# 44

2.4K 428 193
                                    

Setelah satu malam berlalu, Heeseung masih merasa tidak akan ada yang dapat memperbaiki suasana hatinya.

Masih ada rasa yang tidak enak di perutnya ketika Jake menyapanya pagi ini. Jake banyak sekali bicara hari ini, pagelaran musik orkestranya sebentar lagi dan anak itu jelas sangat bersemangat sekaligus stres. Heeseung tidak bisa menanggapinya dengan antusias, dia hanya tersenyum kecil sambil mengucapkan selamat.

Heeseung tidak berjanji akan menonton. Tahun lalu, menonton semua pagelaran Jake adalah sesuatu yang wajib untuknya--membuatnya tersiksa secara finansial karena tiket kursi VIP seharga uang jajannya tiga minggu dan teman-temannya yang lain jelas tidak akan memesan kursi di kelas yang lebih bawah lagi.

Heeseung menatap telapak tangannya yang kosong.

Ah, seharusnya dia kemarin tidak impulsif dengan memberikan ponselnya begitu saja ke Sunghoon. Dia bahkan belum mengambil kartu nomor teleponnya dan menghapus semua datanya. Sekarang, dia hanya bisa menghubungi teman-temannya via ponsel Android lamanya yang untungnya nomornya masih bisa digunakan.

Mau bagaimana pun juga, di sini tetap Heeseung yang salah karena ia berbohong untuk waktu yang lama. Sunghoon jelas merasa kecewa, terlebih ketika ia sedang menyatakan perasaannya kepada Sunghoon.

Lidah Heeseung terasa pahit. Dia tidak sempat memikirkan perasaan suka Sunghoon karena masalah berbohong ini menutupi semuanya. Apalagi soal dicium paksa oleh Sunghoon? Jika pun itu salah Sunghoon karena sesuatu tanpa consent dari kedua belah pihak adalah hal yang buruk, semuanya juga berawal dari kesalahan Heeseung dan Heeseung merasa tidak pantas menyalahkan Sunghoon saat ini.

Perlahan, Heeseung menyadari bahwa ia mulai membenci dirinya sendiri.

"Mau ke kantin?" Jake bertanya ke Heeseung ketika jam istirahat tiba. "Kayaknya Taehyun udah tunggu di depan kelas. Sunghoon sama Youngbin pilih langsung ke kantin."

Apakah Heeseung masih punya nyali untuk bertatap wajah dengan Sunghoon?

"Aku ada urusan sebentar di ruang guru." Heeseung memaksakan sebuah senyum. "Kamu duluan aja, Jake. Nanti aku susul."

Jake tidak banyak berkomentar. Pemuda itu hanya mengangguk.

Berbohong lagi.

Hidup Heeseung penuh dengan kebohongan selama ini dan dia baru sadar betapa muaknya dia untuk terus-menerus bergantung pada kebohongan.
  
  
  
  
   
    
  
   
    

 
  
Jay tidak menduga istirahat kali ini Heeseung akan duduk di sebelahnya, di belakang rumah hijau sekolah yang tersembunyi dari siapapun.

Terlepas dari degup jantungnya yang mulai lebih cepat, Jay tetap mengerutkan kening terhadap kejadian yang tengah terjadi ini. Heeseung tidak pernah mebemuinya secara sukarela--harus ada sedikit 'keributan' dulu di ajtara mereka dan decakan sebal dari pemuda Lee tersebut lalu ia baru mau bertemu dengan Jay.

Akan tetapi, setelah melihat wajah mendung Heeseung dengan beberapa surai rambutnya mencuat berantakan; Jay tahu bahwa pertanyaan perihal kedatangan Heeseung bukanlah sesuatu yang bisa ia tanyakan sekarang.

"Mukamu kelihatan jelek sekarang."

Biasanya, ledekan seperti itu yang akan membuat Heeseung semakin sebal dengannya. Apalah arti rasa suka Jay terhadap Heeseung tanpa pertengkaran di antara mereka? Menggoda Lee Heeseung itu menyenangkan.

Heeseung tidak menjawab. Dia hanya menyandarkan tubuhnya di bangunan rumah hijau di belakang sambil memejamkan matanya. Dia terlihat berusaha tenang meski Jay tahu bahwa pemuda itu jauh dari kata tenang. Usaha yang sia-sia.

gold digger •  jayseung - hoonseungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang