"Apa kalian ingin berpisah? Kalau memang iya, Bunda izinkan." Lirih Bunda menatap gue prihatin.
Gue menundukkan pandangan gue karena air mata yang siap tumpah, semuanya kembali terasa berat, gue seolah kembali berada di posisi yang sama, dipaksa memilih, memilih pilihan yang mereka semua jelas tahu kalau gue gak punya jawabannya.
"Gimana Ay? Bunda gak mau memaksakan apapun." Gue masih tertunduk dengan pemikiran gue sendiri.
Gak mau memaksakan apapun? Jadi yang selama ini gue lakuin itu apa? Apa gue menikah karena keinginan gue sendiri?Bukannya gue menikah juga karena di paksa? Bukannya gue berpisah sama Kak Reihan dulu sedikitnya juga ada unsur pemaksaan?
"Kalian mau Aya milih apa lagi? Berpisah? Untuk? Apa cuma untuk mengurangi beban Aya sekarang?" Lantas kalau beban gue berkurang lalu selanjutnya apa? Bukannya masalah lain akan muncul?
"Berpisah, terus anak Aya gimana? Apa dia harus hidup tanpa seorang Ayah?" Tanya gue menegakkan kepala gue.
"Kenapa kalian semua bersikap seolah kalian mau yang terbaik? Kalian semua bahkan gak ada yang mau tahu perasaan Aya, gak ada satupun dari kalian yang ngerti sebenarnya alasan Aya bertahan itu apa? Gak ada." Ini kenyataannya.
Yang satu berpikir alasan gue bertahan adalah karena gue takut menjanda diusia muda, yang satu berpikir kalau gue takut membuat Bunda gue semakin kecewa makanya menggunakan segala acara untuk membuatnya bertahan.
"Nda, apa Bunda pikir alasan Aya bertahan karena Aya takut kehilangan Kak Rendra? Bukan Nda, Aya gak takut melepaskan Kak Rendra karena dari awal Aya tahu, suatu saat Kak Rendra harus Aya lepaskan." Ucap gue menatap Bunda gue kecewa.
Dari awal menikah kita berdua menikah, gue dengan jelas bilang kalau saatnya tiba, kalau suatu saat Kak Rendra menemukan perempuan yang bener-benar dia cintai, gue akan melepaskannya dengan suka rela.
"Dan Kakak, apa Kakak pikir Aya bertahan karena takut Bunda akan kecewa? Bunda memang udah terlanjur kecewa Kak, gak ada yang harus Aya tutupin lagi." Alasan ini memang gak sepenuhnya salah tapi gak sepenuhnya bener juga.
"Sampai detik ini, alasan terkuat Aya masih bertahan adalah anak Aya, berpisah atau enggak, itu bukan Aya yang milih tapi Kakak sendiri."
"Aya udah jawab jadi semua terserah, Aya berusaha memberikan jawaban terbaik, bukan untuk kepentingan Aya sendiri atau untuk kepentingan orang lain, memberikan pemikiran yang menurut Aya benar jadi Aya gak akan punya penyesalan apapun suatu saat nanti."
Gue menatap Kak Rendra sekilas dan kembali menundukkan tatapan gue sembari mengenggam kedua tangan gue erat, gue menekan semua rasa ego gue untuk memberikan jawaban yang gue rasa paling tepat.
Setelah ucapan gue, suasana kembali hening dengan tatapan mereka bertiga yang gak kebaca, Bunda dan Iky yang ikut tertunduk dengan penuh rasa bersalah sedangkan Kak Rendra terlihat jelas ikut memikirkan jawabannya.
"Ada lagi yang mau Bunda omongin?" Tanya gue kembali membuka suara, gue gak mau bertahan dengan suasana canggung begini lebih lama.
"Rendra belum memberikan jawabannya." Jawab Bunda menatap Kak Rendra sekali lagi.
Apa Kak Rendra akan memberikan jawabannya? Mungkin enggak, karena kita semua tahu apa keinginan Kak Rendra sebenernya, keinginannya cuma satu, lepas dari gue, Kak Rendra akan memilih berpisah.
"Dari awal, Rendra gak pernah memikirkan perpisahan Bunda." Gue kembali meneggakkan kepala gue dengan jawaban Kak Rendra, maksudnya apa?
"Dari awal, Rendra gak pernah berniat melepaskan Aya kalau bukan Aya sendiri yang memintanya, untuk sekarang ini jawaban Rendra." Lanjut Kak Rendra menatap gue.
"Kalau gitu keputusannya kita semua udah tahu, gak ada perpisahan, selesaikan salah paham kalian sesegera mungkin." Bunda bangkit setelah ucapannya.
"Bunda! Tapi Iky gak__"
"Kamu ikut Bunda, anterin Bunda ke kamar." Bunda mengulurkan tangannya ke Iky, mendapatkan tatapan tajam Bunda, Iky menutup rapat mulutnya dan nurut, membantu Bunda berjalan dan menyisakan gue dan Kak Rendra yang masih saling menatap gak percaya.
"Aya ngasih Kakak kesempatan untuk keluar dari hidup Aya tapi kenapa Kakak gak ngegunain kesempatan itu dengan baik?" Tanya gue gak ngerti.
"Bahkan tanpa kesempatanpun, Kakak bisa keluar dari hidup kamu kapanpun Kakak mau." Jawab Kak Rendra dingin.
Gue mengangguk pelan dan kembali tersenyum sinis, apa Kak Rendra punya dua kepribadian? Gimana bisa seseorang berubah sikap dalam hitungan menit? Kemana sikapnya barusan?
"Ah! Apa ucapan Kakak tadi cuma untuk menyenangkan Bunda?" Apa Kak Rendra mau bersikap sok baik didepan Bunda setelah ini semua?
"Kakak gak pernah bilang itu cuma untuk menyenangkan hati Bunda, itu semua kenyataan." Kenyataan? Apa bisa gue percaya?
"Kamu selalu protes dengan ngomong kalau gak ada yang mau ngerti perasaan kamu tapi apa kamu sendiri pernah beneran tahu perasaan Kakak sebenernya gimana?"
"Bukannya yang sangat menginginkan perpisahan itu kamu? Apa kamu gak sadar?" Tanya Kak Rendra narik lengan gue untuk duduk lebih dekat.
"Aya gak per__"
"Bahkan sebelum menikahpun kamu selalu bilang kalau kamu akan melepaskan Kakak, cuma itu yang kamu pikirin Ay." Lanjut Kak Rendra dengan tatapan yang mulai berubah, bukan tatapan kesal bercampur marah tapi Kak Rendra menatap gue dengan tatapan kecewanya.
"Kamu selalu ngulang kalimat yang sama, kamu akan melepaskan Kakak disaat Kakak selalu bilang kalau Kakak cuma ingin menikah sekali seumur hidup."
"Disaat Kakak berkorban untuk menikahi kamu apa kamu pernah benar-benar berkorban untuk membantu membahagiakan Kakak?"
"Apa pernah kamu mempertimbangkan Kakak sebagai suami kamu? Mempertimbangkan untuk menghabiskan sisa hidup kamu bareng Kakak setelah akad nikah kita?"
"Jawabannya enggak Ay, bukan karena kamu gak bisa tapi itu karena kamu gak pernah mikirin kemungkinan kaya gini, yang kamu harapkan cuma keadaan Bunda membaik dan kita berpisah."
"Berpisah dan kamu bisa kembali untuk Reihan, itu yang selalu ada dalam pikiran kamu."
"Mau bertaruh sebenernya siapa diantara kita berdua yang sangat menginginkan perpisahan? Dari awal kamu orangnya."
"Kamu bener, sikap dan sifat seseorang gak mungkin bisa berubah, Kakak akan selalu menang kalau menghadapi kamu Ay." Mata Kak Rendra bahkan berkaca-kaca sekarang.
Gue yang mendengarkan semua ucapan Kak Rendra hanya terdiam dengan pemikiran masih mencerna semua ucapan Kak Rendra barusan, apa itu bener? Apa sebenernya selama ini gue yang jahat?
"Kamu nanya apa alasan Kakak masih bertahan? Jawabannya masih sama, bukan hanya didepan Bunda, Kakak bertahan memang karena anak dalam kandungan kamu, Kakak gak mau anak Kakak dirawat oleh orang lain."
"Walaupun orang-orang akan berpikir kalau Kakak yang egois karena bertahan dengan alasan yang terdengar gak masuk akal itu tapi Kakak sangat serius, Kakak gak peduli dengan pandangan orang karena Kakak tahu apa yang harus Kakak lakuin."
"Jangan bersikap seolah-olah kamu menjadi orang yang paling banyak berkorban disaat kamu sendiri gak sadar sebenernya siapa yang paling banyak berkorban untuk kebahagiaan kamu."
"Perasaan Kakak juga gak sesederhana pemikiran kamu Ay!"
KAMU SEDANG MEMBACA
In My World (END)
Romance"Bahkan jika dunia berubah, Kakak masih akan memandang, menjaga, menyayangi dan mencintai kamu dengan cara yang sama." "Seberapa jauh kamu akan pergi dengan hati yang terluka itu? Apa pergi akan memperbaiki keadaan?"