03 Arwah Bapak

283 36 0
                                    

Happy Reading

Darmayanto pergi, meninggalkan Delia yang tengah menangis di dapur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Darmayanto pergi, meninggalkan Delia yang tengah menangis di dapur. Sekarang, Delia bersama dengan neneknya. Neneknya tampak memakai kebaya emas, memakai perhiasan di kepala, wajah, tangan dan kakinya. Nenek itu bernama nenek Ageng Maheswari, nenek dari Delia Maheswari.

"Sudahlah, Cucuku. Jangan kau pikirkan perkataan ayahmu itu," kata nenek Ageng, menenangkan Delia Maheswari.

"Nek, masalahnya Yayuk itu teman Delia! Delia nggak rela kalau Yayuk harus menikah dengan ayah, ayah Delia hanya seorang lelaki bejat yang hanya ingin perempuan cantik saja. Dan Nenek malah mendukung kuputusannya yang salah itu, Nenek sudah berdosa!" bentak Delia Maheswari, kepada neneknya.

"Hmm, maafkan Nenek ya, Delia."

"Sebagai perminta maaf Nenek, kamu boleh membawa kabur Yayuk bersama ibunya ke kota Majalengka, meninggalkan desa ini untuk selamanya.Tetapi kamu harus janji, kamu pulang ya ke rumah ini, setelah kamu mengantarkan Yayuk beserta ibunya untuk pulang. Tepat jam delapan malam nanti, kamu harus membawa mereka berdua ke sebuah gubuk tua yang ada di dekat jalan. Nanti diam-diam supir Nenek akan menuju kesana ..."

"Wahh? Yang benar, Nek?"

"Iya, benar, Delia. Ini ada uang untuk Yayuk, berikan kepadanya ..." nenek Ageng, memberikan uang sebesar seratus ribu rupiah.

"Mungkin ini cukup untuk mereka mengekost selama beberapa tahun ..."

Di jaman itu seratus ribu ibarat uang puluhan juta di jaman sekarang, karena di jaman itu uang seratus ribu sudsh cukup untuk biaya kost selama beberapa tahun.

"Terimakasih banyak, Nenek. Aku sayang Nenek, nggak nyangka kalo Nenek bisa sebaik ini," Delia memeluk neneknya dengan erat, menangis haru karena Yayuk bisa selamat dari cengkraman ayahnya.

***

Belum genap 40 hari, ayah dari Yayuk meninggal dunia, rumah Yayuk menjadi mencekam karena sangking sepinya. Biasanya setiap siang menjelang sore setelah bekerja dari sawah, ayah Yayuk mengajak temannya untuk ke rumah, hanya untuk sekedar mengobrol santai sebari menikmati kopi. Tapi sekarang semuanya tak ada, sejak kematian sang ayah. Para teman ayah Yayuk semuanya sibuk, sampai mereka tidak datang ke pemakaman, apalagi mengucapkan bela sungkawa. Padahal semasa hidupnya, ayah Yayuk terkenal dermawan kepada orang di desa Nagasari.

"Bu, kadang orang dermawan dan baik itu sering dimanfaatkan orang lain ya." Kata Yayuk, di meja makan sebari meracik jamu untuk ibunya.

"Kenapa kamu bertanya seperti itu kepada Ibu, Yuk?"

"Hmm, Bapak, Bu. Semasa hidup Bapak selalu membantu para warga di desa ini yang kesusahan, tapi saat kita sedang kesusahan, mereka hilang tanpa kabar. Manusia memang kebanyakan orangnya egois, hanya memikirkan kekayaan duniawi saja."

"Benar juga, Yuk. Tapi mau bagaimana lagi, mereka tak bisa dipaksa untuk membantu kita ..." pasrah Markani, memegang pelipis kepalanya karena pening.

"Bapak itu orangnya nggak enakan kalau nolak orang, sampai orang seenaknya sama dia, Yuk. Kadang Ibu sedih kalau lihat foto almarhum mendiang bapak, semasa hidupnya dia hanya dimanfatkan orang lain, sementara orang lain nggak ada sama sekali yang membantunya." Markani, sedih.

SILUMAN PENYERAP USIA: DAAYAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang