# 30

2.6K 430 34
                                    

Sunghoon pikir dia tidak punya phobia.

Hidupnya bisa dibilang biasa saja. Sejak kecil, ibunya meminta dia untuk menjadi tangguh, baik di daratan maupun di atas es. Dia les piano dan berlatih skating dengan sangat rajin. Dia membalut buku-buku jarinya dengan perban tipis untuk menjaga kondisi jari-jarinya tetap baik saat menekan tuts dan saat menstabilkan dirinya di atas es.

Anak-anak seusianya mungkin sedang berlari-lari mengejar layangan di luar sana. Mungkin juga sedang ramai membicarakan robot-robotan seri terbaru yang iklannya tayang di televisi. Tidak ada yang berusaha menyeimbangkan antara sekolah, les piano, dan skating. Rasanya hanya Sunghoon seorang di dunia ini yang jarang sekali merasakan sinar matahari dari luar ruangan.

Tepat di dua tahun terakhir masa sekolah dasarnya, dia bertemu dengan Jake Shim.

Pemuda itu ceria sekali. Energinya mirip anak anjing yang hobi menyalak ke sana kemari dengan penuh rasa penasarannya. Bicaranya masih sedikit terbata karena harus transisi dari bahasa Inggris. Dia adalah anak pindahan dari Australia yang berakhiran menjadi teman sebangku Sunghoon yang baru.

Bisa dibilang, Jake-lah orang pertama yang Sunghoon benar-benar bisa anggap teman.

Jake tersenyum lebar. Jake selalu aktif berlarian dalam olahraga, menyebabkannya masuk ke tim sepak bola sekolah tanpa masalah. Jake pintar sekali, dia hapal tabel perkalian lima belas. Jake juga selalu dapat nilai yang lebih tinggi dari Sunghoon. Di akhir pekan, terkadang Jake datang untuk menonton Sunghoon latihan skating. Saat Sunghoon lomba, Jake juga sesekali datang.

Jake itu adalah seseorang yang Sunghoon pikir dia tidak ingin kehilangan. Sahabat pertamanya. Seseorang yang tampak hidup tanpa masalah. Tidak mungkinlah Jake tidak punya masalah. Sunghoon lihat beberapa patch luka kecil membalut jari-jari Jake. Terlalu banyak menggesek biola, kata Jake. Iya, Jake juga bermain alat musik klasik seperti Sunghoon.

Hidup mereka hanya seperti itu saja. Sekolah-mengobrol bersama-latihan. Sampai saat SMP, Sunghoon tidak sengaja menabrak seorang anak dengan rambut sedikit berantakan yang tengah memilih-milih buku di perpustakaan.

Mereka sekelas, tetapi tidak pernah sekali pun ia bertegur sapa dengannya. Di hari itu, si anak dengan rambut berantakan tersebut menatap buku di tangan Sunghoon dengan terkagum--bilang kalau buku yang Sunghoon adalah best seller dua tahun lalu.

Namanya Lee Heeseung.

Sunghoon sekelas dengannya saat SMP dan kesan pertama yang Sunghoon dapatkan: teduh. Anak itu pandai melucu, tetapi tidak pernah sampai buat orang lain sakit hati. Anak itu cerdas, nilainya sangat tinggi, tetapi dia bukan tipikal anak yang jenius seperti Jake--dia hanya anak yang kelewat rajin.

Jake juga berteman dengan Heeseung sekalipun Jake tidak sekelas dengan mereka. Sejak saat itu, ketiganya menjadi sahabat yang tak terpisahkan.

Sunghoon selalu mempercayakan semuanya kepada Jake dan Heeseung. Mungkin sedikit lebih banyak ke Jake karena Jake yang telah bersamanya sedari kecil, tetapi hanya sebatas keluhannya lebih banyak yang ia ceritakan ke Jake. Tidak, Sunghoon tidak menganggap Heeseung orang asing. Dia hanya merasa tidak mau membebani Heeseung lebih banyak.

Heeseung itu sederhana. Dia tersenyum sambil meninju bahu Sunghoon tiap menyemangati Sunghoon. Dia tidak akan pernah mengajak Sunghoon atau Jake jalan, tetapi dia tidak pernah menolak diajak pergi. Dia suka membelikan minuman atau makanan saat mereka tengah pergi bersama. Poin plus lainnya, Heeseung hapal makanan dan minuman favorit Sunghoon.

Berada di antara Jake dan Heeseung adalah kesempurnaan tersendiri bagi Sunghoon. Pelarian dari jadwal latihan skating-nya yang makin intens dan les pianonya yang tidak ia paham kenapa masih ia jalani.

gold digger •  jayseung - hoonseungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang