(1)

9.6K 619 52
                                    

-Prolog-

Terlalu banyak yang berubah, rasa sayang yang awalnya gue kira bisa berubah menjadi cinta nyatanya hanya semakin memudar dan berubah menjadi sebuah kebencian, semakin gue mencinta, semakin gue terluka, perasaan yang selama ini gue simpan seakan berubah menjadi rasa sakit yang disengaja.

Menjauh terasa berat tapi bersama terdengar lebih tidak mungkin lagi, banyak yang harus gue pertimbangkan, banyak yang harus gue pikirkan, entah itu menyangkut perasaan orang disekiling gue atau bahkan menyangkut perasaan gue sendiri.

Disaat mencintai malah seperti mengukir luka, disaat rasa sayang malah seakan ikut menyiksa, apa meninggalkannya akan membuat keadaan kembali seperti semula?

Jawabannya tidak, sesuatu yang sudah terlanjur tidak akan berguna kalaupun harus dibahas berjuta kali, yang terbaik adalah mencoba bertahan dengan keadaan, mencari cara untuk berdamai dengan situasi.

Berusaha mengubah hal yang terdengar tidak mungkin menjadi terlihat jauh lebih mudah jika dicoba bersama, bukan menyerah tapi saling bergadengan mencari jalan terbaiknya, sampai semua terasa membaik, sampai disaat ketika kita bersama semua akan baik-baik saja dan bersama kita akan jauh lebih berbahagia.
.
.
.

Main cast:
Ayaka Hnayaaa.
Narendra Zinan Putra

Aya Point of View

Gue menghela nafas masih dengan tatapan gak percaya gue, apa yang harus gue perbuat kalau ternyata Kak Rendra sama gak warasnya?

"Apa Aya harus berterimakasih? Ngapain Kakak nyusulin Aya sampai kemari?" Tanya gue separuh kesal.

"Kenapa kamu gak izin dulu sebelum kabur dari rumah?" Ini gue yang gila apa Kak Rendra? Lagian mana ada orang kabur pake izin dulu? Itu mah bukan kabur namanya tapi pamitan.

Bukan cuma pertanyaannya yang gila tapi tebakannya aja udah salah, gue bukan kabur dari rumah tapi gue ikut liburan bareng keluarga sepupu gue, tolong bahasanya dikondisikan.

"Kak! Aya liburan bukan kabur dari rumah, lagian siapa bilang Aya gak izin? Aya ninggali note di atas meja belajar Kakakkan? Kakak baca gak?" Enggak kayanya.

Kalau Kak Rendra baca, dia gak akan semarah ini, Kak Rendra juga gak akan buang-buang tenaga cuma buat nyusulin gue sampai kemari, waktunya terlalu berharga untuk diabisin cuma buat nyariin gue.

"Kakak baca!" Lah baca ternyata, kalau Kak Rendra baca terus dia ngapain dimari?

"Terus? Kakak ngapain nyusulin kalau memang baca note-nya? Kurang kerjaan? Sejak kapan Kakak punya waktu luang buat Aya?" Heran gue, kelakuan Kak Rendra makin hari malah makin menjadi, diluar nalar semua.

"Kakak juga mau ikut liburan bareng kamu." Hah? Alasannya lebih gila lagi, kesambet apaan Kak Rendra sampai ngomong ngaur begini? Liburan bareng? Yang ngomong waras kagak?

"Apa Kakak pikir Aya bakalan terima alasan gak masuk akal Kakak? Lebih baik Kakak ngomong yang jelas, ngapain nyusulin Aya sampai kemari?" Tanya gue ulang.

Lagian kalau gue pikirin lagi, gue yang pergi jauh kaya gini harusnya jadi keuntungan besar buat Kak Rendra, Kak Rendra gak harus berhadapan sama gue, gak harus natap wajah gue, bukannya selama ini itu yang dia mau?

"Apa kamu sangat membenci Kakak?" Itu pertanyaan apa pernyataan?

"Bukannya Kakak yang jauh lebih benci sama Aya? Kalau Kakak gak benci sama Aya, Aya gak perlu hidup semenderita ini."

Apa tujuan Kak Rendra dateng cuma buat ngajak berantem gue? Apa gak bisa ngasih gue sedikit waktu dan ruang untuk bernafas lega? Sampai kapan gue harus ngadepin kebenciannya ke gue? Apa seumur hidup?

"Bukannya Mama udah bilang kalau Kakak harus belajar jadi Kakak yang baik? Mana ada seorang Kakak yang ngebiarin Adiknya liburan sendirian?" Duh.

Sendirian dari segimananya coba? Kan udah gue jelasin kalau gue liburan bareng keluarga sepupu gue, mana ada sendiri? Budek? Tuli? Apa gak ngerti bahasa manusia? Otaknya miring.

"Adik? Kakak gak usah ngelawak didepan Aya, mau muntah Aya dengernya." Balas gue tetiba mual.

"Memang ada yang salah? Bukannya kita saudara? Itu yang keluarga kamu mau?" Gue menggigit bibir gue nahan emosi dengan lelaki yang berdiri dihadapan gue sekarang.

"Terserah, mau Aya jawab apapun intinya juga sama, Kakak gak akan mau ngalahkan? Kalau Kakak tetap mau disini okey silahkan." Gue bangkit dari duduk gue menyejajarkan tubuh gue dengan Kak Rendra.

"Silahkan tinggal tapi jangan sekamar sama Aya, Kakak mau tidur dimana aja terserah asal bukan disini." Gue melempar tas Kak Rendra ke lantai dan berbalik masuk ke kamar mandi.

Gue bahkan mengusap wajah gue kasar sangking gak habis pikir sama kelakuan Kak Rendra, itu orang sebenarnya mau apa dari gue? Apa belum cukup dia ngancurin hidup gue? Sekarang dia mau apa lagi?

Membasuh muka gue dan narik nafas dalam, gue menatap pantulan wajah gue dicermin masih dengan pemikiran menimbang, apa yang harus gue perbuat supaya Kak Rendra ngerti, gue gak mau apapun dari dia, gue gak akan nuntut apapun.

"Ay! Buruan bisakan? Kamu gak tidur didalamkan?." Teriak Kak Rendra dari luar, apa Kak Rendra belum pergi juga?

Menggelengkan kepala mumet, gue membuka pintu kamar mandi dan mendapati Kak Rendra berbaring santai diatas ranjang kamar gue, yak apa Kak Rendra gak ngerti bahasa Indonesia?

"Apa ucapan Aya tadi kurang jelas? Kenapa Kakak masih disini?" Tanya gue mencoba sesabar mungkin.

"Apa kamu lupa ingatan? Dikamar mandi kepala kamu gak sengaja kamu benturin ke dindingkan? Kenapa Kakak harus tidur dikamar lain kalau Kakak punya kamu?" Beneran geger otak kayanya.

"Mana ada Kakak yang mau tidur sekamar bahkan seranjang sama Adiknya? Kan gila!" Bentak gue mulai hilang sabar.

"Kakak itu status yang keluarga kamu berikan tapi kalau mengikuti kenyataan, Kakak juga suami kamu, kamu lupa kalau kamu istri orang sekarang?" Gue menghembuskan nafas pasrah.

Gak mau gue bahas tapi ni orang memang selalu punya cara untuk mendapatkan apa yang dia mau, kalau Kak Rendra udah bilang tinggal dan sekamar sama gue, mau gue susun rencana sebagus apapun juga percuma, orangnya gak akan berubah pikiran.

"Sebenernya apa yang Kakak mau? Apa gak bisa Kakak cuti ngusik hidup Aya sehari aja? Aya beneran capek." Gue cuma minta waktu libur sehari, besok lusa gue juga langsung balik.

"Itu karena kamu yang lebih dulu ngusik hidup Kakak, apa kamu pikir Kakak sangat ingin berdebat dengan kamu? Tinggal sekamar bahkan harus seranjang dengan perempuan modelan kamu?" Gue belum merespon apapun.

"Kalau Kakak sebenci itu dengan perempuan modelan Aya, kenapa gak pergi sekarang juga?" Tanya gue sinis.

"Itu karena kamu kabur masih membawa calon anak kita."

.
.
.

Yuhu! Welcome back to my lapak manteman kwkwkw 😁

In My World (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang