twelve

1.5K 315 39
                                    



Semua kembali seperti biasa. Layaknya hari-hari baik yang selalu Haechan habiskan untuk hal-hal baik.

Bungsu Seo tetap melangkah membawa semangat. Melompat riang menuju penampungan hewan milik Jungwoo.

Wanita itu terserang demam kemarin. Keluhan terus mengalir dari bibir sang suami saat ia menjemput Mark tadi pagi.

Mark sampai harus membungkam Lucas menggunakan roti buatan Jaemin supaya pria itu mau diam. Mengunyah sambil memuji tangan andal Jaemin.

"Selamat pagi, Horangie," sapanya ramah. Berjongkok di samping kucing yang menyambut di depan pintu.

Horangie agak sedikit eksentrik. Corak tubuhnya persis seperti harimau. Memberi kesan garang yang kontras dengan ukuran tubuhnya.

Gemuk dan berbulu lebat. Sangat pas untuk dipeluk.

Cocok dengan sang pemilik. Horangie menajdi pelengkap dalam kehidupan rumah tangga Lucas dan Jungwoo yang juga tak kalah eksentrik.

"Haechan? Masuklah," Jungwoo muncul, "Mengapa datang tiba-tiba begini?"

"Kak Lucas merusuhi rumahku. Katanya kau sakit, Kak."

"Astaga...bocah itu memang berlebihan. Maaf jadi merepotkanmu ya."

"Tidak masalah," Haechan mengedikkan bahu acuh. Dengan senang hati membantu Jungwoo untuk duduk di sofa.

Keranjang diletakkan di atas meja sementara isinya mulai dikeluarkan satu persatu.

"Woah! Kau membawa ayam?" pekik Jungwoo kagum.

"Tuan Na mengirim banyak sekali dari Seoul. Jadi kupikir tak ada salahnya membawa beberapa ekor untukmu."

"Terima kasih banyak, Haechan."

"Hm. Samgyetang? Bagaimana?"

Decak kagum Jungwoo berikan. Kemampuan memasak Haechan di atas kata luar biasa. Tawaran yang tidak mungkin ia tolak.

"Aku akan sangat senang, Haechan."

"Nah, nah, mandilah, Kak. Akan kupanggil jika makanannya sudah selesai."

Menjelang sore, ketukan pintu terdengar. Putra kedua Jung muncul di balik pintu. Membawakan sekeranjang roti panas.

Jungwoo menyambut penuh sukacita. Segera mendorong Haechan keluar.

Untuk berkencan, katanya.

"Bagaimana kau tahu aku ada di sini?" tanya Haechan.

"Aku datang ke rumahmu dan kau tidak ada. Jaemin bilang kau mungkin ada di tempat keluarga Wong."

"Ah...kukira kau meletakkan pelacak di tubuhku, Jeno."

Jeno tertawa, mencubit gemas pipi sang kekasih, "Kau terlalu banyak membaca buku-buku dari barat, Sayang."

"Mereka menyenangkan, Jeno."

"Sepertimu."

"Ya. Sepertiku."

•••

Pesta lainnya di pertengahan musim gugur. Haechan mengeluh kala Doyoung mendorongnya keluar rumah.

Johnny dan Mark tidak bisa hadir. Dan tidak bermoral bagi seorang istri untuk pergi tanpa suaminya.

Adat yang bodoh (kata Haechan).

Maka Haechan, si lajang di rumah itu, harus menginjakkan kaki di ballroom mewakili nama keluarganya.

Keluarga mereka diundang. Artinya harus ada yang datang.

Ia mengkerut diterpa gerombolan manusia dan obrolan-obrolan elit ala mereka. Beruntung, Sungchan dengan senang hati menghampiri.

Melekat di sisi Haechan sampai salah seorang wanita di ruangan itu mencuri atensinya.

Haechan mendorong, "Pergilah. Dapatkan dia sebelum terlambat, Sungchan."

"Terima kasih, Kak," Sungchan tersenyum lebar, "Doakan aku."

"Ya ya. Cepat sana."

Sepeninggal Sungchan, wanita itu bergerak ke tepi. Berkutat dengan jemari tangannya sendiri sambil menggumamkan berbagai macam kutukan pada kedua kakaknya.

Bercanda. Haechan terlalu menyayangi mereka sampai tidak tega untuk memaki.

"Seo Haechan?"

Tubuhnya berjengit kaget. Menoleh ke arah sumber suara.

Seorang wanita mungil, lebih mungil darinya. Fitur wajahnya tegas dan helai rambut violetnya terurai apik di pundak.

"Maaf, apa aku mengenalmu?"

"Tidak," wanita itu tertawa, "Namaku Huang Renjun, Nona Seo. Dan aku tau tentangmu dan putra kedua Jung."

Wajah Haechan berubah pucat. Seolah seluruh darahnya dihisap habis saat itu juga.

Renjun mendekat, menepuk punggung si bungsu Seo menenangkan, "Astaga, aku tidak punya niat buruk sedikitpun. Maaf jika aku mengejutkanmu."

"B-bagaimana kau tahu?" tanya Haechan sedikit terbata.

"Tak sengaja melihat kencan kecil kalian di pinggir danau."

Renjun mengukir senyum. Tatap hangatnya mencairkan ketakutan yang sempat menyerang.

"Aku pernah ada di posisimu, Nona Seo."

"Jeno?"

"Bukan. Temannya," telunjuknya mengarah pada Hendery, "Tidak ada yang tahu tentang kami bahkan sampai pria itu menikah."

"Kenapa?"

"Aku bukan wanita kaya, Nona Seo. Hanya wanita sederhana yang statusnya terangkat karena suamiku sekarang."

"Jangan melewati hal yang sama, Nona Seo. Tidak mudah menyingkirkan Tuan Hendery dari hatiku," lanjutnya.

Haechan diam. Menyimak dan mengikuti arah pandang Renjun yang jatuh pada kekasihnya di depan sana.

Jeno. Dengan lengan melingkar di pinggang Choi Lia.

"Keluarga Jung dan keluarga Choi adalah perpaduan sempurna ya?" lirihnya tanpa sadar.

"Mungkin begitu menurut orang-orang, Nona Seo. Tapi tidak denganku."

"Apa maksudmu?"

"Aku membaca bukumu. Kau luar biasa. Jangan pernah memandang dirimu tidak pantas," Renjun menggenggam erat telapak Haechan. Membagikan senyum lembut, "Kau lebih dari pantas. Karena itu, terimalah ajakan berdansanya."

Kening Haechan otomatis berkerut. Tak sempat menolak kala Renjun mendorongnya untuk berbalik.

Berhadapan dengan seorang pria asing yang tidak ia kenal.

"Bolehkah aku mengajakmu berdansa, Nona?"













deg-degan nggak?

Surrender (Nohyuck)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang