fourteen

1.5K 324 31
                                    



Kabar kedekatan sulung Choi dan bungsu Seo menyebar dengan cepat. Menjadi gosip terpanas yang bahkan dibahas oleh keluarga konglomerat.

Keduanya, berbagi kepribadian yang sama, menolak untuk unjuk bicara.

Haechan tetap muncul di muka umum dengan tingkah absurdnya.

Hanya saja, kali ini, tingkahnya tidak dilakukan sendirian. Ada San di sana, menemani wanita itu.

Ia akan menertawakan bila Haechan bertingkah konyol, lalu melakukan hal yang sama tak lama setelahnya.

Sungchan dan Jisung menyambut kehadirannya dengan senang hati. Bertepuk meriah setiap kali pria itu berhasil memanjat pohon yang tinggi.

San orang yang menyenangkan.

"Bagaimana bisa kau memanjat secepat itu?" tanya Jisung sembari melambaikan tangan meminta San untuk turun.

"Aku yang mengajarinya."

"Jangan dengarkan Haechan," elak San, "Aku memang berbakat dalam hal ini."

"Kau terjatuh saat pertama kali aku mengajakmu memanjat, Kak."

San tergagap, buru-buru membekap mulut Haechan dan berbisik di telinga gadis itu, "Kau akan membuatku kehilangan penggemar, Haechan."

"Oh, apakah itu penting?"

"Tidak, sih. Tapi bocah yang satu ini sangat menggemaskan."

"Aku bukan bocah!" Jisung memekik protes. Mengundang tawa di sore yang hangat itu.

Haechan membiarkan San dan Jisung berjalan di depan sementara ia menyamakan langkahnya dengan Sungchan.

"Hei, kau baik-baik saja?"

"Kau baik-baik saja, Kak?" Sungchan bertanya balik.

"Hm? Kau melihatku setiap hari, Sungchan."

"Kau juga melihatku setiap hari, Kak."

Haechan berdecak, "Dan kau sangat diam hari ini. Keberatan untuk bercerita?"

"Tidak, tentu saja," senyum tipis diulas, "Kak, kau tampak bahagia."

"Benarkah?"

"Ya. Kurasa Kak San membuatmu bahagia."

"Bukan begitu, Sungchan. Aku dan Jeno—"

"Tidak masalah, Kak. Aku senang melihatmu tersenyum. Lagipula aku tidak akan memohon-mohon agar kau menjadi kakak iparku."

Mereka tertawa. Haechan merangkul Sungchan hangat.

Sungchan seperti kertas tembus pandang. Ekspresinya terlalu mudah dibaca oleh Haechan.

Khawatir? Resah? Takut?

Semua itu dapat Haechan tangkap dari putra Jung yang satu itu hari ini.

"Kau dan gadis itu...siapa? Yangyang? Bagaimana?"

Surai almond yang lebih muda layu, membawa kepalanya tertunduk ke bawah.

Ah, memang feeling Haechan selalu tepat.

"Ada apa?"

"Sepertinya tidak bisa dilanjutkan, Kak. Keluarganya...keluargaku...kami seperti ada di dua dunia yang berbeda."

"Kau mencintainya?"

"Sangat."

Telapak Haechan terulur mengusak lembut puncak kepala Sungchan. Berusaha memberi dukungan pada sosok yang sudah ia anggap sebagai adiknya.

"Kaburlah kalau perlu, Sungchan. Penuhi mimpimu dan kejar gadis impianmu. Aku akan membantu sebisaku."

Lalu Haechan berlalu ke dalam rumah. Menyisakan Sungchan yang masih mencerna perkataan Haechan dan Johnny yang sedang memotong kayu.

"Kau akan mengikuti perkataannya?"

Sungchan terlonjak kaget. Bertemu pandang dengan Johnny dan kapaknya yang mengintimidasi.

"Tapi..."

"Aku bukan orang bijak tapi biar kuberitahu sesuatu padamu," Johnny berucap ramah, "Keputusan memang harus dibuat dengan hati-hati. Tapi jika terlalu berhati-hati, kau akan melewatkan semua kebahagiaannya."

"Rumahku selalu terbuka untukmu, Jung."

Ucapan Johnny bagai konfirmasi. Memantapkan keputusan Sungchan dalam langkahnya pulang hari itu.

•••

Suasana tegang di ruang makan keluarga Jung benar-benar menghimpit dada. Ten bergerak tidak nyaman dalam duduknya, meremat pelan lengan kemeja sang suami.

"Kau paham kan, Sungchan?" suara sang kepala keluarga memecah kesunyian, "Bertemulah dengan putri keluarga Osaki besok sore."

Sungchan berdeham. Mengumpulkan semua keberanian yang ia pinjam dari Haechan.

"Aku tidak mau, Ayah."

Tuan Jung terdiam. Melotot tajam ke arah putra ketiganya yang balas menatapnya. Menantang sang ayah.

"Apa kau bilang?"

"Aku menolak. Aku sudah memiliki seorang kekasih."

Plak

Suara tamparan menggema. Bukan, bukan Sungchan korbannya.

Jaehyun.

Si sulung langsung menjadikan tubuhnya sebagai tameng kala melihat tangan ayahnya terangkat.

Ten menutup mulutnya. Buru-buru menghampiri sang suami yang nyaris terjatuh karena kerasnya tamparan yang dilayangkan.

Sungchan membisikkan kata maaf.

Ia bisa merasakan bahwa seluruh tubuhnya digetarkan begitu hebatnya oleh rasa takut. Tapi tekadnya kuat.

Ia tidak ingin ada Seo Haechan lainnya.

Kata maafnya terus bergulir.

Maaf karena ia akan pergi dari sini sendiri.

Maaf karena meninggalkan Jaehyun yang selalu menyayanginya.

Maaf karena tidak bisa meyakinkan Jeno untuk melakukan hal yang sama.

Maaf karena tidak membawa Jisung ikut serta.

"Aku pergi. Aku angkat kaki dari rumah ini. Carilah putra lain yang ingin mengikuti sifat otoriter kalian karena bukan aku orangnya!" serunya dalam satu tarikan nafas.

Sungchan melangkah tegas. Menyempatkan diri untuk memeluk Jisung sebelum ia benar-benar keluar dari rumah.

Jeno mengejar di belakang. Menyentak lengan Sungchan yang sudah agak jauh.

"Apa yang kau lakukan?!"

"Menikahi orang yang kucintai?"

"Kau gila, Sungchan!"

"Iya. Aku gila! Aku tidak seberuntung Kak Jaehyun dan Jisung yang jatuh cinta pada putri keluarga kaya."

"Sungchan..."

"Aku tidak ingin melewatkan kesempatanku. Kesempatan tidak datang lebih dari dua kali, Kak. Jangan sampai kau kehilangan dua-duanya."

"Kau...apa yang kau bicarakan?"

"Kak Haechan. Cepatlah sebelum marganya benar-benar berubah menjadi Choi."

Malam itu, penghuni kediaman Seo bertambah satu.

Ah, atau mungkin dua? Ditambah Liu Yangyang misalnya.

Surrender (Nohyuck)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang