A Little Getaway from Solitude - #27

0 0 0
                                    

Sumpah cuy, gue dari awal nge-fans banget sama mereka. Keren banget. So much talent ngumpul di satu band.

Pengen tahu di antara lima member, songwriter mereka siapa, karena liriknya bagus nggak main!

Ini band juara parah, sih, kalau udah manggung. Selalu tampil dengan ngasih yang terbaik, dan vibes-nya mereka kekeluargaan banget. Fix band terkompak di season ini.

Masih banyak lagi komentar-komentar yang serupa, dan itu membuat Dievi merasa jauh lebih baik. Dia hanya senang publik menyukai penampilan mereka karena mereka adalah satu kesatuan band dengan nama Svarga Btara. Bukan karena fisik yang tampan atau cantik, bukan karena ia pernah terjun di dunia ini sebelumnya, tapi karena usaha mereka untuk memberikan yang terbaik setiap kali manggung.

"Lagipula, lo tahu? Banyak jalan menuju Roma. Itu artinya, masih banyak cara yang bisa kita jalanin untuk bisa dikontrak," Gibran mengacak-acak rambut Dievi yang bertambah panjang selama sebulan ini. "And step number one, is to get out of here."

Satu per satu member Svarga Btara mengeluarkan bagasi mereka dari dalam kamar. Tentunya Dievi sudah berpamitan dengan Airish, yang membuatnya berjanji bahwa mereka akan bertemu lagi nanti di luar ajang ini. Luthfi juga berpamitan dengan Matthew, ya, walau Matthew-nya yang datang sendiri ke kamarnya untuk memberikan salam perpisahan.

Dari luar pintu masuk lobi, kelima insan dapat melihat mobil jeep hitam kesayangan Fajar. Mereka berbondong-bondong untuk menghampiri si pengemudi yang baru saja turun.

"Jar, long time no see!"

"Ya, udah lama juga, ya... whoa, hey...!"

Bukannya bergantian untuk merangkul Fajar, mereka malah bertumpuk dalam group hug. Aksi mereka itu menjadi pusat perhatian orang-orang yang berlalu-lalang. Dievi berdiri dengan canggung, hanya menjadi penonton sewaktu rekan-rekannya melepas kerinduan.

"Oi, Diev, ngapain lo diri di situ? Sini, gabung," Iqbal menarik Dievi agar ia bergabung dengan mereka. Karena tubuhnya yang mungil, Dievi nyaris mental jika saja ia tidak berpegangan pada punggung salah satu di antara kumpulan lelaki jangkung itu.

Dievi mendongak untuk melihat punggung siapa yang barusan ia jadikan pegangan. Sepertinya Luthfi tidak menyadari bahwa barusan, walau tidak sampai lima detik, Dievi berada begitu dekat dengannya. Sekilas, Dievi dapat mencium wangi hoodie Adidas hitam yang melekat pada tubuh cowok itu. Terakhir kali ia berada sedekat ini dengan Luthfi, adalah pada saat cowok itu mengecup dahinya di depan seorang paparazzi.

"... karena gue sayang sama lo, Dievani Widia Maddendra."

Dievi tahu adegan itu hanya rekayasa. Kata-kata tersebut hanya bagian dari sandiwara. Bahkan mungkin untuk Luthfi, kalimat yang ia ucapkan kala itu tidak ada maknanya. Namun, Dievi tidak dapat melupakan surealisme itu semua. Bagaimana hatinya bergetar, dan jantungnya berpacu lebih cepat, ketika Luthfi memandangnya seolah dunia hanya milik mereka berdua.

***

Ulangi lagi, sekali lagi
Bilang yang ku rasa
Hanya ku rasakan sendiri
Karna hanya itu caraku
'Tuk tahu dan jadi pasti
Akan cerita dan rasa
Yang mampu buat 'ku
Terbuai salah tingkah

Tahukah dia mudahnya
'Tuk jatuh cinta seutuh
Hati dan pahitnya 'tuk
Memendam rasa dan
Membisu tentang rindu
Mungkinkah dia juga
Memikirkan tentangku
Kami yang takkan terjadi

Dievi mencoba merekam lagu yang ia tulis menggunakan fitur voice recorder di HP-nya. Cukup puas dengan hasilnya, Dievi pun memencet tombol save. Pada saat aplikasi itu memintanya untuk memberikan recording itu nama, Dievi tidak tahu lagi untuk menamakannya apa selain tentang siapa lagu itu ia tuliskan. Dirinya memang belum sempat memberikan lagunya itu judul.

Luthfi Haryadi Karyaguna. Begitu yang tertulis sewaktu Dievi selesai mengetik dan muncul layar berisi rekaman suara yang pernah ia buat dari hari ini dan sebelumnya. Dievi memutuskan untuk mem-forward lagu tersebut untuk Keira untuk melihat apa yang gadis itu pikirkan tentangnya.

Setelah memencet send, Dievi meninggalkan HP-nya untuk di-charge selama beberapa waktu. Kurang lebih setengah jam sudah lewat semenjak itu, dan Dievi mendengar suara bunyi bel runah. Dievi yang tidak tahu mereka akan menerima tamu hari ini melongokkan kepalanya ke luar jendela.

Dievi mengucek-ngucek matanya, memastikan sekali lagi bahwa ia tidak salah lihat dan orang yang berdiri di depan gerbangnya sekarang adalah seorang Luthfi Haryadi Karyaguna. Tiada angin, tiada hujan, dan cowok itu tiba-tiba datang ke sini tanpa pemberitahuan sebelumnya?

Dievi tiba-tiba teringat dengan voice recording yang ia kirimkan pada Keira. Dievi mencek kembali, dan jantung dan matanya nyaris copot dari tempatnya begitu ia melihat nama penerima yang tertera. Luthfi, dengan dua centang biru yang menandakan ia telah menerima, membaca, dan mendengar isi dari recording yang ia kirimkan.

Bodoh! Gue bodoh banget, kenapa nggak gue cek dulu tadi? Dievi merutuki nasibnya dalam hati. Sekarang gimana caranya gue jelasin ke Luthfi kalo itu nggak sengaja? Oh, hei, maaf, voice recording yang judulnya pakai nama lengkap lo itu buat temen gue seharusnya. Sorry, gue salah kirim. Kan, nggak mungkin. Ya, walau pernyataan itu benar seratus persen sih...

Ah, Dievi sudah tidak punya waktu untuk berpikir lagi karena barusan supirnya sudah membukakan pintu untuk Luthfi. Cowok itu masuk ke dalam, memarkirkan motornya, dan tak lupa tersenyum sopan dan berterimakasih pada supir Dievi.

Ah, mengapa pula wajahnya begitu tenang, kalem, dan datar, tanpa sedikitpun emosi atau ekspresi yang terlihat jelas di wajahnya? Kalau begini, Dievi tidak bisa memprediksi apa yang akan dikatakan Luthfi padanya.

A Little Getaway from Solitude (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang