(19)

2.6K 433 38
                                    

"Kakak gak pernah mikir ini kesalahan kamu jadi berhenti nyalahin diri kamu sendiri atau semua yang Kakak lakuin selama ini akan sia-sia."

Kak Rendra memegang kedua bahu gue dan mendorong tubuh gue pelan yang membuat gue melepaskan dekapan gue ditubuh Kak Rendra, gue sedikit mendongak menatap Kak Rendra penuh tanda tanya.

Gue yang memberanikan diri memeluk Kak Rendra untuk pertama kali, gue yang lebih dulu memeluk Kak Rendra dengan begitu erat walaupun kenyataannya Kak Rendra sama sekali gak membalas dekapan gue sedikitpun.

"Kenapa?" Apa Kak Rendra beneran menolak dekapan gue?

Kak Rendra menatap gue lekat, menatap gue dengan tatapan bingungnya tapi kenapa? Apa gue sama sekali gak berhak? Apa Kak Rendra beneran gak suka dengan sikap gue?

"Maaf, Aya sama sekali gak punya maksud apapun." Gue mundur beberapa langkah dan memaksakan senyuman gue, untuk sesaat gue lupa kalau alasan Kak Rendra bertahan adalah anak dalam kandungan gue, bukan karena hal lain.

Gue memeluk Kak Rendra karena gue merasa bersalah, gue memeluk Kak Rendra untuk menenangkan hati gue, gue memeluk Kak Rendra karena gue mau Kak Rendra tahu, gue berterimaksih dan gue bersyukur untuk kehadirannya.

"Kamu jangan salah paham Ay! Kakak mulai belajar tapi kasih Kakak waktu, Kakak sama sekali gak bermaksud apapun." Gue mengangguk pelan, gue ngerti.

Gue harusnya juga mulai belajar merubah pandangan gue, mungkin gue terlalu nyaman makanya gue berani memeluk Kak Rendra kaya barusan, ditambah tadi Kak Rendra juga memeluk gue untuk beberapa detik sebelum pergi nemuin Kak Reihan.

"Aya yang harusnya minta maaf." Gue yang harusnya minta maaf karena meluk Kak Rendra tanpa izin bahkan tanpa pemberitahuan apapun.

"Kakak cuma gak mau salah mengartikan perasaan Kakak sendiri Ay, kita berdua sama-sama tahu alasan kita menikah dan keadaan sekarang juga sama sekali bukan rencana kita."

"Kakak udah milih bertahan jadi Kakak akan mulai belajar menerima, Kakak cuma butuh waktu, mempertahankan kamu itu artinya Kakak gak akan mandang orang lain." Lagi-lagi gue hanya mengangguk pelan.

Gue percaya ucapan Kak Rendra jadi Kak Rendra gak perlu merasa bersalah sama gue, meluk Kak Rendra tadi memang kesalahan gue, Kak Rendra berhak gak membalas karena memang itu perasaannya ke gue sekarang, gue ngerti dan gue gak akan berkecil hati.

"Kamu udah makan?" Tanya Kak Rendra yang gue balas dengan gelengan, gue tahu Kak Rendra mengalihkan pembicaraan tapi tetap gue biarkan, gue juga gak mau bertahan dengan suasana canggung kita berdua.

"Kamu nungguin Kakak dari tadi? Sekarang kamu makan dulu, Kakak beberes setelahnya kita bahas masalah Reihan." Tanpa nunggu jawaban gue, Kak Rendra mengusap kepala gue sekilas dan berlalu masuk ke kamar mandi.

Setelah Kak Rendra nutup pintu kamar mandi, gue mendudukkan tubuh gue diranjang dan gak berniat turun buat makan sama sekali, gue rasa sekarang gue mulai aneh, keinginan gue terasa mudah tapi entah kenapa sangat sulit direalisasikan.

Kenapa gue malah mau makan sambil merhatiin mukanya Kak Rendra? Setelah tadi minta peluk, ini adalah keinginan gue yang mulai makin menggila, gimana ceritanya gue ngomong keinginan aneh gue ke Kak Rendra coba? Bikin ribet.

Masih menunggu Kak Rendra selesai beberes dengan pemikiran makin menimbang, gue laper tapi gue gak mau makan sendiri, mau minta Iky nemenin tapi bukan muka Iky yang mau gue liatin, keinginan gue makan merhatiin Kak Rendra bahkan lebih parah dari keinginan gue untuk denger alasan Kak Reihan ngelakuin ini semua.

"Udah makannya Ay?" Tanya Kak Rendra begitu keluar dari kamar mandi.

"Heummm, duduk dan jelasin buruan." Gue nepuk pelan sisi ranjang sebelah gue lengkap dengan cengiran gak jelas.

