08 Pohon Tumbal

225 35 0
                                    

Happy Reading

Dari balik kerumunan muncullah ustadz terpandang di desa nagasari yang bernama ustadz Mamat.

"Pak, Tolong Ibu saya, Pak! Tolongg! Hiks-hiks-hiks, dia terkena guna-guna!" Tuti, menangis di depan pak Mamat.

"Baiklah, kamu tenang saja. Biar saya yang urus ..." cakap pak Mamat.

Pak ustadz Mamat membacakan ayat kursi kepada nenek Ageng, tetapi tubuhnya yang dipenuhi dengan paku-paku yang sangat tajam, menusuk lebih dalam bagian tubuhnya. Ia sempat menjerit, karena borok yang berada di paku-pakunya. Masih bisa ia rasakan.

"Pak! Ibu saya semakin parah! Bapak apakan ibu saya, hah?" teriak Tuti, tak terima.

"Iya, gimana ini, Pak!" hardik Darmayanto.

"Saya tidak tahu, yang saya tahu hanya kekuatan guna-guna yang dikirim itu sangat kuat. Sampai saya tidak bisa berbuat apapun lagi!" papar pak Mamat.

"Ilmu saya masih terlalu rendah, untuk menghadapinya."

"Astaga, arghh!" Darmayanto memukul tembok, sampai tangannya berdarah.

Sekarang nenek Ageng setengah sadar, ia pingsan, meskipun pingsan dengan posisi terlentang, si manusia paku itu terus menangis. Sampai sampai bukan air mata yang keluar, melainkan darah berwarna biru! Karena gigitan cacing dan kelabang setan.

Sebelum ajalnya menjemput, nenek Ageng kembali sadar, ia melihat Yayuk yang tersenyum licik kepadanya. Karena nenek Ageng geram sekali kepada Yayuk, ia langsung berteriak sekencang-kencangnya. Di teriakan itu pula ajalnya menjemputnya, sekarang nenek Ageng mati dalam keadaan penuh kepedihan sebagai balasan atas dosa-dosanya kepada Yayuk.

"Ibuuuuu!" Tuti berteriak, tak terima ibunya meninggal dalam keadaan menggenaskan. Ia tak bisa memeluk, aplagi mencium kening ibunya, Tuti yang malang.

"Ibu, bangun, Ibu! Bangunnn! Tuti masih butuh Ibu, hiks-hiks-hiks ..." Tuti, menangis.

"Ibuu, bangunn!"

Mata Darmayanto berkaca-kaca, tak tega melihat ibunya seperti ini. Dia langsung berteriak, menyuruh semua orang untuk pulang.

"Kalian semua para bangsat-bangsat, pulangg!" teriaknya.

"Alangkah baiknya, pemakaman bu Ageng, kami bantu." Cakap pak Sandi, ketua RT di desa nagasari.

"Saya sedang kesal dengan takdir, anda sana pergi!" jerit Darmayanto, ssebari memukul pipi pak Sandi hingga pak Sandi tersungkur di bawa kaki Bagus Maheswari.

Bagus tersenyum, dia menendang wajah pak Sandi dengan sandal yang dipenuhi kotoran. Seketika wajah pak Sandi dipenuhi kotoran, wajahnya bau, dan semuanya pun bergelak tertawa.

"Hahaha!" Bagus Maheswari, semakin gelak.

Pak Sandi malu, bisa-bisanya Bagus Maheswari menginjak harga dirinya di depan umum.Tadi Yayuk, dan sekarang malah pak Sandi yang menjadi sasarannya, untuk dihancurkan harga dirinya.

"Mas, kita harus menguburkan ibu secepatnya. Jadi bapak-bapak di desa ini, kamu persilahkan untuk mengurus jenazah ibu ya." Bujuk Tuti.

"Hmm, baiklah."

Akhirnya Darmayanto menyuruh semua warga mengurus jasad ibunya yang dipenuhi paku, nenek Ageng dimandikan dan paku-paku yang menancap di semua tubuhnya dilepaskan oleh para pemandi jenazah, yang pastinya adalah para perempuan. Saat tubuh nenek Ageng sudah tidak ada paku lagi, terlihat semua tubuh dan wajanya dipenuhi nanah dan bekas tusukan paku. Nenek Ageng lalu dikafani dan dikuburkan di TPU Tanah Darah, di dekat sekolah Yayuk dulu.

SILUMAN PENYERAP USIA: DAAYAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang