Seorang gadis menggeliat di atas kasur yang begitu empuk, ia memutar-mutar badannya ke sana kemari mencoba mencari tubuh seseorang di atas kasur.
Namun tidak ada.
Lia akhirnya terbangun dari tidur panjangnya, dengan rasa kantuk yang masih menguasai tubuhnya, ia mengedarkan kepalanya mencari sosok lelaki gila yang tadi tidur bersamanya.
"Ah bodo amat! harusnya gue syukur klo dia ga ada disini."
Lia turun dari ranjang king size nya, ia pun keluar dari kamar yang sangat besar itu dengan baju besar yang masih menempel di tubuh mungilnya. Seketika ia teringat dengan bahunya, Lia segera membuka sedikit baju dan melihat di bahunya itu, ada bekas gigitan di sana. Sudah berubah menjadi warna biru. Namun rasa sakitnya sudah tidak ada, hanya terasa sedikit berat.
Tak mau berpikir panjang, Lia segera turun menuruni tangga yang lantainya terbuat dari marmer yang kelihatan cukup mahal.
"Wahh..."
Gadis itu terdiam di depan tangga, ia menganga tak percaya karena melihat betapa luasnya rumah yang sedang ia injak ini. Memang kemarin Lia hanya keluar dari kamar menuju rumah kerja Edward, jadi ia tidak perlu turun kebawah untuk mencari lelaki itu.
Berbeda dengan kali ini, saat ini ia sangat lapar, dan ingin pergi ke dapur untuk mencari makanan. Namun saat ini rasa kagum nya dengan rumah ini mengalahkan rasa laparnya. Ia sangat terpesona dengan ruang tamunya, yang sangat luas dan juga elegant, ya walaupun sangat gelap.
"Pasti bakal lebih bagus kalau gak gelap ni rumah."
Gadis itu sangat heran dengan lelaki bernama Edward itu, kenapa semua cat rumahnya didominasi dengan warna-warna seperti hitam, cokela dan abu? Bahkan nuansa rumah ini terbilang cukup seram bagi Lia.
"Ini rumah gede amat ya? Gila sih cukup kalau gue bawa keluarga besar abah buat tinggal disini."
Lia berjalan ke sana kemari, sampai akhirnya ia melihat sebuah foto yang sangat besar di sebuah lorong yang lumayan gelap. Foto itu cukup menarik perhatiannya karena di bawahnya terdapat meja hias yang sangat indah dengan bunga yang sangat harum dan lilin yang menerangi lukisan itu.
Foto itu ternyata gambar sebuah tangan lelaki dan wanita yang sedang bertautan. Di lihat dari lukisan itu, terlihat bahwa itu sepertinya foto pernikahan, karena sedikit gambar gaun terlukis di sana, dan di jari manis gadis itu terpasang sebuah cincin yang cukup indah.
"Apaan nih?! Dia bilang kalau dia belum nikah, tapi ada foto pernikahan di sini."
"Dasar cowok! Ga pernah cukup sama satu wanita."
Lia akhirnya melihat seorang pelayan lewat, pelayan itu menunduk seolah memberi hormat padanya. Lia yang melihat itu, ikut menunduk, mencoba memberi hormat balik.
Namun anehnya saat ia menunduk, pelayan itu malah bersujud di hadapannya. membuat Lia terkejut.
"Ehhh... Mbak.. eh anu, Miss.. Wake up, jangan bersujud kepada ku."
Lia mencoba membangunkan pelayan yang masih bersujud di hadapannya, namun pelayan itu kekeh tak mau bangun.
"Aku mohon jangan hukum aku, Luna."
Nama itu lagi..
"Aku tidak akan menghukummu, sekarang bangunlah.. Ku mohon.."
Pelayan wanita itu bangun, ia masih menunduk tak berani menatap Lia yang berdiri di hadapannya. Lia yang peka bahwa pelayan ini masih ketakutan, langsung memegang pundaknya dengan lembut.
"Jangan takut, aku tidak akan berbuat apa-apa."
Pelayan itu sedikit demi sedikit mengangkat wajahnya, ia menatap mata Luna-nya itu yang sangat meneduhkan. "Apa yang bisa saya bantu, Luna?"
"Ah, Aku sangat lapar, bisa tolong antar aku ke dapur?"
"Ya tuhan, Aku lupa kalau belum menyiapkan makanan untuk mu, Luna!" Seru pelayan itu, ia lalu menunduk, "Tuan pasti akan sangat marah dan akan membunuhku."
Lia cukup terkejut dengan ucapan pelayan itu, membunuh? siapa yang membunuh siapa di sini?
"Luna mohon maafkan aku.."
"Tidak apa-apa sungguh. Tapi.. Apa lekaki itu sangat jahat?"
"Tuan Ed?"
Lia mengangguk.
"Dia bisa sangat baik seperti layaknya malaikat, Dia juga bisa tegas dan bersikap mengerikan layaknya Devil." Ungkap pelayan itu.
"Mari Luna, Aku akan mengantarmu menuju kamarmu. Nanti akan ku antar makanan ke kamarmu secepatnya." Lanjut pelayan dihadapan Lia.
Lia menggeleng dengan cepat seakan menolak, "antar aku ke ruang makan saja, aku akan memasak makanan sendiri."
"Tidak luna, setidaknya duduklah saja di meja makan."
Kedua wanita itu berjalan beriringan menuju ruang makan, walaupun sang pelayan berusaha mencoba berjalan dibelakang Lia.
Sesampainya di ruang makan, pelayan itu langsung berlari menuju dapur kotor yang berada di belakang. Lia membiarkannya, ia lalu menuju kulkas dan melihat apa ada di dalam kulkas yang berukuran 3x lipat dari kulkas di rumahnya.
"Coba kita lihat.. Apa yang bisa gue masak ya..."
Lia melihat banyak sekali makanan ringan disana, ada juga beberapa sayuran, daging, dan telur yang berjajar rapih.
"Okee.. kita masak ceplok telor aja! Lets go!!"
Ia mengambil satu butir telur di dalam kulkas, lalu mengambil wajan yang menggantung di dinding. Lia mencoba memasak telor ceplok, karena hanya itu yang sepertinya bisa ia masak.
Setelah telor ceplok yang iya buat dengan sepenuh tenaga telah jadi, ia lalu mengambil piring yang berada di Kitchen set yang terletak di atas. Namun karena tubuhnya terlalu mungil, ia menjadi kesusahan mengambil piring itu.
"Anjir! Ga dapet-dapet gila!"
Lia pun mencoba menaiki Kitchen set yang berada di hapannya, namun sepertinya gadis itu lupa bahwa di sana terdapat minyak bekas ia memasak, membuat kakinya tergelincir dan tangannya yang telah memegang piring menjadi terjatuh ke lantai.
PRANKKKKKKK!!!!!!
"AAAAAA!!!!!!!"
"LIA!"
***
Note : Kasih tau ya kalau ada salah dalam penulisan 😊
Terimakasih banyak untuk yang telah membaca dan menunggu ceritaku selama ini!! Mohon dukungan nya teman-teman 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Mate a Werewolf!!
Werewolf[ON GOING!!!!] Sejak bertemu dengannya, tidak, bukan, melainkan sejak terjadinya kecelakaan itu, kehidupan ku berubah 180° derajat. Aku tak habis pikir dengan takdir yang tuhan berikan kepadaku. Apa semesta sedang mempermainkan ku? Oh sungguh ini t...