"Apa yang belum kamu tahu?" Kak Rendra ngambil posisi disamping gue, merhatiin rambut Kak Rendra yang masih belum kering membuat gue bangkit dan ngambil handuk lain di lemari.

"Kenapa Kak Reihan ngelakuin itu?" Gue mengulurkan handuk ke Kak Rendra dan balik duduk di tempat gue tadi.

"Reihan tahu tentang pernikahan kita jadi dia mikir kita berdua selingkuh makanya Reihan ngelakuin itu karena sakit hati." Jelas Kak Rendra bahkan narik nafas dalam.

Kaget itu pasti, gue gak ngerti gimana bisa Kak Reihan tahu tentang pernikahan gue sama Kak Rendra? Lagian, kalau memang Kak Reihan udah terlanjur tahu kenapa dia gak nanya dan minta penjelasan langsung dari gue atau Kak Rendra?

Kalau Kak Reihan ngelakuin itu semua dengan alasan sakit hati karena mikir gue sama Kak Rendra selingkuh itu beneran gila, andai kata Kak Reihan beneran sakit hati sekalipun, gimana bisa Kak Reihan setega itu ngerusak masa depan gue sama Kak Rendra?

Apa hidup gue gak berarti sedikitpun? Apa Kak Rendra bukan sahabatnya? Menghancurkan hidup gue sama Kak Rendra cuma karena sakit hati itu beneran berlebihan, apa ini alasan Bunda gak setuju hubungan gue sama Kak Reihan dulu? Kak Reihan akan ngelakuin apapun kalau merasa tersakiti.

"Kamu mikirin apalagi?" Gue mengusap kening gue karena sentilan Kak Rendra barusan.

"Alasan Kak Reihan ngelakuin itu beneran gak bisa Aya terima Kak, apa sakit hati bisa membuat orang menghalalkan segala cara?" Apa ada orang kaya gini?

"Hati seseorang gak ada yang tahu tapi apapun alasan Reihan bagi Kakak sekarang itu udah gak penting, sekarang yang perlu Kakak pikirin cuma kandungan kamu, lebih baik kamu istirahat, jangan banyak pikiran." Kak Rendra tersenyum dan bangkit dari duduknya pindah tidur di sofa.

Gue juga gak mau memperpanjang obrolan karena gue rasa ucapan Kak Rendra bener, apapun alasan Kak Reihan ngelakuin itu udah gak penting karena akhirnya akan tetap sama, alasan Kak Reihan gak akan ngubah apapun.

Melihat Kak Rendra yang mulai memejamkan matanya perlahan, gue juga ikut membaringkan tubuh gue di ranjang, menatap langit kamar dengan pemikiran melayang sampai ke dapur, gue masih inget laper.

Hampir tiga puluh menit berlalu, gue bahkan belum bisa tidur sama sekali, mikirin makan sambil ngeliatin muka Kak Rendra beneran hampir ngebuat gue hilang akal, gimana caranya gue makan?

Gue kembali melirik Kak Rendra yang sekarang keliatan udah tidur pulas, apa gue ambil makanan di bawah terus gue bawa ke kamar? Makan di kamar kan bisa sambil ngeliatin muka Kak Rendra, mumpung orangnya tidur mati kaya gitu, ide bagus.

Merasa ide gue bukan pilihan buruk, gue bangkit dan berjalan perlahan turun kebawah untuk ngambil makanan, begitu selesai, gue balik masuk ke kamar dan milih duduk dilantai tepat didepan sofa Kak Rendra tidur sekarang.

'Ya Allah, miris banget nasib gue, sampe sebegininya.' Gumam gue prihatin untuk diri gue sendiri.

Dengan mata berkaca-kaca, gue mulai menyuap makanan gue dengan tatapan melirik Kak Rendra sesekali, jujur gue juga gak mau sebegininya tapi kalau ini keinginan anak, gue bisa apa? Malu juga terpaksa gue tahan.

Perasaan gue sekarang ngerasa beneran miris, gue tahu Kak Rendra masih belum punya perasaan apapun sama gue makanya gue gak mau nyusahin dengan alasan ini adalah keinginan anak Kak Rendra, gue gak mau Kak Rendra ngerasa canggung kaya tadi.

Walaupun gue tahu ini bukan salah Kak Rendra, tapi balik mikirin nasib gue sekarang entah kenapa juga berhasil membuat gue berkaca-kaca, gue ngerasa kasihan sama diri gue sendiri, mau makan ngeliatin muka suami aja kudu diem-diem gak berani.

Dengan isak tangis tertahan, gue kembali menyuap makanan gue, sesekali menengadah berharap air mata gue gak akan tumpah, cukup makan cepet-cepet sebelum Kak Rendra bangun, cuma itu yang ada dalam pikiran gue.

"Kamu ngapain makan dilantai Ay?"

In My World (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang