(9)

2.8K 413 53
                                    

"Kenapa?" Lirih gue menatap Iky minta penjelasan, Iky narik nafas dalam dan mendekat ke sisi gue, membisikan sesuatu dan detik itu juga gue mengutuk diri gue sendiri.

'Itu gak mungkin.'

"Kak! Kakak kenapa ngelakuin itu? Bunda marah besar bukan karena Kakak tidur bareng Kak Rendra tapi kenapa kalian ngelakuin itu di tempat orang lain?" Tanya Iky mengusap kasar wajahnya.

Mengabaikan pertanyaan Iky, gue masih terdiam mukul pelan kepala gue, kenapa gue gak inget apapun? Gue gak mungkin ngelakuin apapun bareng Kak Rendra, gue gak akan segila itu.

"Bunda marah besar karena setelah kalian minta untuk nutupin pernikahan kalian, Kakak sama Mas Rendra malah ngebuat orang lain mikir buruk, orang-orang yang gak tahu tentang pernikahan Kakak sama Mas Rendra bakalan mikir apa? Bunda marah karena khawatir dengan pandangan orang lain untuk Kakak." Lanjut Iky frustasi.

Gue juga sama frustasinya, setelah tahu alasan Bunda nampar gue juga nambah kacau pemikiran gue, tapi sekeras apapun gue coba, gue gak bisa nginget apapun? Bukannya gue cuma nemenin Kak Rendra duduk? Gimana bisa gue sama Kak Rendra berakhir seperti ucapan Iky? Itu gak masuk akal.

"Kak! Kakak dengerin Iky gak?" Iky nepuk pelan bahu gue.

"Kakak denger, terus kenapa Kakak bisa dirumah? Kamu yang jemput?" Ini yang gue pikirin sekarang.

"Mas Rendra yang nganter Kakak pulang sampai didepan rumah tapi Iky yang bawa Kakak masuk tanpa sepengetahuan Bunda." Kalau memang Kak Rendra yang nganter gue pulang, Iky tahu dari mana kalau gue ngelakuin itu sama Kak Rendra?

"Kamu sendiri tahu dari mana Ky?" Gue masih berusaha mengumpulkan kesadaran gue.

"Apa Kakak pikir Iky akan ngelepasin Mas Rendra pulang gitu aja tanpa penjelasan apapun? Ngeliat Kakak gak sadarkan diri aja udah cukup bikin Iky naik darah, Mas Rendra yang cerita semua, untung Mas Rendra sadar lebih dulu." Mendadak pemikiran lain muncul diotak gue.

"Awalnya Iky sama Mas Rendra sepakat untuk gak ngasih tahu siapapun tapi anehnya, ada yang ngirim foto Kakak bareng Mas Rendra ke Bunda makanya Bunda meledak kaya tadi." Ini lebih kacau lagi.

"Dek! Kak Rendra gimana?" Kenapa Kak Rendra cuma nganter gue sampai depan rumah? Bukannya sampai kamar sekarang juga udah gak papa?

"Mas Rendra juga sama kacaunya kaya Kakak sekarang." Dan gue beneran pasrah sama keadaan.

"Dek, kamu keluar dulu, Kakak mau sendiri." Walaupun berat hati, Iky menuruti ucapan gue dan nutup pintu kamar gue pelan.

Gue mengusap wajah gue kasar dan tanpa sadar beberapa bulir air mata sukses lolos tanpa bisa gue tahan, gue ini ngapain? Kenapa gue sebodoh itu? Semua rencana gue sama Kak Rendra bisa kacau, semuanya kacau sekarang.

.
.
.

"Nda, Aya akan jelasin semua tapi Aya beneran gak tahu kenapa Aya ngelakuin itu Nda, Aya gak inget apapun." Lirih gue menggenggan tangan Bunda.

Gue tahu Bunda marah, gue tahu Bunda kecewa tapi gue beneran gak inget apapun, gue akan cerita kalau memang gue inget, tapi kalau seandainya gue sadar, gue gak akan pernah ngelakuin hal segila itu.

"Kak! Kakak inget terakhir kali Kakak sama Mas Rendra dimana? Ngapain?" Gue mengangguk pelan untuk pertanyaan Iky sekarang.

"Awalnya Kakak nyariin kamu sama Kak Rendra tapi berhubung kamu udah pulang ya jadi Kakak cuma duduk berdua sama Kak Rendra diruang tunggu, ngambilin Kak Rendra minum dan udah itu doang." Benerkan? Gue sama Kak Rendra bahkan belum sempat makan apapun disana.

"Terus itu foto kenapa bisa ada Ay? Bunda malu." Tanya Bunda bahkan meneteskan air matanya.

Melihat Bunda tertunduk dengan air mata berlinang beneran ngancurin perasaan gue, disaat Bunda sakit harusnya gue gak bikin ulah, sekarang gue malah cuma nambah beban pikiran Bunda dengan masalah gue.

"Aya minta maaf Bunda." Gue cuma bisa bilang maaf karena nyakitin hati Bunda gue, gue gak inget apapun.

"Bunda mau kamu sama Rendra ngadain resepsi sesegera mungkin, Bunda gak akan nerima penolakan apapun." Gue gak bisa membantah apapun dalam keadaan kaya gini, yang harus gue lakuin cuma nemuin Kak Rendra.

Keluar dari kamar Bunda dengan perasaan masih kacau balau, gue nurun ke bawah berniat nemuin Kak Rendra ke rumahnya tapi begitu ngeliat mobil Kak Rendra terparkir didepan rumah, gue sedikit bisa bernafas lega.

"Kak! Kita butuh bicara." Ucap gue narik lengan Kak Rendra yang dihempas paksa detik itu juga.

Kaget? Pasti, ini pertama Kak Rendra membalas sikap gue dengan cukup kasar, dulu, walaupun gue bikin ulah atau bahkan gue marah sekalipun, Kak Rendra hanya akan mengabaikan atau paling parah mendiamkan gue beberapa hari tapi sekarang apa yang salah?

Tanpa menatap gue, Kak Rendra berjalan cepat meniki tangga dan masuk ke kamar gue gitu aja, gue yang merasa sikap Kak Rendra aneh hanya mengikuti dan nutup balik pintu kamar untuk bicara.

"Jelasin semuanya sama Aya sekarang?" Tanya gue begitu Kak Rendra mendudukkan tubuhnya di sofa kamar gue.

"Jelasin? Bukannya kamu yang harus ngasih penjelasan lebih dulu? Apa yang kamu masukin kedalam minum Kakak kemarin?" Tanya Kak Rendra balik dengan tatapan penuh amarahnya.

Bentar bentar, jelasin apa yang gue masukin kedalam minumannya? Apa ada yang naruh sesuatu ke dalam minuman kemarin? Dan kalaupun ada apa Kak Rendra mikir gue yang naruh sesuatu dalam minumannya? Apa ini alasan Kak Rendra bersikap aneh ke gue? Beneran nuduh gue?

"Kakak nuduh Aya?" Tanya gue mulai menatap Kak Rendra dengan tatapan yang sama.

Kak Rendra kenal gue berapa lama sampai bisa nuduh gue ngelakuin itu? Apa gue udah gila sampai berani ngelakuin itu untuk Kak Rendra? Untuk diri gue sendiri? Gue gak akan ngancurin masa depan gue sama Kak Rendra dengan cara sepicik itu.

"Bukannya kamu yang ngambilin minum Kakak? Kenapa kamu harus ngebawa Kakak ke tempat lain kalau memang ini bukan niat kamu? Bukannya kamu bisa ngajak Kakak pulang kalau memang kamu sadar waktu itu?"

"Mempertahankan pernikahan kita seperti mau Bunda bukan dengan cara jual diri kaya gini Ay."

"Yak Narendra!" Bentak gue cukup keras, Kak Rendra bahkan cukup kaget dengan bentakan gue.

"Aya masih sangat menghargai Kakak sebagai keluarga Aya sekarang jadi tolong selagi Aya bersabar, jaga bicara Kakak."

"Apa penjelasan Aya sekarang akan Kakak percaya? Apa kalau Aya bilang Aya juga gak inget apapun Kakak akan percaya? Aya yakin enggak, penjelasan apapun gak akan ada gunanya sekarang."

"Apa Kakak yakin Aya yang ngelakuin itu? Seberapa lama Kakak kenal Aya sampai bisa ngambil kesimpulan bodoh kaya gini?" Tanya gue meneteskan air mata.

"Apa Aya gila? Apa Kakak gak kenal Aya sama sekali? Meluk Kakakpun Aya gak pernah jadi dari mana Aya punya keberanian untuk ngajak Kakak tidur Hah?" Tanya gue mengusap air mata gue cepat.

"Kamu punya alasan kuat untuk ngelakuin itu, bukannya ini cara terbaik untuk membuat Kakak bertahan dengan status suami kamu?"

"Aya juga gak butuh suami yang tahunya cuma nyalahin kalau punya masalah kaya gini, karena dari segimanapun Aya mikir, kejadian kemarin yang sepenuhnya rugi itu Aya." Gue yang paling dirugikan.

"Apa bertahan dengan status suami kamu selamanya itu bukan karugian?"

"Kalau memang itu yang sangat Kakak takutkan, Kakak gak perlu khawatir, kedepan nanti gimanapun keadaannya gak akan ada yang berubah, Aya akan melepaskan Kakak kalau memang Kakak nemuin perempuan yang sesuai dengan keinginan Kakak nanti."

"Apa kamu pikir Kakak masih akan percaya semua ucapan kamu sekarang?" Kak Rendra bangkit dari duduknya dan keluar dari kamar gue gitu aja.

"FLASHBACK OFF"

Ini adalah awal mula semua perubahan sikap Kak Rendra ke gue, Kak Rendra hanya akan memperlakukan gue dengan baik di depan Bunda dan Iky tapi selebihnya, gue layaknya orang luar yang siap dibulli kapanpun.

Belum cukup dengan kebencian atas tuduhan gak berdasarnya, kehamilan yang gak pernah gue duga malah memperparah kebencian Kak Rendra, gue adalah paket lengkap untuk ngancurin hidup seorang Rendra.

Yang gue lakukan sekarang hanya berusaha bertahan dengan keadaan gue, memeluk diri gue sendiri dengan sangat erat, bertahan dengan sikap Kak Rendra masih dengan harapan, nemuin orang yang udah ngancurin hidup gue dan Kak Rendra sekarang.

In My World (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang