# 2

5.6K 733 82
                                    

Lee Heeseung sebenarnya adalah anak biasa-biasa saja.

Dia hanyalah anak kedua dari keluarga dengan ekonomi menengah. Akan tetapi, wajahnya yang rupawan dengan fisik yang semampai--ditambah dengan kulit agak tan yang terawat baik dan pakaian yang selalu licin--membuat semua orang mengira ia berada dari kalangan atas. Tata kramanya yang juga sangat sopan plus kepintarannya yang di atas rata-rata semakin menambah stigma tersebut.

Heeseung kecil tidak menyadari hal tersebut. Heeseung di kelas 1 SMP baru menyadarinya.

Semua orang ingin berteman dengannya. Alasannya?

'Heeseung sangat baik.'

'Heeseung sangat pintar, aku suka berteman sama Heeseung.'

'Heeseung itu tampan, kalian tau? Cuma dengan lihat wajahnya saja aku selalu terpana.'

Heeseung hanyalah anak yang biasa saja. Dia anak remaja yang normal, dipuji terlalu banyak pun membuatnya merasa besar kepala--meski dengan sekuat mungkin ia tetap rendah hati dan menolak semua pujian tersebut.

Di saat awal semester kelas 2, ia mengenal Park Sunghoon.

Park Sunghoon, si tampan yang merupakan juara Asia dalam bidang figure skate. Si atlet skating sekolah yang memiliki ekspresi tenang dan hanya tersenyum seperlunya. Si anak kelas 2 yang tersohor.

Park Sunghoon, yang berpapasan dengannya di perpustakaan, ternyata adalah orang yang cukup baik. Mereka sama-sama menyukai pelajaran seni dan obrolan mereka terasa mengalir begitu saja.

Tidak butuh waktu yang lama bagi Heeseung untuk masuk ke lingkaran pertemanan Sunghoon. Mereka adalah kumpulan anak-anak yang ramah.

Dari sampulnya, Heeseung tahu Sunghoon bukanlah anak yang biasa-biasa saja. Dia tahu berapa harga tas warna hitam milik Sunghoon. Dia tahu bahwa sepatu sekolah Sunghoon bukanlah sepatu yang bisa ditemukan di dalam negeri. Ditambah lagi, dia tahu menjadi atlet figure skating adalah pekerjaan yang membutuhkan biaya besar.

Park Sunghoon yang luar biasa.

Tidak masalah. Sunghoon kelihatannya tidak mempermasalahkan hal tersebut. Mereka berteman layaknya anak SMP biasa; mendebatkan tugas, membicarakan guru, dan hal-hal lainnya.

Sampai di suatu hari, Heeseung mulai menyadari satu-dua perihal di lingkaran pertemanannya ini.

"Aku gak pernah lihat iPhone Heeseung."

Jake berkata sambil menyeruput teh kotakannya. Itu membuat Heeseung tersentak.

"Ya?"

"Kamu selalu pakai hape androidmu," kata Jake lagi. Pemuda dengan senyum cerah itu menyikut lengan Sunghoon. "Iya, kan, Hoon? Kamu selalu liat Heeseung pakai hape yang itu."

Sunghoon mengangguk. "Iya," jawab Sunghoon. "Kenapa gak dibawa ke sekolah?"

Heeseung menelan ludah. iPhone?

Sejak kapan ia punya ponsel semahal itu? Apa yang mendasari teman-temannya menanyakan keberadaan iPhone-nya yang tidak dimilikinya?

"K-Kenapa gak dibawa k-ke sekolah?"

Panik dan gugup, Heeseung mengulang pertanyaan Sunghoon.

Jake dan Sunghoon mengangguk. Keduanya menatap Heeseung dengan lekat--jelas menanti jawaban.

"A-Ah! Aku pilih gak bawa iPhone-ku ke sekolah karena iPhone-ku itu masih iPhone 5s." Heeseung tidak tahu soal iPhone 5s. Dia hanya sering lihat iklannya di televisi. Memegang wujudnya saja pun belum pernah. "Kalian tau, kan, kadang iPhone 5s itu suka nggak nyaman untuk dipakai. Kebetulan juga aku malas ganti hape baru--masih ada hape yang ini."

Sunghoon mengangguk paham sementara Jake menatap Heeseung dengan mata berbinar.

"Wah, aku gak nyangka kamu ternyata pengguna barang yang awet ya!" Jake bertepuk tangan. "Terakhir kali aku dibeliin iPhone 8, aku gak sengaja ngebanting iPhone-ku dan akhirnya harus ganti padahal umur iPhone yang lama baru dua bulan huhuhu.

Sunghoon mendengus tertawa. "Itu tandanya kamu yang gak bisa pakai barang. Kerjamu cuma rusakin aja."

Keduanya sama-sama tertawa lepas sementara Heeseung berusaha keras untuk ikut tertawa.

Kebohongan pertamanya berawal dari sini--dan ia mana tahu, kalau satu kebohongan ini akan mempengaruhi seluruh hidupnya?
  
  
  
  
   
  
   
  

"Ini."

Sunghoon menyodorkan sebuah kotak dibalut kertas kado yang cantik.

"Ini apa?" tanya Heeseung bingung. Dia sedang berusaha mengerjakan PR Matematika untuk besok--mengerjakan PR di rumah hanya membuatnya semakin malas--ketika Sunghoon tiba-tiba saja muncul di depan mejanya.

"Buka aja di rumah nanti," jawab Sunghoon sambil tersenyum tipis. "Jangan dibuka di sini ya, kerjain aja dulu PR-mu." Kemudian pemuda dengan kulit ekstra putih itu mengacak rambut Heeseung.

Sunghoon mempunyai kebiasaan aneh setelah lima bulan berteman dengan Heeseung. Pemuda itu suka sekali mengacak rambut Heeseung dan ketika ditanya apa alasannya, dia akan menjawab "tidak tahu. Suka aja".

Menyebalkan? Sangat. Akan tetapi, Heeseung bisa apa? Sunghoon adalah teman terdekatnya dari kelas 2 sampai mau kenaikan kelas 3 seperti saat ini.

"Aku bilang, kan, aku gak suka diacak rambutnya!" keluh Heeseung sambil merapikan rambutnya. Sunghoon terkekeh kecil sambil berjalan pergi. "Kamu mau ke mana?!"

"Aku mau latihan." Sunghoon melambaikan tangannya. "Jangan lupa dibuka hadiahnya!"

Sunghoon meninggalkan Heeseung sendirian di dalam kelasnya selagi Heeseung menatap penasaran ke arah kotak di atas mejanya.



  
 
   
  
  

Ulang tahunmu masih seminggu lagi, tapi aku takut sekali terlewat. Ditambah lagi aku itu sangat pikunan, kalian semua tau kan.

Selamat ulang tahun, Lee Heeseung. Ini adalah hadiahku yang sangat cepat.

P. S : kamu gak harus pakai ini, kok! Cuma aku rasa resolusi kamera iPhone tipe ini pasti jauh lebih bagus daripada iPhone 5s-mu. Kamu bisa kasih foto PR-mu dengan lebih bagus pakai ini--hehe, bercanda.

- P. S. Hoon

Di dalam kotak misterius dari Park Sunghoon, terdapat iPhone 8+ di dalamnya lengkap dengan segala aksesorisnya.

Heeseung hampir saja menjerit di dalam kamarnya.

Apa-apaan?!

.

.

.

A/N : Kebetulan aku besok gak ada kuliah, jadi aku pilih post ini sekarang ajalah hehehe.

Makasih yang udah mau baca! Aku gak nyangka ada yang baca dan komentar huhu ;--;

gold digger •  jayseung - hoonseungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang