(22)

2.5K 468 33
                                    

"Kakak kenapa disini?" Tanya gue kaget? Bukannya Kak Rendra bilang gak bisa pulang dan nginep dirumahnya? Sekarang kenapa dimari?

"Kamu yang mau kemana mati lampu kaya gini?" Tanya Kak Rendra balik ngambil alih handphone ditangan gue.

"Ya karena mati lampu makanya mau turun atau gak ke kamar Iky, Kakak sendiri belum jawab pertanyaan Aya, Kakak kenapa disini?" Gue menunduk ke arah lain karena sedikit silau dengan flashlight di tangan Kak Rendra.

"Karena mikirin ucapan kamu tadi siang makanya Kakak disini, masih mau turun atau masuk ke kamar Iky?" Gue mengerutkan kening gue menatap Kak Rendra sekilas.

Apa harus pertanyaan kaya gini ditanyain ke gue lagi? Bukannya Kak Rendra pulang karena khawatir? Gue berniat keluar kamar karena gak ada yang nemenin, kalau sekarang gue masuk ke kamar Iky, apa gunanya Kak Rendra pulang?

"Kakak mau balik pulang ke rumah Kakak malam ini?" Gue tersenyum penuh maksud jadi kalau sampai Kak Rendra masih belum ngerti, bener bener.

"Yaudah ayo masuk." Kak Rendra mundur beberapa langkah dari ambang pintu dan gue balik masuk ke kamar lebih dulu.

"Kamu udah makan?" Gue duduk dan menyandarkan tubuh gue disofa kamar mendengar pertanyaan Kak Rendra, kenapa gue sama Kak Rendra kaya lagi buka sesi tanya jawab?

"Ini udah jam berapa? Kakak udah makan?" Pertanyaan yang gue balas dengan pertanyaan balik.

"Mau turun makan bareng?" Kak Rendra masih berdiri dihadapan gue.

"Gelap-gelap kaya gini?" Gue gak yakin, takut keselek tulang ikan tar, gue trauma karena udah pernah ngerasain.

"Bukannya tadi kamu mau turun sendiri? Gak usah banyak mikir, kalau kamu masih takut keselek tulang ikan karena gak keliatan, lauk masih banyak yang lain." Remang-remang gue masih bisa ngeliat senyum Kak Rendra setelah ucapannya.

"Ngeledek gak usah segitunya, yaudah ayo." Walaupun sedikit kesal, gue bangkit dan turun berdampingan sama Kak Rendra.

"Hati-hati, jangan pecicilan." Ingat Kak Rendra mengulurkan tangannya ke gue.

"Berisik amat." Cicit gue tapi anehnya gue seneng.

"Kalian ngapain?" Tanya Bunda yang ternyata ada didapur, gue sama Kak Rendra saling tatap untuk beberapa detik dan melepaskan gandengan kami detik itu juga.

"Kalian ngapain ke dapur malam-malam begini?" Ulang Bunda tersenyum kecil.

"Makan Nda, Bunda juga ngapain?" Gue tersenyum canggung dan berjalan lebih dekat ke Bunda gue.

"Bunda haus mau minum, jam segini kalian belum makan? Kamu gak sayang anak Ay? Kamu gak cuma makan buat diri kamu sendiri." Gue memanyunkan bibir gue mendengar omelan Bunda.

Gaga-gara Kak Rendra ni, karena dia bilang gak bisa nginep jadi kan gue gak enak hati, kepikiran sampai lupa makan, bukan lupa sih tapi males makan, selera makan gue hilang, ngambang.

Coba kalau dari awal Kak Rendra ngomong bakalan nginep disini gue kan gak akan semberaut sendirian, pikiran gue tenang dan selera makan gue juga gak bakalan hilang apalagi sampai ngambang ke mana-mana.

"Rendra yang salah Nda, Rendra yang seharusnya ngingetin Aya makan." Kak Rendra yang keliatan merasa bersalah sama Bunda, gue juga gak enak.

"Lain kali Aya gak akan gini Bunda." Terlepas dari apapun alasannya, orang yang pertama kali harus disalahin itu gue, gue Ibunya.

"Yaudah kalian makan, Bunda naik dulu, Aya jangan kasih lauk Ikan Ren, terang aja keselek apalagi gelap begini." Menatap gue sama Kak Rendra bergantian, Bunda naik ke atas dengan segelas minum ditangannya.

Setelah Bunda naik, gue ngambil posisi di meja makan dan duduk pasrah, diomelin sebenernya makin ngebuat selera makan gue hilang tapi gak bisa di terusin juga, anak gue butuh makan.

"Mau makan apa?" Tanya Kak Rendra meletakkan segeles air hadapan gue.

"Aya ambil sendiri, Kakak yang duduk, Aya ambilin sekalian, Kakak mau makan apa?" Bangkit dan berjalan gontai ke arah kulkas, gue membuka kulkas dan ngambil susu kotak gue.

"Mau makan apa?" Kali ini gue yang nanya.

Bukannya menjawab pertanyaan gue, Kak Rendra nepuk pela  bahu gue dan nyuruh gue untuk balik duduk sedangkan dia yang mulai nyiapin makanan gue, awalnya gue nolak tapi ngalah jelas bukan Kak Rendra.

"Kakak minta maaf Ay." Ucap Kak Rendra yang membuat gue menatap Kak Rendra bingung.

"Kakak minta maaf kenapa lagi? Perasaan sekarang kalau gak nanya dan jawab pertanyaan, selebihnya Kakak minta maaf terus." Kenapa jadinya kaya gini.

Gue gak tahu hubungan gue sama Kak Rendra bisa dikatakan membaik atau enggak, walaupun pelaku dan alasan perubahan sikap Kak Rendra udah jelas tapi rasanya gue sama Kak Rendra malah berubah canggung.

Obrolan kita berdua terlalu kaku dan jatuhnya malah aneh, pembahasan kita berdua udah kaya tanya jawab, kalau gak nanya ya jawab, selebihnya permintaan maaf semua, entah maaf dari gue atau maaf dari Kak Rendra.

Ini jelas bukan yang gue mau, canggung bareng Kak Rendra itu beneran mengganggu, gue mau kita berdua balik kaya dulu, gue bisa bareng Kak Rendra dalam keadaan apapun.

Kita berdua bisa membahas apapun, dari mulai hal kecil atau bahkan masalah berat sekalipun, semuanya jauh lebih leluasa karena kita berdua gak ada dalam dalam keadaan canggung satu sama lain.

"Kakak minta maaf kenapa lagi? Kakak gak bosen minta maaf terus?" Gue aja bosen dengernya.

"Kakak minta maaf karena terlalu memikirkan perasaan Kakak sendiri sampai Kakak mengabaikan kamu, kesehatan kamu." Kak Rendra ikut duduk disamping gue.

"Kenapa Kakak harus minta maaf? Aya yang gak makan, Aya sendiri yang lalai jadi kenapa malah Kakak yang minta maaf?" Dalam hati gue gak pernah beneran nyalahin Kak Rendra.

"Karena Kakak Ayahnya, harusnya Kakak lebih perhatian, harusnya Kakak lebih menjaga kalian." Gue tertunduk dengan nafas cukup tercekat.

Gue tahu yang sebenernya dikhawatirin Kak Rendra itu anaknya, gue tahu alasan Kak Rendra kurang perhatian karena Kak Rendra gak punya perasaan apapun sama gue tapi kenapa gue tetap kecewa?

Apa kalau gue gak mengandung anaknya, gue bukan siapa-siapa? Apa kalau gue gak mengandung Anaknya, Kak Rendra gak akan peduli sama sekali? Apa Kak Rendra gak pernah beneran khawatir sama gue? Sedikitpun?

"Aya akan berusaha sebaik mungkin supaya anak Kakak gak papa jadi Kakak gak perlu minta maaf." Cuma ini yang keluar dari mulut gue.

Gue mulai menyuap makanan gue dan berusaha keras menguatkan perasaan gue sendiri, gue diam karena gue sadar kalau gue gak berhak menuntut lebih dari Kak Rendra, yang menjadi tanggung jawab Kak Rendra cuma anaknya, bukan gue.

"Dia bukan cuma anak Kakak, dia anak kamu juga, anak kita."

In My World (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang