga bukan tatapan orang mau buka obrolan santai.

"Apa Mas harus punya alasan lebih dulu untuk menemui istri Mas sendiri?" Isi otaknya Kak Rendra apaan? Gue beneran mau tahu.

"Dan pertanyaan Iky masih sama, istri? Seminggu ini Mas kemana aja? Apa Mas lupa kalau Mas punya istri?" Apa mereka akan berdebat lagi sekarang?

"Kamu gak berhak nanya kaya gini sama Mas, Kakak kamu masih mempunyai status lain." Kak Rendra gak akan mau ngalah, melihat Iky yang udah cukup nahan emosinya, gue menghembuskan nafas berat dan berbalik narik lengan Iky menghadap gue.

"Dek! Kamu berangkat sekarang aja, biar Kakak yang bicara." ucap gue yakin.

"Kak! Iky gak mau Ka--"

"Dek! Gak papa." Gue meyakinkan Iky kalau gue akan baik-baik aja, gak ada gunanya gue nahan Iky disini cuma untuk ngeladenin Kak Rendra yang jelas maunya apa.

Walaupun awalnya keberatan, Iky tetap menuruti keinginan gue, kekhawatiran Iky gak akan terlalu besar kalau gue bisa bersikap jauh lebih tenang, gue juga gak mau terlalu terbawa suasana.

"Jadi kenapa?" Tanya gue begitu melihat mobil Iky keluar dari pekarangan rumah, membiarkan Kak Rendra duduk dengan tatapan belum lepas dari gue sama sekali.

"Kamu mau pindah kemana?" Tanya Kak Rendra langsung, gue menatap Kak Rendra sekilas dan meletakkan segelas minuman dihadapannya.

"Aya mau pindah kemana, Aya gak bisa ngasih tahu Kakak." Gue pindah karena gue gak mau ketemu mereka jadi gue rasa alasannya udah cukup jelas.

"Apa kamu udah yakin dengan pilihan kamu? Apa kamu mau kita berakhir kaya gini? Tanpa usaha apapun?" Gue tertunduk dengan senyum sinis.

"Usaha? Usaha yang Kakak maksud sekarang apalagi? Apa seminggu ini Kakak melakukan sesuatu untuk mempertahankan keadaan kita? Rasanya enggak."

Setelah tahu anak kita udah gak ada, gue pikir akan ada kesempatan untuk gue dan Kak Rendra tetap bersama, akan ada kemungkinan kalau Kak Rendra berusaha mempertahankan rumah tangga kami berdua.

Tapi kenyataannya, seminggu berlalu dan Kak Rendra menghilang tanpa ada kabar apapun, jangankan usaha mempertahan rumahtangga kita berdua, ngabarin atau bahkan nanya keadaan gue aja enggak pernah.

"Bukannya sikap Kakak udah memperjelas semuanya? Tanpa anak, Aya bukan seseorang yang harus Kakak khawatirin atau Kakak tahu keadaannya." Gue memaksakan senyuman gue untuk Kak Rendra.

"Dulu! Kakak bilang bertahan, Aya bertahan, Kakak bilang tunggu, Aya nunggu, terus Kakak minta Aya terus bersabar, Aya bertahan sampai dibatas kesabaran Aya." Gue menuruti semua keinginan dan ucapannya.

"Kakak selalu bilang kalau semuanya akan semakin membaik, Kakak minta Aya percaya, Kakak minta Aya yakin kalau semua akan indah pada waktunya tapi semua nyatanya cuma angan."

"Didunia ini, ada satu hal yang selalu Aya harapkan, Aya berharap kalau semua orang yang Aya sayang akan berbahagia, orang yang Aya sayang? Kakak dan Iky berada dibatas yang sama."

"Walaupun dunia berubah tapi itu semua gak akan merubah harapan Aya, Aya membiarkan Kakak memilih karena Aya mau Kakak mikirin yang terbaik untuk diri Kakak sendiri juga, bukan dengan selalu mengedepankan kepentingan Aya."

"Aya tetap membiarkan Kakak memilih walaupun pilihan Kakak mungkin akan menyakitkan tapi Aya tetap mau tahu, sejauh apa Aya bisa bertahan dengan hati Aya yang terluka, dengan atau tanpa Kakak disisi Aya nantinya."

"Gak masalah kalau Aya harus menderita sendirian asalkan kebahagian Kakak bisa Aya pastikan kedatangannya."

"Aya cuma bisa memberikan itu untuk semua yang udah Kakak lakuin ke Aya, untuk semua kebaikan dan pengorbanan Kakak ke Aya, saat ini, detik ini, Aya menepati janji Aya ke Kakak dulu."

"Aya membiarkan Kakak memilih dan Aya akan melepaskan Kakak kalau memang saat itu tiba."

Ini adalah hal yang telah gue usahakan lama selama ini, ini adalah janji yang berusaha keras gue tetapi, gue gak mau Kak Rendra meragu, gue gak mau Kak Rendra bingung dengan perasaannya sendiri.

Kak Rendra harus memastikan sendiri sebenernya apa alasannya Kak Rendra bertahan, itu semua karena bayi dalam kandungan gue atau memang tulus karena gue orangnya? Dan jawaban Kak Rendra sekarang cukup untuk memperjelas semuanya, itu bukan karena gue.

Sikap gue sekarang bukan cuma pekara gue lelah berjuang, ini semua juga cuma pekara gue yang terlalu terbawa perasaan, gue yang baperan, gue yang terlalu tergesa-gesa atau gue yang terlalu kekanak-kanakan.

Ada beberapa hal yang dianggap berlebihan atau bahkan terkesan kekanak-kanakan tapi akan sangat menyakitkan untuk orang yang menanggungnya, masalah akan terlihat berbeda tergantung dari sisi mana kita menilainya.

"Apa kamu selesai dengan semua omongan kamu? Apa boleh Kakak yang bicara sekarang?" Tanya Kak Rendra setelah diam dan mendengarkan gue untuk waktu yang cukup lama.

"Heumm! Kakak mau ngomong apa?" Gue memperbaiki posisi duduk gue dengan tatap memperhatikan kearah lain.

"Kamu mau pindah kemana?" Pertanyaan Kak Rendra masih sama, gue mau pindah kemana?

"Bukannya itu udah Aya jawab? Aya gak akan ngasih tahu Kakak." Dan jawaban gue juga masih tetap sama, gue gak akan ngasih tahu siapapun.

"Okey! Kamu gak perlu jawab, Kakak juga gak butuh jawaban kamu." Kak Rendra bangkit dari duduknya sembari menatap gue datar.

Gue yang memang mendapati reaksi Kak Rendra ikut bangkit dari duduk gue detik itu juga, tatapan pasrah gue sekarang terlihat jelas tapi semuanya berubah begitu Kak Rendra berjalan cepat memeluk gue tiba-tiba.

"Kamu gak perlu ngasih tahu Kakak apapun karena kamu memang gak akan pindah kemanapun." Ucap Kak Rendra tepat didekat telinga gue.

"Aya gak butuh pendapat Kakak untuk pindah, keputusan Aya juga gak akan berubah." Apa Kak Rendra pikir gue lagi becanda.

"Kamu memang gak butuh pendapat Kakak dan Kakak juga gak minta Kamu ngubah keputusan kamu, cuma kamu harus ingat satu hal Ay!"

"Apa?"

"Kamu masih istri Kakak dan kamu butuh izin Kakak untuk semua hal, apa kamu lupa?"

In My World (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang