# 10

3K 475 34
                                    

Heeseung tidak tahu persis apa yang membuatnya menangis di hadapan Park Jongseong saat ini.

Seharusnya dia tegar. Menangis hanya akan dilakukan Heeseung di dalam ruangnya sendiri; di dalam tempat teramannya, yaitu kamar. Seharusnya dia bisa menyudutkan Jay--memaksa dengan lebih keras bahwa pemuda itu harus tutup mulut dengan semua kebenaran yang sudah ia ketahui. Tidak ada untungnya juga bagi Jay untuk mengetahui semua rahasianya.

Akan tetapi, Heeseung malah menjadi sangat ... emosional.

Tenggat pembayaran PayLater-nya yang disepakati esok hari mungkin turut andil dalam tetesan air matanya. Mungkin juga karena tatapan Jay yang melihatnya seperti habis melihat hantu. Kemungkinan terbesarnya ada dalam kebodohan Heeseung sendiri dan Heeseung tahu hal itu.

Dia hanya membenci kenapa harus ada orang yang mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya.

Dia tidak pernah mau ditemukan. Sekali pun memang pada awalnya dia-lah yang membuat kesalahan, dia tetap tidak mau ditemukan. Dia ingin terus dalam dunia fantasinya sampai dia lulus dan terlepas sepenuhnya dari teman-temannya. Membangun persona bahwa ia sekasta dengan teman-temannya itu telah menjadi urgensinya sejak SMP dan membuatnya sadar dia tidak mungkin bisa berada di rantai makanan teratas tanpa semua imajinasi tersebut.

"Kamu bisa berhenti nangis? Aku merasa habis melakukan penyiksaan dengan tangisanmu yang seperti itu."

Heeseung juga ingin berhenti menangis. Dia meremas celananya dengan kuat, otaknya tanpa henti memberi afirmasi terhadap dirinya sendiri. Berhenti bersikap cengeng, Lee Heeseung. Hadapi semua dosamu dengan sepenuh hati!

Dia menegakan kepalanya. Matanya langsung menatap lurus ke Jay.

Pemuda Park itu tengah menatapnya dengan tatapan keras dan satu alis yang terangkat. Tidak ada raut panik di wajahnya, Heeseung hanya bisa menemukan kejengahan di sana. Jay seolah sedang menunggu sampai Heeseung selesai menangis untuk mengetahui seberapa lama dia bisa menangis.

Memalukan. Heeseung mengusap air matanya dengan lengan seragamnya.

"K-Kamu bisa nggak usah k-kasih tau siapa pun?" Heeseung mengumpat dalam hati karena suaranya bergetar. "Aku m-mau lakuin apa saja y-yang kamu mau kalau kamu b-bisa nggak ngomong k-ke orang lain."

Jay tampak tidak terlalu puas. "Apa saja?"

Heeseung mengangguk. Jay ikut mengangguk kecil sebelum kembali bertanya, "termasuk Sunghoon?"

Heeseung menggigit pipi bagian dalamnya. "Iya. Termasuk Sunghoon."

"Oke, mulai hari ini kamu bisa mengerjakan semua tugasku; baik tugas sekolah maupun tugas OSIS. Deal, ya."

Saat melihat cengiran semijahat dari Jay, Heeseung merasa yakin kalau dia sebenarnya tidak sedang mengurai masalah. Dia malah membuat masalah baru.

   

   

  

  


   

Youngbin duduk di samping Jake yang berada di hadapan Sunghoon. Di samping pemuda itu juga sudah ada Taehyun yang tengah memainkan ponselnya.

"Ke mana Heeseung?" tanya Taehyun. Dia mengalihkan pandangannya dari layar ponsel dan menatap ke teman-temannya dan berhasil membuat Sunghoon berhenti mengunyah rotinya. "Saat aku menghampiri Jake tadi, aku tidak melihatnya."

"Dia harus ke ruang guru," jawab Jake sambil tersenyum cerah. "Ada nilai-nilai yang harus ia urusi dan blablabla. Sayang sekali Heeseung, kenapa dia tidak minta tolong guru pembina saja yang mengurusi semuanya? Aku selalu minta guru yang mengurus semua berkasku."

Youngbin menyikut pelan Jake sambil mendengus. "Kalau itu, mah, karena kamunya saja yang tidak mau susah jadi orang," cibir Youngbin. Jake menatapnya galak dengan main-main. "Akan tetapi, setahuku memang bayak siswa yang mengurus dokumen mereka sendiri-sendiri. Sunghoon juga begitu, kan?"

Sunghoon terdiam.

Entahlah. Jujur, hidupnya selama ini terasa sangat mudah. Dia pernah berpikir kalau dia juga harus mengurusi berkas-berkas seperti itu, tetapi nyatanya semua guru bilang dia tidak perlu repot-repot dalam hal tersebut. Semua dokumennya, baik dari akademik maupun nonakademik, sudah diarsip rapi oleh manajernya dari organisasi yang mengurus semua kegiatan figure skating-nya. Jika tidak ada manajernya, pasti ada satu bawahan ayahnya yang dapat dimintai tolong untuk mengaturnya.

"Tidak," jawab Sunghoon singkat sambil menggeleng. "Berkasku juga diurus oleh orang lain."

Taehyun mengangguk. "Aku juga begitu!" Taehyun mengambil minuman botol milik Jake setelah nyengir sangat lebar sebagai permintaan izin. Jake hanya berdecak. "Aku rasa semuanya diurus dengan cukup baik di sekolah ini. Lomba English Debate terakhirku juga tidak memerlukan pengurusan berkas apapun."

Youngbin mengernyit. "Tapi banyak anak dari kelasku yang melakukannya."

Jake mengangkat bahu. "Mungkin karena semua telah diatur oleh orangtua kita?" Jake menopang dagunya di atas meja. "Seperti orangtua kita telah memberitahu guru terlebih dahulu soal ini-itu sehingga kita tidak perlu urus semuanya sendirian."

"Lalu bagaimana dengan Heeseung?" Sunghoon secara tiba-tiba bertanya. Seluruh tatapan temannya kini mengarah kepadanya. "Aku tahu dia selalu mengurus semuanya sendiri."

"Mungkin orangtuanya lupa bilang ke pihak sekolah," kata Youngbin singkat. Pemuda itu menyuapkan sesendok es krim ke mulutnya. "Atau mungkin dia ingin mencoba mandiri. Heeseung itu memang orang yang tidak mau merepotkan orang lain, kan? Dia teladan sekali."

Semua menyetujui ucapan Youngbin. Akan tetapi, Sunghoon masih merasa bertanya-tanya.

Kenapa harus repot-repot mengurus semuanya sendiri ketika Sunghoon tahu Heeseung bisa melakukan hal yang sama dengan dirinya?

    

   

   

   

  

   

   

Di jam istirahat kedua, Jake menyenderkan kepalanya di bahu Heeseung sambil mengatakan bahwa pemuda berdarah Australia itu rindu sekali dengan Heeseung.

"Kamu ke mana saja di istirahat pertama tadi? Kami semua mencarimuuuu." Jake menggoyang-goyangkan bahu lengan Heeseung dengan main-main. Begitu mata mereka berdua mendapati Sunghoon dan Taehyun tengah memasuki kelas mereka, Jake langsung menambahkan, "Sunghoon kangen, katanya."

"Sembarangan." Sunghoon duduk di kursi kosong di depan Heeseung. Respon defensif dari Sunghoon membuat Heeseung tertawa kecil. "Jake yang kangen."

"Aku memang mengaku, kok, kalau aku rindu dengan Heeseung." Jake menegakan badannya dan menjulurkan lidahnya dengan pose meledek ke Sunghoon. "Oh, ya, Taehyun. Apa kamu sudah mendapat modul terbaru untuk SAT tahun depan nanti?"

Taehyun membelalakan matanya. "Hah? Apakah modulnya sudah keluar?"

Kedua pemuda Shim dan Kang itu kemudian asik membicarakan tentang ujian SAT dan entah apa yang mereka tekuni. Heeseung tersenyum tipis lalu menfokuskan pandangannya ke Sunghoon yang sedang tidak melakukan apapun.

"Jadi kamu tidak rindu aku?" tanya Heeseung sambil cemberut main-main. Dia menusuk-nusuk pelan lengan Sunghoon yang sangat putih itu. "Aku merasa sakit hati~"

"Berisik, ah." Sunghoon menatap datar Heeseung sebelum ia tertawa kecil dan mengacak rambut Heeseung. "Aku bertemu denganmu hampir tiap hari, kenapa harus rindu?"

Sunghoon hanya mengacak rambutnya sambil tertawa kecil. Hal yang biasa dilakukan.

Yang menyebalkannya adalah Heeseung tidak tahu mengapa ia mendadak merasa malu sekali; wajahnya sampai memanas dan ia sampai harus menarik dirinya dari Sunghoon untuk berhenti merasa malu.

.

.

.

A/N : Udah lama juga aku nggak update ini huhu. Ujianku sudah selesai~

Terima kasih yang udah mau baca dan komentar! Komentar kalian lucu-lucu banget <3

gold digger •  jayseung - hoonseungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang