eight

2K 335 9
                                    

Hubungan mereka agak membaik sejak hari itu. Jeno melontarkan permohonan maaf. Ucapan setengah hati yang diangguki tulus.

Haechan menganggap kejadian itu bagai angin. Menghabiskan sebagian besar harinya berdempetan dengan Jisung di toko buku Nakamoto atau adu lempar kerikil dengan Sungchan.

Sekali, kerikilnya menghantam kaca jendela rumah Nyonya Kim. Kyungsoo keluar berang hanya untuk mendapati dua punggung yang berlari menjauh.

Kesepakatan dibuat.

Tidak ada lagi bermain lempar kerikil di dekat kediaman keluarga Kim.

Di hari lainnya, Haechan akan berkutat di dapur. Mengacaukan rencana sempurna Doyoung lalu diomeli habis-habisan.

Bungsu Seo yang keras kepala menggaungkan tawa. Abai pada makian Doyoung.

Lagipula, senakal apapun Haechan, Doyoung tak mungkin bisa membenci adik iparnya.

Kebencian sama dengan kehilangan pengasuh harian untuk putranya dan Doyoung tidak ingin itu terjadi.

Ada Jaemin juga yang menengahi. Menarik Haechan menjauh atau mengalihkan perhatian Doyoung dengan tingkah lucu Aera setiap gejala pertengkaran mulai terlihat.

Mark dijadikan kambing hitam. Terpaksa menguras penghasilannya untuk peralatan menulis Haechan. Pria itu menerima dengan senang hati.

Alasannya?

Hadiah yang akan diberikan Jaemin saat malam tiba. Ah, tidak perlu disebutkan.

Johnny datang membawa kabar gembira sore itu. Melayangkan kecupan-kecupan manis di tengkuk Doyoung.

Hasilnya, sang istri merona sementara Haechan menutup mulut, menahan gejolak mual yang mendadak datang.

"Ada apa? Mengapa kau manja begini?" tanya Doyoung.

"Aku tidak boleh manja padamu?"

Doyoung tertawa. Dielusnya pipi Johnny yang merengut kesal. Bagaimana cara mengatakan tidak pada pria menggemaskan ini?

"Tentu saja boleh," ia menyandarkan punggung di bahu Johnny, "Astaga, kenapa kalian para Seo sangat menggemaskan?"

Kepala Haechan menyembul dari ambang pintu, "Kau baru saja menyebutku menggemaskan?"

"Pengecualian untukmu, anak nakal!"

"Mana bisa begitu? Margaku juga Seo, Kak."

"Seo Haechan!"

"Lihat! Aku benar, kan?"

"Haechan!"

Kekehan riang terdengar. Diikuti tawa khas Jaemin. Dua orang itu memang senang sekali memancing emosi Doyoung.

Mark muncul dari lantai atas. Mengernyit pada pemandangan yang tersaji di depan mata.

Johnny dan Doyoung bukan tipe pasangan mesra yang senang unjuk gigi di sembarang tempat.

"Ada apa dengan kalian?"

"Mark!" Johnny menyambut senang, "Tuan Na mengirim surat dan mengundang kita sekeluarga untuk datang ke Seoul."

"Tuan Na? Ayah mertuaku?"

"Kau mengenal keluarga Na yang lain?"

Jaemin turut meramaikan ruangan. Menepuk dadanya sendiri main-main, "Astaga, Mark! Kau selingkuh dariku?"

Wajah Mark berubah panik, buru-buru mendekat ke arah istrinya, "Tidak! Satu-satunya Na yang kukenal hanya keluargamu, Sayang."

Jaemin berasal dari keluarga Na di Seoul. Pemilik restoran legendaris yang sudah berdiri selama puluhan tahun.

Tuan Na jatuh cinta pada Mark ketika pria itu datang untuk makan siang setelah menemani Johnny mengurus beberapa hal.

Begitulah, Na Jaemin resmi menjadi seorang Seo Jaemin.

"Tapi ini perjalanan yang cukup jauh. Youngjo dan Aera masih terlalu kecil."

"Aku akan tinggal."

Semua pasang mata jatuh pada sumber suara. Haechan berdiri menggendong Aera di tangan kanan sementara tangan kirinya menggenggam lembar-lembar hasil tulisannya.

"Aku tidak masalah mengurus mereka sementara kalian pergi."

■■■


"Jadi kau harus menghabiskan seharian di rumah untuk mengurus keponakanmu?"

"Ya. Youngjo dan Aera."

"Bukankah ada pelayan?"

"Bagaimanapun aku bibinya."

Sungchan mengangguk paham. Itu artinya ia harus menghabiskan sekitar lima sampai enam hari tanpa Haechan.

Tidak akan menyenangkan. Buku-buku tebal Jisung mungkin akan menjadi konsumsi sehari-hari atau lebih buruknya, ocehan Jeno tentang bisnis.

Beruntung jika ia berhasil menyelinap ke bawah naungan Jaehyun.

Kemungkinan terburuknya adalah terpaksa membantu Ten di dapur.

Maka, dengan senyum lebar dan nada mantap, ia menepuk pundak Haechan.

"Aku akan menemanimu besok."

"Kau bersedia menemaniku mengasuh?"

"Ya," Sungchan mengangguk, "Rumahku adalah tempat yang sangat membosankan."

"Oke. Bukan penawaran yang buruk."

"Benarkah?"

"Tentu saja! Kau sudah biasa mengurus bayi, kan? Keponakanmu? Hyun ya?"

Sungchan terdiam. Bertentangan dengan benaknya sendiri.

Momen-momen yang ia habiskan bersama Hyun berputar kembali. Tangisan dan rengekan. Baik milik Hyun, milik Jisung, ataupun miliknya sendiri.

Sepertinya memang hubungannya dengan keponakan mungilnya itu tidak baik.

"Ah..." gagapnya, "Soal itu..."

Haechan menangkap maksud Sungchan dengan baik. Bibirnya berkedut menahan tawa.

"Tidak masalah, Sungchan. Keberadaanmu sudah cukup."

Esoknya, lonceng di depan pintu kediaman keluarga Seo benar-benar dibunyikan. Pukul delapan pagi.

Agak terlalu pagi karena seingat Haechan, Sungchan akan datang pukul sepuluh. Ia tetap melangkah ke depan. Terpaksa menggunakan kaki untuk mendorong pintu karena ia sedang menggendong kedua keponakannya.

"Oh?"

"Selamat pagi. Apa aku terlambat?"

"Tidak. Masuklah."

"Syukurlah."

"Justru kau datang terlalu cepat, Tuan Jung."


Surrender (Nohyuck)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang