fifteen

1.5K 298 37
                                    



Jeno yang berang membuka pagi Haechan hari ini. Kekasihnya itu berkacak pinggang. Menariknya menuju tepi danau favorit mereka.

"Ada apa? Tumben kau datang pagi sekali."

"Apa yang kau lakukan pada adikku, Haechan?" serobot Jeno tanpa menjawab pertanyaan wanita itu.

"Adikmu?"

"Sungchan," tekan Jeno sekali lagi, "Pemikiran macam apa lagi yang kau masukkan ke kepalanya?"

Paham. Bungsu Seo hanya mengedikkan bahu acuh. Baginya keputusan yang dibuat Sungchan sudah tepat.

"Aku tidak melakukan apa-apa pada isi kepalanya."

"Haechan. Kau tahu betul apa maksudku."

"Dia sudah dewasa, Jeno. Tidak ada salahnya jika ia membuat pilihannya sendiri."

"TENTU SAJA SALAH!"

Haechan tergugu. Tubuhnya refleks bergerak mundur. Menjauhi sosok yang selama ini dikenalnya sebagai pribadi yang hangat.

Ia tidak pernah dibentak. Pernah mungkin, saat Johnny mengomelinya karena pulang terlalu malam.

Tapi Johnny adalah kakaknya.

Jeno ini ..... siapa?

"Kau membentakku?"

"Maaf, Haechan, aku tidak bermaksud—"

"Kau selalu bilang begitu, Jeno," lirih Haechan, "Kau tidak bermaksud untuk dekat-dekat dengan Choi Lia. Kau tidak bermaksud menyembunyikan hubungan kita. Kau tidak bermaksud ini dan itu."

Manik bulatnya tak lagi berpendar cerah, menabrak milik Jeno dengan kilau yang menyedihkan, "Jadi sebenarnya apa maksudmu?"

Jantung Jeno bagai dihantam palu godam. Haechan tidak pernah menangis. Haechannya tidak pernah sedikitpun menunjukkan ekspresi selain senyuman.

"Kau bilang kau ingin melindungiku. Aku tidak terluka, Jeno. Jadi bisakah kita berjalan berdampingan sekarang?"

Tatapnya menuntut. Kerah kemeja Jeno direnggut oleh jemari kurusnya.

"Kau malu? Kau malu menjalin hubungan denganku?"

"Maaf, Haechan. Aku..."

Hela nafas kasar dibuang. Haechan mendongak, berusaha meredam segala macam emosi di kepalanya.

"Pulanglah."

"Haechan..."

"Pulanglah, Jeno. Kita bisa bicara lain kali. Maaf membebani pikiranmu. Tolong lupakan semua yang aku katakan tadi."

"Baiklah. Maaf membentakmu tadi, Sayang."

"Hm. Biarkan Sungchan bahagia, Jeno."

"Ya?"

"Anak itu hebat. Yangyang beruntung memilikinya."

•••

Dua minggu terlewati begitu saja. Sungchan dan Yangyang telah resmi menikah. Bertambahlah rasa 'lajang' pada diri Haechan.

Bertambah pula sakit kepala Doyoung.

Jaemin, Haechan, dan Yangyang di dalam satu ruangan bukanlah ide yang bagus. Ketiganya terlampau kompak dalam hal mengejek dan menjahili Doyoung.

Ibu satu anak itu sampai kelimpungan dibuatnya.

Namun Doyoung sedikit banyak merasa lega.

Yangyang dapat beradaptasi dengan keluarga mereka dengan mudah berkat kesamaan frekuensinya dengan Jaemin dan Haechan.

Youngjo juga gembira karena teman mainnya bertambah.

Oh, iya. Tenaga bantuan di dapur juga bertambah. Doyoung sangat bersyukur untuk yang satu ini.

"Kue? Seperti gingerbread man di buku cerita Youngjo?"

"Perumpamaanmu aneh sekali. Tapi ya, benar, Haechan."

Haechan mengangguk paham. Terkikik melihat Yangyang yang sedang sibuk memecah telur di sampingnya.

"Kenapa telur ini tidak ada habisnya?" keluh Yangyang.

"Kita harus membuat banyak, Yangyang," sahut Jaemin, "Kita akan membagikan kue-kue ini untuk para tetangga di malam natal nanti."

"Begitu?"

"Iya. Ini tradisi keluarga Seo. Kau pasti akan terbiasa setelah satu atau dua tahun."

Yangyang tersenyum. Rasanya bahagia diterima dengan tangan terbuka di rumah ini. Rumah milik keluarga yang dulu ia enggan karena mendengar cerita orang-orang.

Terima kasih pada Sungchan yang bertekad melamarnya.

Pintu depan terbuka. Menampilkan Johnny dalam balutan jaket tebal. Butiran salju menghiasi rambut panjangnya dengan apik.

Johnny jadi terlihat seperti putri. Menghambur ke pelukan Doyoung begitu saja.

"Aku pulang!"

Sungchan menyusul di belakang. Dan Mark muncul terakhir. Buru-buru merunduk untuk menyambut langkah oleng milik Aera.

"Aduh, anak Papa menggemaskan sekali."

Aera tertawa lucu sebagai tanggapan. Menempel erat di dada ayahnya. Disusul Jaemin, ikut melakukan hal yang sama.

Sungchan berlari ke dapur. Mengecupi puncak kepala Yangyang sambil membisikkan puluhan kata cinta.

"Astaga, kalian ini!" Haechan mengerang protes, "Tidak bisakah kalian menghargai jiwa lajangku ini sedikit saja?"

Tawa memenuhi ruangan. Mark mengulurkan tangannya, menarik Haechan ke dalam dekap erat.

"Segera menikah sana," ledek Mark.

"Benar ya? Aku akan menikah dan pergi dari sini ya?" goda Haechan sambil menaik turunkan alisnya.

"Tidak jadi. Kau masih terlalu kecil."

"Kak Mark! Aku tidak kecil!"

"Jadi kau ingin segera menikah? Kak Johnny, lihatlah kelakuan adikmu ini!"

"Kak Mark, aku benar-benar akan memukulmu!"

Dan sisa hari itu dihabiskan dengan pertikaian lainnya. Diiringi rengekan Mark karena Jaemin berpihak pada Haechan juga teriakan nyaring Doyoung karena kuenya gosong.

























mau buka QnA buat semua karakter tapi takut nggak ada yang mau nanya:)

Surrender (Nohyuck)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang